Walasungsang (Pangeran Cakrabuana): lahir 1423
Larasantang: lahir 1426 (perempuan)
Rajasangara: lahir 1428
Subanglarang meninggal di Pakuan pada 1441. Setahun setelahnya (1442), Walasungsang meninggalkan istana, diperkirakan pada umur 19 tahun. Kepergiannya diikuti juga oleh adiknya, Larasantang. Berbagai literatur menyebutkan bahwa permaisuri Subanglarang dan para puteranya menganut agama Islam.
Keputusan para pangeran ini meninggalkan istana Pakuan Pajajaran disebutkan karena mereka menolak agama yang dianut ayahnya (Prabu Siliwangi), dan ingin belajar lebih dalam tentang agama Islam. Prabu Siliwangi juga disebutkan tidak menentang atau menolak agama yang relatif baru dikenal di kerajaannya tersebut.
Danasasmita (2014) menyebutkan bahwa Cirebon adalah daerah warisan Walasungsang dari Ki Gedeng Tapa, ayah Subanglarang. Walansungsangyang dikenal juga sebagai Pangeran Cakrabuana telah dinobatkan oleh Prabu Siliwangi sebagai Susuhunan (penguasa) Cirebon dengan gelar Sri Mangana.
Belakangan, terjadi ketegangan-ketegangan antara kerajaan Pakuan Pajajaran dan Cirebon. Selain itu, tekanan perluasan wilayah dari Demak dan Banten serta penyebaran agama Islam, menjadi salah satu pemicu alasan Prabu Siliwangi untuk mengutus puteranya, Prabu Surawisesa menemui Portugis. Dari sini terjadilah perjanjian dagang dan keamanan antara dua belah pihak.
Perjanjian ini membuat Sultan Trenggana (1504-1546) dari Demak sangat gelisah.
Kegelisahan Sultan Trenggana yang masa hidupnya sezaman dengan Prabu Surawisesa ini sangat beralasan. Jika Portugis menguasai Selat Malaka dan Pakuan Pajajaran menguasai Selat Sunda, dibantu oleh Portugis, maka nasib Demak yang bergantung pada perdagangan laut sama saja dengan di ujung tanduk. Â Karena itu hal ini perlu strategi perlawanan.
Tulisan lanjutannya dapat dilihat di: Perebutan Sunda Kelapa: Awal Ketegangan (Bag 2)
Tulisan Terkait:
- Perebutan Sunda Kelapa: Awal Ketegangan (Bag 2)
- Perebutan Sunda Kelapa: Pertarungan Dua Koalisi (Bag. 3)
- Jejak Prabu Siliwangi: Mencari Parit Pakuan Pajajaran
- Napak Tilas dan Menelusuri Jejak Prabu Siliwangi
Referensi:
- Danasasmita, 2014, Mencari Gerbang Pakuan, Kiblat Utama, Bandung
- Danasasmita, 2014, Menelusuri Situs Prasasti Batutulis, Kiblat Utama Bandung
- Danasasmita, 2014, Menelukan Kerajaan Sunda, Kiblat Utama Bandung
- Danasasmita, 2003, Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi, Kiblat Utama Bandung
- Dienaputra, R. D. (2012). Sunda, Sejarah, Budaya dan Politik. Abstrak.
- Heuken, 2016, Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta, Cipta Loka Caraka
- Hidayat, M. R. (2017). Cirebon di bawah kekuasaan Mataram Tahun 1613-1705: Kajian historis mengenai hubungan politik, sosial dan agama (Bachelor's thesis).
- Hidayat, 2008, Cakrabuana, Syarif Hidayatullah, dan Kian Santang; Tiga Tokoh Penyebar Agama Islam di Tanah Pasundan, Sundaislam
- Laffan, M. (2016). Sejarah Islam di Nusantara. Bentang Pustaka.
- Lubis, H. N. H. (2016). Kerajaan Sunda. Abstrak.
- Maung dan Prabu Siliwangi: Mitos atau Fakta?, Irfan Teguh, 15 Maret 2017, Tirto.co.id
- Muljana, S. (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara.
- Mumuh Muhsin, Z. (2012). Kujang, Pajajaran, Dan Prabu Siliwangi. Abstrak.
- Syafi'ie, K. A., & Asli, U. P. L. Betawi dengan Kiprah Nasional dan Internasional.
- Tjandrasasmita,2009, Arkeologi Islam Nusantara, Kepustakaan Populer Gramedia