Misalnya, Prabu Siliwangi. Beliau juga dikenal sebagai Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pajajaran, Sri Sang Ratu Dewata atau Ratu Jayadewata (Danasasmita, 2003, hal 40,  2014, hal 41). Setelah beliau wafat, gelar lainnya yaitu Prabu Guru Dewataprana dan Prabu Ratu (Suryani, 2009).Untuk konsistensi, tulisan ini selanjutnya akan menggunakan nama Prabu Siliwangi. Lebih jauh tentang Prabu Siliwangi, silahkan melihat tulisan: Napak Tilas dan Menelusuri Jejak Prabu Siliwangi)
Jejak kebesaran Prabu Siliwangi dituliskan oleh Prabu Surawisesa (1521-1535), puteranya yang menggantikan beliau, dalam Prasasti Batutulis, yang diperkirakan dibuat pada tahun 1533.
Dan disinilah cabangan yang menarik untuk disimak.
Prabu Surawisesa, Putra Mayang Sunda
Prabu Surawisesa (1521-1535) adalah anak Prabu Siliwangi dari istrinya yang bernama Mayang Sunda. Kisahnya disebut dan dipuji dalam Carita Parahiyangan. Bagaimana tidak? Selama 14 tahun memerintah, Prabu Surawisesa harus menghadapi 15 kali pertempuran!. Parit pelindung kerajaan Pakuan Pajajaran yang dibangun dengan kebijaksanaan memanfaatkan bentang alam, sangat membantu dalam menahan serangan lawan ke kerajaan,hingga saat terakhir kerajaan besar ini runtuh diserang Banten pada tahun 1579.
Prabu Surawisesa juga disebutkan dalam dokumen Portugis dan Negara Kretabhumi. Ia diutus ayahnya, Prabu Siliwangi, untuk menemuiAlfonso d'Albuquerque di Malaka, dimana ia disebut sebagai Ratu Sangiang. Beliau mengunjungi Malaka dua kali, yaitu pada tahun 1512 dan 1521.
Kunjungan pertama adalah sebagai penjajakan terhadap pihak Portugis dengan  4 buah kapal, yang nantinya akan diikuti oleh Tome Pires (1513). Kunjungan kedua menghasilkan kedatangan utusan Portugis yang dipimpin oleh Hendrik de Leme (ipar Alfonso) ke ibu kota Pakuan yang berjarak "dua hari berjalan kaki dari Kalapa".
Kunjungan ini menghasilkan perjanjian dagang dan keamanan yang menurut Soekanto (1956), ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522. Ini adalah perjanjian internasional pertama di nusantara.
Kita tinggalkan sejenak peran Portugis di sini, yang akan dibahas dalam tulisan lain. Kita akan kembali ke pangeran di Cirebon yang juga merupakan putera Prabu Siliwangi.
Putra Putri Subanglarang
Naskah Purwaka Caruban menyebutkan Prabu Siliwangi menikahi Subanglarang di Singapura pada tahun 1522 (hal 79). Dari Subanglarang, beliau memiliki tiga orang anak: