Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Cipir, Onrust, Kelor: Sekali Dayung, Kisah 3 Pulau Terjejaki

1 Mei 2017   20:55 Diperbarui: 2 Mei 2017   15:37 23590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran para tawanan di bekas penjara Pulau Onrust. Sempat bikin kaget awal melihat mereka

Mencari Jejak Kartosuwiryo dan Serdadu Jerman di Onrust

Berikutnya adalah pulau yang paling ditunggu-tunggu: Pulau Onrust.  Jaraknya kurang dari 10 menit berperahu dari Pulau Kelor.  Kami akan berada di pulau ini selama 3 jam. Waktu yang amat singkat bagi kami untuk menyesap sejarah panjang selama 350 tahun pulau ini.

Kami mulai dengan mengunjungi reruntuhan karantina haji, museum arkeologi, lalu menelusuri ujung pulau untuk melihat komplek pemakaman Belanda dan berakhir di makam yang berada di ujung pulau.

Sisa bak mandi dan wc rumah karantina haji di Pulau Onrust
Sisa bak mandi dan wc rumah karantina haji di Pulau Onrust
Yang paling terkenal di komplek makam Belanda ini adalah makam Maria van de Velde (1693-1721). Ada beberapa versi cerita tentang Maria ini, tetapi rata-rata adalah versi kisah cinta yang tragis.

Makam Maria van De Velde di Pulau Onrust
Makam Maria van De Velde di Pulau Onrust
Yang menarik hari itu ketika Bimo melihat sebuah bata ber-cap di komplek pemakaman pribumi yang diduga sebagai awak kapal yang memberontak. Dari sebanyak bata yang kami temui di pulau ini, baru satu bata ini yang capnya terlihat sangat jelas.

Satu-satunya bata ber-cap yang kami temui hari itu (30/4/17) di jajaran makam yang diduga awak Kapal Tujuh
Satu-satunya bata ber-cap yang kami temui hari itu (30/4/17) di jajaran makam yang diduga awak Kapal Tujuh
Di ujung pulau terdapat makam bertuliskan "Makam Keramat". Apakah ini makam Kartisuwiryo?. Dua penjaga pulau yang kami temui menolaknya. "Makam Kartosuwiryo bukan di pulau ini. Katanya dulu pernah dipindahkan ke Pulau Ubi yang sudah tenggelam" kata penjaga pulau yang lupa saya catat namanya itu. Pulau Ubi katanya letaknya masih dekat dengan Pulau Onrust, namun tak jelas di sebelah mananya, karena sudah tertutup air sepenuhnya.

Sepertinya polemik tentang makam Kartosuwiryo akan terus berlanjut. Ah, sejarah selalu menyimpan misteri dalam narasinya.

Makam keramat yang masih misterius. Makam ini berbeda dengan makam-makam
Makam keramat yang masih misterius. Makam ini berbeda dengan makam-makam
Setelah makan siang, rombongan baru bergerak. Kami dengan senang hati kembali menyususuri pulau untuk yang kedua kali. Bersama rombongan, kami mengunjungi penjara yang gerbangnya dikunci.  Penjara ini tidak bisa diakses bebas. Kita harus didampingi oleh penjaga pulau yang memegang kuncinya.

Bekas penjara Pulau Onrust yang sudah direnovasi
Bekas penjara Pulau Onrust yang sudah direnovasi
Gambaran para tawanan di bekas penjara Pulau Onrust. Sempat bikin kaget awal melihat mereka
Gambaran para tawanan di bekas penjara Pulau Onrust. Sempat bikin kaget awal melihat mereka
Di sini kami menemukan sedikit cerita tentang serdadu Jermanyang pernah berada di Indonesia pada masa pemerintahan Adolf Hitler. Ceritanya tidak terlalu banyak. Hanya tulisan di dinding ruangan pertama dari tiga ruangan di bekas penjara tersebut.

Awak kapal Tujuh Provinsi atauDe Zeven Provincien,yang memberontak tahun 1933 juga pernah dipenjarakan di sini dan makam awaknya masih dapat kita temui di ujung pulau.

Sedikit catatan pengamatan tentang penjara ini. Ini terlepas dari rapi dan indahnya bekas penjara ini setelah direnovasi,  dan sedikit pun tidak mengurangi rasa hormat terhadap upaya yang dilakukan. Tapi saya agak kehilangan jejak "rasa penjara".  Cerita penjara memang bukan cerita yang sumringah, tapi saya rasa inilah salah satu daya tarik cerita yang dapat dikemas bagi wisatawan yang menggemari sejarah, termasuk untuk merasakan suasana yang suram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun