Sekitar 500 meter berlawanan arah dariBatu Karut 1, kami menemukan Batu Kursi. Batu sepanjang 2 meter dengan tinggi 1 meter yang berbentuk kursi ini, berada di halaman rumah Ibu Elsa. Syukurlah, ada penjaganya dan kami diijinkan masuk. Menurut Ibu Maryam, adik Ibu Elsa yang kami temui hari itu, batu ini hampir dipindahkan untuk dijadikan milik pribadi. Namun, pemilik rumah dan warga sekitar menolak. Di depan rumah tersebut terdapat batu datar yang disebut Batu Meja. Batu ini berada persis di pinggir jalan. Kalau tidak ditunjukkan, kami tentu akan terlewat melihatnya, karena bentuknya sekilas tampak seperti batu-batu gunung pada umumnya.
Ibu Maryam mengatakan, dulu di tebing di sisi Batu Meja sekarang, ada tebing batu yang berbentuk perosotan alami. Ibu Maryam menghabiskan masa kecilnya bermain di perosotan alami ini bersama teman-temannya. Kami tidak mengukur tinggi tebing ini, tetapi tampaknya cukup tinggi. Bisa dibayangkan asyiknya bermain meluncur di perosotan alami ini. Sayang sekali sekitar akhir tahun 1990-an, batu ini “hilang” dihancurkan untuk menjadi bahan bangunan.
Batu Karut 2
Tak jauh dari Batu Kursi, kami melanjutkan perjalanan menuju Batu Karut 2. Batu ini tertutup seprai yang dijemur ketika kami pertama melihatnya. Letaknya di tanah milik Pak Ade. Mengitari sisi batu, baru terlihat betapa besarnya batu ini. Panjangnya sekitar 4 meter dengan tinggi 2.5 meter. Letaknya persis depan pintu rumah keluarga Pak Ade.
Melihat Batu Karut 2dan Batu Kursi berada di tanah pribadi, saya mengagumi kesabaran keluarga-keluarga ini. Tentunya mereka berulangkali diketuk pintunya oleh pengunjung seperti kami yang penasaran ingin melihat batu.
Penasaran dengar cerita Pak Kumang, pemilik warung dekat Batu Karut 1, kami memutuskan untuk naik ojek ke desa tetangga. Batu Tapak terletak di Kampung Cileu’eur, Desa Sukaresmi. Menuju ke lokasi ini, kami menyebrangi aliran Sungai Ciapus. Konon kalau hujan deras dan banjir, jalan ini tidak bisa dilewati, sehingga warga harus memutar cukup jauh. Menuju ke kampung ini, kita akan melewati jalan sempit yang cukup hanya untuk 2 motor berpapasan dengan jalan yang sudah diperkeras beton. Sisi tebingnya tertutup kerimbunan pohon bamboo dan tutupan semak belukar. Sangat menarik!.
Di seberang Batu Tapak, kami melihat susunan batu mirip gua. Kata Pak Yanto yang mengantar kami, lokasi ini sering dijadikan tempat bertapa. Pak Yanti yang pertama kali ke tempat ini mengatakan, tempat ini masih angker. Baiklah…..