"I rode into the glow of the downy
Into the wider world
And never again will grief enter my heart"
Puisi yang dibacakan Emil Helfferich pada Dina Uhlenbeck-Ermeling, perempuan yang ditemuinya di kapal”Australien” menuju Batavia tahun 1903. (Bennett, 2006, p.94).
Kisah Emil Helfferich menjadi salah satu anak kunci untuk mencari jawaban teka-teki “mengapa ada makam Jerman” di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor?. Puisi itu terngiang ketika menatap 10 makam serdadu Jerman di lokasi ini. Di suatu masa, mereka pernah berada di salah satu pelabuhan di Jerman untuk memulai petualangan ke sebuah negeri asing dan tidak pernah kembali lagi. Makam ini menjadi penanda kehadiran mereka di Indonesia. “And never again will grief enter my heart” Semoga mereka sudah beristirahat dengan tenang di alam sana.
Penelusuran literatur yang kami lakukan setelah mengunjungi makam ini membawa kepada sebuah kisah yang sangat asing dan seingat kami, tidak pernah disebutkan sekalipun di dalam pelajaran Sejarah yang pernah kami dapatkan di sekolah. Referensinya ada di akhir tulisan ini.
Menuju lokasi ini, patokannya adalah Pertigaan Gadog, keluar tol Jagorawi menuju Puncak. Plang situs terletak sekitar 500 meter di sebelah kanan jalan (dari arah Bogor).
(Untuk rute ke lokasi ini, silahkan membuka tulisan sebelumnya: Catatan Rute Menapaki Jejak Serdadu Jerman di Megamendung. Untukinfo ringkas siapa itu Emil Helfferich, bisa dilihat di Teka-Teki Makam Jerman di Megamendung (Bag.1)
Kapal Perang dan Tentara Jerman
Sebelum Perang Dunia 1, kapal perang Jerman, seperti Gneisenau (1913) dan Scharhorst, kadang berlabuh di Indonesia. Untuk menghormati kedatangan mereka, Helfferich bersaudara kerap kali menjamu para prajurit dan kru kapal di perkebunannya di Sukaresmi.
Adolf Hitler dan Nazi, partai pendukungnya menyatakan perang pada tahun 1939 yang menandakan dimulainya Perang Dunia II. Saat itu Jepang yang menjadi sekutu Jerman berhasil mengalahkan Belanda pada tahun 1943. Itu sebabnya tentara Jerman kembali hadir ke Jawa bersama Jepang, melalui Angkatan Laut Nazi dari armada kapal selam (U-Boot) U-195 dan U-196.
Herwig Zahorka, sejarawan dan antropolog Jerman, mengungkapkan banyak fakta menarik dalam penelusurannya mencari jejak Jerman di Indonesia, termasuk Pulau Nias yang mencatat berbagai peristiwa penting bagi Jerman. Salah satunya tenggalamnya kapal tawanan Jerman saat pemindahan tawanan Jerman oleh Belanda Januari 1949, menewaskan sekitar 411 orang . Menceritakannya di sini akan terlalu panjang.
Membahas U-Boats Jerman akan membutuhkan ruang bahasan yang mungkin dapat menghasilkan sebuah buku. Karenanya, tulisan ini hanya memasukkan yang paling relevan.
Dari tahun 1935-1945, Jerman membangun 1.155 U-Boats. 15 diantaranya diambil alih dari Italia, 652 hilang atau tenggelam dalam perang, sedangkan 518 lainnya karena faktor lainnya, antara lain kecelakaan, rusak atau dijadikan hadiah untuk Jepang (Geerken, hal 438 )
Ada catatan Geerken yang menarik, yang terkait dengan U-195, dimana nisan Dr.Haake mengindikasikan kalau beliau adalah salah satu awaknya. Sejalan dengan waktu, ada banyak orang Jerman yang bersimpati dengan pejuang Indonesia dan secara sukarela ikut membantu perjuangan gerakan kemerdekaan. Mereka ini diantaranya aktif sebagai pelatih, PETA, pelaut dan tentara legiun asing Perancis, ikut berjuang di sisi Indonesia melawan kembalinya Inggris dan Belanda (Geerken, hal 443).
Enam pelaut Jerman, dimana 4 diantaranya adalah kru dari kapal U 195, tertangkap oleh Belanda saat mereka akan bergabung dengan pejuang Indonesia di Bogor. Mereka ini lalu dimasukkan ke Penjara Glodok, Jakarta, lalu dipindahkan ke Pulau Onrust (Kepulauan Seribu) dan kemudian dipindahkan ke Malang. Alasannya, Belanda kuatir kalau mereka akan dibebaskan oleh pejuang Indonesia.
September 1945 Jepang menyerah di berbagai tempat di Asia Tenggara (Borneo, Timor, Burma, Malaya, Singapore, dll). Anehnya, banyak para pelaut Jerman tetap tinggal di Indonesia secara sukarela. Sebagian diperbantukan oleh tentara sekutu, sebagian menanggalkan seragamnya. Situasi saat itu begitu chaos, sehingga pertempuran terjadi dimana-mana. Pada bulan September 1945, Resimen Ghurka-Inggris menemukan tentara Jerman di Cikopo (daerah Arca Domas, Sukaresmi). Mereka diperbantukan untuk menjaga tempat-tempat penampungan Belanda di Bogor dan harus kembali mengenakan seragam tentara dan memegang senjata.
Komplek makam ini kini dikelola oleh Kedutaan Besar Jerman. Menurut penjaga makam, Ibu Nyai, setiap tahun selalu ada orang kedutaan Jerman yang datang ke tempat ini untuk berdoa dan tabur bunga. (21/1/17). Nisannyaberbentuk Eisernes Kreuz, atau salibbaja simbol militer Jerman yang dianugerahkan untuk keberanian prajurit dalammasa perang.
Beberapa catatan singkat mengenai tewasnya para serdadu yang dimakamkan di komplek pemakaman Arca Domas, Sukaresmi disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain terbunuh pejuang Indonesia karena dikira Belanda, sakit dan kecelakaan. Ada pula makam yang pemilik dan kisahnya sama sekali tidak tercatat dalam sejarah dan untuk itu tetap menjadi “Unbekannt” atau tidak dikenal.
Urutan yang dirangkum dari berbagai sumber di bawah ini mengurutkan waktu kematian serdadu sesuai kronologi waktu.
- Dr.Heinz Haake, meninggal paling awal, yaitu pada 30 November 1944. Dr.Heinz Haake adalah dokter perang yang bertugas di U-196. (Pada tanggal 30 November 1944, U-196 bertolak dari Batavia berlayar menuju laut Sunda ke perairan lepas. Setelahnya kapal ini hilang kontak dan dideklarasikan hilang pada tanggal 12 Desember 1944)
- Eduard Onnen, Schiffszimmermannatau tukang kayu kapal, meninggal pada 15 April 1945.
- Letnan Kapten Herman Tangermann meninggal karena kecelakaan pada 23 Agustus 1945. Tangermann adalah prajurit dengan pangkat tertinggi yang dimakamkan di Arca Domas.
- Kopral Satu Willi Petschow meninggal karena sakit di Cikopo pada 29 September 1945.
- Letnan Satu Willi Schlummer dan
- Letnan Insinyur Wilhelm Jens terbunuh di Gedung Jerman di Bogor pada bulan Oktober 1945. Diduga terbunuh oleh pejuang Indonesia yang mengira mereka adalah orang Belanda.
- Letnan Laut W.Martens terbunuh dalam perjalanan dari Jakarta ke Bogor pada bulan Oktober 1945.
- Letnan Satu Laut Friedrich Steinfeld, komandan U-195 di Surabaya meninggal pada 30 November 1945.
- Dua makam yang terletak di undakan pertama di komplek makam Arca Domas ini tertulis “Unbekannt” atau tidak dikenal.
Dari berbagai literatur yang ditemui, tampaknya makam Jerman dan monument yang ada di Arca Domas, Sukaresmi ini hanyalah sepotong kisah kecil dari jejak keberadaan Jerman di Indonesia. Tentunya akan banyak hal tak terduga lainnya jika kita terus mencari tahu. Sungguh, Indonesia, negeri tercinta ini memiliki begitu banyak sisi sejarah yang sangat menarik untuk ditelusuri.
Teks dan Foto: Diella Dachlan, Bimo Tedjokusumo
Di bawah ini adalah lirik "Ich hatte Ein Kameraden" (saya bukan pendukung Nazi lho. Hanya lagu ini sesuai dengan suasana pemakaman militer Jerman saat berkunjung)
Ich hatte Ein Kameraden
Ich hatt' einen Kameraden,
Einen bessern findst du nit.
Die Trommel schlug zum Streite,
Er ging an meiner Seite
In gleichem Schritt und Tritt.
Eine Kugel kam geflogen:
Gilt’s mir oder gilt es dir?
Ihn hat es weggerissen,
Er liegt zu meinen Füßen
Als wär's ein Stück von mir.
Will mir die Hand noch reichen,
Derweil ich eben lad.
Kann dir die Hand nicht geben,
Bleib du im ew'gen Leben
Mein guter Kamerad!
I once had a comrade,
You will find no better.
The drum called to battle,
He walked at my side,
In the same pace and step.
A bullet came a-flying,
Is my turn or yours?
He was swept away,
He lies at my feet,
Like it were a part of me.
He still reaches out his hand to me,
While I am about to reload.
I cannot hold onto your hand,
You stay in eternal life)
My good comrade.
https://en.wikipedia.org/wiki/Ich_hatt'_einen_Kameraden
Referensi:
A Gecko for Luck: 18 years in Indonesia, Horst H. Geerken, 2015 (Hal 366-368)
Economist, Financier, Politician, John G. Williamson, 1971
Hitler's Asian Adventure, Horst H. Geerken, 2015
Ratline: Soviet Spies, Nazi Priests, and the Disappearance of Adolf Hitler, Peter Levenda, 2012
Referensi Bahasa Indonesia:
Ada Kuburan Tentara Hitler di Indonesia, Tempo.com, 12 Desember 2014
Jejak Serdadu Jerman di Kaki Pangrango, Hendijo, Arsip Indonesia.com, 16 Juli 2014
Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia, Herwig Zahorka
Sepenggal Cerita dan Foto dari Makam Tentara Jerman di Megamendung, Detik News, Kamis 21 Nov 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H