Sudah 72 tahun, 10 jasad serdadu Jerman terbaring di bawah keteduhan pohon-pohon besar yang mengelilinginya di kawasan Arca Domas, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Nisannya berbentuk Eisernes Kreuz,atau salib baja simbol militer Jerman yang dianugerahkan untuk keberanian prajurit dalam masa perang. Dari keterangan nisan, 8 serdadu ini meninggal pada periode tahun 1944-1945, pada usia rata-rata 30 tahunan. Dua makam di undakan paling bawah bertuliskan “Unbekannt” atau tidak dikenal.
Untuk rute ke lokasi ini, silahkan membuka tulisan sebelumnya: Catatan Rute Menapaki Jejak Serdadu Jerman di Megamendung.
Meskipun Anda mungkin belum membaca literatur apapun ketika datang ke tempat ini, monumen di undakan paling atas komplek makam ini yang diapit oleh patung Ganesha dan Buddha itu akan membuat benak bertanya-tanya.
Monumen itu bertuliskan :
Dem Tapferen Deutsch-Ostasiatischen Geschwader 1914.
Errichtet von Emil und Theodor Helfferich 1926
Tiga hal yang kurang nyambung itu tak ayal menimbulkan pertanyaan.
Pertanyaan pertama. Siapa itu Emil dan Theodor Helfferich, sehingga mereka bisa membuatkan monumen dan mengijinkan serdadu Jerman dimakamkan di sini?.
Pertanyaan kedua. Monumen itu tertanda 1926 untuk memperingati gugurnya prajurit Skuadron Jerman-Asia Timur tahun 1914. Peristiwa apa itu? Kenapa membuat monumennya di tempat ini? Apakah ada hubungannya dengan 10 makam yang ada di tempat ini?. Agak ganjil. Karena dari nisan, hampir seluruh serdadu dimakamkan disini pada tahun 1945 atau 19 tahun setelah monumen itu berdiri.
Pertanyaan ketiga. Dari tanda U-196 di makam Dr. Oblt.u.Li Dr.Ing.H.Haake dan tanda U-195 di makam Oblt z.S Friedrich Steinfeld (paling ujung kiri), ini menandakan keduanya adalah awak kapal selam Jerman. Pertanyaannya, mengapa awak kapal selam Jerman bisa dimakamkan di kaki Gunung Pangrango?.
Pertanyaan pun akan makin panjang, jika kita mempertanyakan tentang nama kawasan itu sendiri. Arca Domas artinya 800 patung. Konon di daerah ini pernah ditemukan arca yang informasinya kini simpang siur tentang keberadaan arca-arca tersebut. Dari nama kawasan yang dekat dengan Sejarah kerajaan Hindu, maka kita akan terlontar lebih jauh lagi ke masa lampau, jika berniat menelusurinya.
Sebuah makam yang awalnya hanya untuk kunjungan iseng-iseng belaka, menjadi kunci perjalanan mengunjungi masa lampau untuk mencari tahu kisah dibalik peristiwa-peristiwa ini. Kami yang datang ke lokasi ini pada 21 Januari 2017 pun semakin penasaran untuk mencari tahu.
Untuk menjawab pertanyaan pertama dan kedua, kami memulai penelusuran untuk mencari tahu siapa itu Emil Helfferich. Kisah hidupnya amatlah menarik. Literatur dan referensinya ada di akhir tulisan ini.
Emil Helfferich (1878-1972) adalah pengusaha berkebangsaan Jerman. Awalnya, Emil datang ke Penang pada tahun 1899 dan pindah ke Sumatera Selatan untuk mendirikan perusahaannya. Ia juga dikenal sebagai pedagang lada. Lalu ia pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1903. Emil pernah menerbitkan surat kabar berbahasa Jerman yaitu Deutsche Wacht. Ia bahkan sempat berkantor di Toko Merah, rumah tinggal Gubernur Jenderal Baron von Imhoff, di kawasan Kota Tua Jakarta.
Tahun 1905, Pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan politik pintu terbuka (opendeur politiek)yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk orang Eropa non-Belanda untuk berinvestasi di Hindia Belanda. Kesempatan ini dimafaatkan oleh Helfferich bersaudara untuk membeli tanah seluas 900 hektar dan membangun perkebunan teh berikut pabrik pengolahannya di Desa Sukaresmi setelah Perang Dunia I (1944-1918).
Emil berkontribusi besar untuk memperkuat hubungan dagang Jerman Indonesia, ia mempelopori berdirinya perhimpunan warga Jerman di Hindia Belanda. Pada tahun 1924, ia juga mendirikan the Deutscher Bund, kamar dagang Jerman pertama di Indonesia, yang kemudian tutup pada tahun 1940 sebelum Perang Dunia II.
Sisi Emil Helfferich yang cukup kontroversial adalah ia tercatat sebagai anggota Partai Nazi. Ia dikenal cukup dekat dan bersahabat dengan pejabat-pejabat Nazi, seperti Heinrich Himmler. Pada November 1932, Emil menjadi ko-sponsor untuk mengajukan Petisi Industri kepada Presiden Paul von Hindenburg yang menuntut agar Adolf Hitler menjadi Kanselir Jerman. Bertentangan dengan harapan Presiden Hindenburg, Hitler menjadi Kanselir pada Januari 1933, hanya dua bulan dari saat petisi diajukan. Dan hal ini dimungkinkan oleh dukungan para bankir dan industrialis seperti Helfferich.
Emil Helfferich termasuk salah satu tokoh kunci untuk menelusuri hubungan kedua Negara ini di masa lalu. Saudaranya, Karl Theodor Helfferich (1872-1924), merupakan politikus dan ekonom kenamaan Jerman. Emil tinggal di Jawa sebagai pedagang lada tahun 1899 hingga 1928. Ia kembali ke Jerman pada usia 51 tahun dan menjabat berbagai posisi penting di Republik Weimar, termasuk kepala perusahaan pengiriman barang Hamburg-Ameria, yang kemudian dikenal sebagai HAPAG-Lyod.
Helfferich bersaudara tampaknya sangat mencintai negara, berjiwa patriotik dan aksi-aksi kepahlawanan. Monumen di Arca Domas, Sukaresmi ini dibangun untuk menghormati aksi heroik Admiral Maximilian Graf von Spee yang pada 8 Desember 1914 melawan Inggris. Pada pertempuran di Kepulauan Falkland atau Malvinas, Amerika Selatan, 4 kapal perang Jerman tenggelam dan sekitar 2000 orang Jerman, termasuk Admiral Spee dan kedua putranya tewas.
Awalnya, Helfferich bersaudara berpikir untuk mendirikan monumen peringatan gugurnya prajurit Skuadron Jerman-Asia Timur tahun 1914 itu di gugusan kepulauan Cocos Keeling. Kepulauan ini terletak sekitar 2.750 km dari Perth, Australia. Alasannya karena kapal "Emden" yang tenggelam akibat perang Cocos pada 9 November 2014, Jerman melawan sekutu untuk menghancurkan komunikasi sekutu, berada di sana.
Namun, karena pertimbangan lokasi, Helfferich bersaudara memutuskan untuk membuat tugu peringatan di kawasan Arca Domas, di kaki Gunung Pangrango, Bogor. Alasannya, karena lokasi itu masih merupakan kawasan perkebunannya dan karena para prajurit dan kru kapal Jerman sering berkunjung ke lokasi ini.
Kedatangan kapal “Hamburg”, kapal Jerman pertama yang mengunjungi Indonesia dan setelah Perang Dunia 1 dan berlabuh di Batavia pada tahun 1926, dijadikan momentum untuk meresmikan pendirian monumen. Tercatat, pada hari Minggu, 17 Oktober 1926, 21 konvoi mobil berisi serdadu angkatan laut Jerman datang ke Arca Domas, perkebunan milik Helfferich.
Teka-teki belum selesai. Tulisan ini bersambung ke (Bagian 2) Teka-Teki Makam Jerman di Megamendung.
Teks dan Foto: Diella Dachlan
--
Referensi:
A Gecko for Luck: 18 years in Indonesia, Horst H. Geerken, 2015 (Hal 366-368)
Economist, Financier, Politician, John G. Williamson, 1971
Hitler's Asian Adventure, Horst H. Geerken, 2015
Ratline: Soviet Spies, Nazi Priests, and the Disappearance of Adolf Hitler, Peter Levenda, 2012
The Pepper Trader : True Tales of the German East Asia Squadron and the Man who Cast them in Stone, Geoff Bennett, 2006
Referensi Bahasa Indonesia:
Ada Kuburan Tentara Hitler di Indonesia, Tempo.com, 12 Desember
Jejak Serdadu Jerman di Kaki Pangrango, Hendijo, Arsip Indonesia.com, 16 Juli 2014
Nyaris Terlupakan, Monumen Perang Dunia Pertama di Cikopo, Mahandis Yoanata Thamrin,National Geographic Indonesia, 12 September 2013,
Perjalanan Ke Deutscher Soldatenfriedhof Arca Domas, Kuburan Awak U-boat Jerman di Bogor, Alif Rafik Khan, 4 Mei 2012
Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia, Herwig Zahorka
Sepenggal Cerita dan Foto dari Makam Tentara Jerman di Megamendung, Detik News, Kamis 21 Nov 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H