[caption id="attachment_407848" align="aligncenter" width="300" caption="Berperahu menjelajahi kawasan Rawa Danau"][/caption]
Tulisan: Diella Dachlan, Foto: Deden Iman
Tulisan ini dalam bentuk yang berbeda sudah dipublikasikan oleh Intisari pada akhir tahun 2014
Panorama alam yang tidak sengaja kami temui pada perjalanan dinas ke Banten April 2014 lalu, ketika menyusuri jalan lama Serang ke Carita, membuat hati tak tahan godaan ini mencari tahu tentang lokasi ini.
“Itu Rawa Danau, satu-satunya rawa pegunungan di Pulau Jawa, masih merupakan daerah hulu DAS Cidanau, sumber air untuk kawasan industri Cilegon” Kata Dede Rusdiman, Kepala Resor Cagar Alam Rawa Danau, yang kami temui di pos-nya (24/4/14). Sebuah lokasi indah untuk menikmati panorama alam Rawa Danau dari ketinggian. Tak ayal, sebuah siasat disusun untuk menambah agenda ekstra perjalanan dinas agar bisa mengunjungi lokasi ini.
[caption id="attachment_407853" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana menuju pintu masuk kawasan Rawa Danau di Kampung Sukamaju, Desa Citasuk, Kab Serang"]
Surat Ijin Masuk dan Rute
Karena bukan termasuk kawasan wisata, untuk masuk ke kawasan ini, kami harus mengantungi surat ijin masuk (lihat Tips) dan didampingi petugas cagar alam. Beruntung, surat ijin dan lain sebagainya bisa diurus satu hari sebelumnya. Lokasi mengurusnya yaitu di Kantor BBKSDA, Jl H.Tb Suwandi gang Perintis III Serang, Tel 0254 210968.
Hari berikutnya, pagi-pagi sekali kami dan Zaenal, petugas yang bertugas menemani kami menjelajahi Rawa Danau. Dari Serang kami mengambil jalur ke Padarincang melalui Ciomas dengan jarak sekitar 60 km atau 2 jam perjalanan.
Dari tempat parkir di Kampung Sukamaju, Desa Citasuk, Kecamatan/Kabupaten Padarincang, kami harus berjalan kaki sekitar 2 kilometer melewati persawahan menuju lokasi penjemputan perahu untuk menjelajahi kawasan.
[caption id="attachment_407846" align="aligncenter" width="300" caption="Ular belang di atas kami"]
Disambut Ular dan Babi
Separuh perjalanan menuju hutan, seekor ular tanah dengan panjang satu meter melintang di jalan kami, di depannya ada seekor kodok yang sepertinya merupakan calon makan siang sang ular. Sial bagi sang ular dan untung bagi sang kodok, kehebohan Yoki (yang ternyata takut bukan main pada ular) dan langsung kabur, membuat ular tersebut juga ikut kabur.
Memasuki kawasan teduh di sisi sungai, terdengar bunyi gemerisik dari semak-semak. Lalu tiba-tiba … “Awaaaas”…..teriak Zaenal, staf kantor resor cagar alam yang menemani kami hari itu. Dua ekor anak babi hutan menerjang keluar dari semak-semak, nyaris menabrak Yoki yang seketika menjadi pucat pasi. Dengan sigap Zaenal mengambil batang kayu dan memberi tanda agar kami berdiri diam tidak bersuara. Biasanya, jika ada anaknya, induknya tidak jauh dari tempat itu.
Syukurlah setelah beberapa saat, sang induk tidak memunculkan diri, sehingga kami melanjutkan perjalanan. Lepas dari terjangan babi, meski hati masih dag dig dug, tak ayal kami juga terpingkal-pingkal. Kok dua kali kejadian berturut-turut, targetnya masih sama: Yoki.
Perahu jukung kayu menjemput kami di lokasi yang sudah ditentukan. “Hanya ada dua perahu untuk menjelajahi kawasan ini” Kata Zaenal yang hari itu berbaik hati membantu Kang Jamal mendayung perahu. Perahu milik Kang Jamal ini idealnya bermuatan 4 penumpang. Namun apa daya, karena keterbatasan waktu untuk mengontak perahu satu lagi, kami berenam berdesakan di perahu jukung ukuran 3,5 meter dengan lebar 1,5 meter itu. Akibatnya, di sepanjang perjalanan hari itu, setiap kali salah seorang dari kami melihat satwa yang menampakkan diri, perahu berguncang dengan hebat dan air sungai masuk ke dalam perahu.
[caption id="attachment_407850" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu penghuni Rawa Danau yang kami temui"]
[caption id="attachment_407851" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana Rawa Danau yang tenang"]
Dari Jaman Belanda
Rawa Danau dengan luas 3,500 hektar ini (hasil pengukuran terakhir tahun 2011) yang merupakan satu-satunya rawa pegunungan yang ada di Pulau Jawa, hampir seluruhnya tertutup air dengan kedalaman bervariasi. Sehingga untuk menjelajahi kawasan ini perlu menggunakan perahu. Rawa Danau adalah rumah dari 131 spesies endemik flora dan fauna yang beberapa spesies ini masuk dalam kategori dilindungi. Membatasi pengunjung dan membiarkan kawasan sealami mungkin untuk tetap menjaga ekosistem kawasan adalah salah satu tujuan perlindungan kawasan.
Dari informasi Cagar Alam Rawa Danau, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Barat, kawasan ini sudah ditetapkan pada masa Pemerintah Kolonial Belanda. Berdasarkan surat Government Besluit (GB) 60 Staatblad Nomor 683 tertanggal 16 November 1921. Kawasan ini termasuk kawasan suaka alam yang fungsi utamanya sebagai kawasan untuk konservasi keanekaragaman flora dan fauna. (UU No 5 tahun 1990).
Cagar Alam Rawa Danau berada pada tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Serang, yaitu Kecamatan Padarincang, Kecamatan Mancak dan Kecamatan Gunung Sari.
Beberapa jenis flora dan fauna di kawasan ini antara lain flora khas daerah rawa seperti Gempol (Antocephalus cadamba), Gagabusan (Alstonia apiculata), Jajawai (Picus rutsa), Kadeper (Mangifera oderata), Rengas (Gluta rengas) dan Kantong semar (Nephentes sp). Sedangkan jenis mamalia, burung, reptil dan ikan yang ditemukan di kawasan ini antara lain; Mamalia; Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Sus yitatus), Lutung (Presbytes pirrus), Surili (Presbytus aygula) dan Kucing hutan (Felis bengalensis).
Sedangkan untuk jenis burung, yang ditemukan di dalam kawasan, yaitu; Raja udang (Halcioncloris palmeri), Banyau tongtong (Leptophilos jayeni), Pecuk ular (Anhinga melanopqaster), Elang ruyuk (Spilornis cheela) dan Rangkong badak (Buceros rhinoceros).
Bertemu Burung, Monyet Hingga Ular (Lagi)
Hari itu kami memang sedang beruntung. Setelah disambut oleh ular tanah melintang dan anak babi hutan, kami juga “beruntung” bertemu tiga ekor ular berwarna hitam dan kuning. Ketiga ular tersebut sedang bergelung di dahan pohon ketika kami lewat persis di bawahnya.
Kehebohan di atas perahu sempit itu terjadi lagi ketika melintas dibawah ular. Deden yang senang memotret dan saya yang suka ular ingin berlama-lama, sedangkan Yoki dan Heru ingin segera berlalu dari tempat itu. Sekali lagi perahu bergoyang hebat, hingga nyaris terbalik karena penumpangnya sama-sama bersemangat dengan motivasi berbeda.
Ketika menikmati tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang berlompatan di cabang pohon, beberapa dari kami menyadari bahwa lintah dan pacet ternyata ikut “menumpang” pada kaki sudah menggemuk dan sulit dilepaskan dari keasyikannya menghisap darah di kaki. Kami juga bertemu dengan Lutung hitam yang segera masuk ke hutan ketika melihat kami. Yang cukup sering menampakkan diri adalah berbagai jenis burung, di antara lain Belibis, Pucuk Ular, Rangkong Badak dan Elang.
Menurut Zaenal, buaya juga masih ada di Rawa Danau ini. Namun lokasi mereka ada di sisi lain kawasan ini dan relatif sulit ditempuh, apalagi dengan kondisi perahu yang kurang memadai ditambah dengan kelebihan beban penumpangnya.
[caption id="attachment_407849" align="aligncenter" width="300" caption="Kawasan Hulu DAS Cidanau"]
Sumber Air untuk Kawasan Industri Cilegon
Kami melewati cabangan sungai kecil. Menurut data Cagar Alam Rawa Danau, kawasan ini merupakan lokasi bermuaranya beberapa sungai, antara lain sungai Cimanuk (Cikalumpang), Cibugur, Cisawara, Cisaat, Cidangiang, Citeureup dan Cipadarincang. Sungai-sungai tersebut bersumber dari Gunung Karang, Gunung Parakasak dan Gunung Mandalawangi.
Sedangkan Sungai Cidanau, salah satu sungai terbesar di Provinsi Banten, mengalir dari kawasan ini menuju pantai utara dan bermuara di Pantai Teneng, Desa Sindanglaya, Cilegon. Dari kawasan ini adalah kebutuhan air industri dan permukiman di Cilegon terpenuhi.
Di sepanjang perjalanan, rute kami kadang terhalang oleh batang pohon yang melintang, atau gulma air seperti eceng gondok yang memerlukan waktu untuk menyingkirkannya. Air di kawasan ini dipenuhi oleh gulma dan jenis algae. Sebagaimana kawasan rawa pada umumnya, jarak pandang melihat apa yang ada di bawah permukan air tersebut sangatlah terbatas. Menurut Zaenal, pihak pengelola kawasan mengadakan pemeliharaan rutin membersihkan air dari gulma setiap dua atau tiga bulan.
Tak terasa sudah dua jam kami mengelilingi kawasan Rawa Danau. Kami sempat berhenti di bekas pos pembersih sungai yang sudah ditinggalkan. Menikmati alam sekeliling, mendengarkan suara-suara satwa, mengamati burung dan menikmati suara gemerisik semak-semak yang tertiup angin dan gemericik air.
Sudah ada beberapa upaya pelestarian sumber daya air dan keanekaragaman hayati di Cagar Alam Rawa Danau, misalnya imbal jasa lingkungan antara pemangku kepentingan air di hulu dan hilir yang digagas oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC). Hal ini adalah salah satu upaya menggembirakan dan membangkitkan optimisme.
Kami merasa sangat beruntung bisa berkunjung ke Cagar Alam Rawa Danau. Sebagian besar pengunjung ke kawasan ini adalah para peneliti, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Itupun masih banyak aspek dari Cagar Alam Rawa Danau yang belum tuntas diteliti.
Data penelitian, bahkan informasi lengkap tentang Rawa Danau pun masih cukup sulit ditemukan di internet. Kalaupun ada, informasinya masih terbatas di kalangan pemangku kepentingan dan belum dapat diakses masyarakat pada umumnya. Anda tertarik untuk meneliti di kawasan ini?
[caption id="attachment_407852" align="aligncenter" width="300" caption="Wajah penumpang perahu yang kelebihan beban"]
Tips mengunjungi kawasan Cagar Alam Rawa Danau:
- Karena kawasan ini masuk dalam kawasan cagar alam, untuk masuk ke lokasi ini, pengunjung harus terlebih dahulu mempersiapkan surat ijin masuk. Surat ijin masuk dapat diurus di Seksi Konservasi Wilayah I Serang Jl. HTB Suwandi Gg Perintis III Telp. 0254 210968 Serang Banten.
- Menyediakan satu hari sebelum masuk kawasan untuk mengurus Surat ijin Masuk (Simaksi), berkoordinasi dengan staf Cagar Alam yang akan menjadi pendamping dan mengurus persewaan perahu (biaya sewa perahu sekitar Rp 300,000/hari). Perahu dapat menampung idealnya 4 orang penumpang.
- Idealnya menggunakan baju yang nyaman dikenakan, menyerap keringat dan membawa baju ganti. Menggunakan sepatu bot untuk melindungi kaki dari serangan pacet dan lintah, juga jika ingin turun menjelajahi kawasan kering yang berada dalam cagar alam. Membawa topi karena cuaca yang terik.
- Membawa cukup perbekalan makanan dan minuman, karena tidak ada tempat membeli makanan di kawasan ini serta membawa kembali sampah keluar dari kawasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H