Mohon tunggu...
Diekdock
Diekdock Mohon Tunggu... -

Karyawan swasta pemilik blog ruangkita.co

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dalang Pembunuhan Itu Mantan Pejabat

4 Januari 2016   12:52 Diperbarui: 4 Januari 2016   12:52 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Perintah Ndan, berikutnya bagaimana,” kata pria yang baru masuk ruangan.

“Sama seperti sebelumnya, kalau tetap sama ya selesaikan saja. Eh katanya pelurumu habis, minta ke logistik,” kata pria yang dipanggil komandan itu. Pria itu adalah perwira, komandan di satuan yang ada di kantor polisi itu. Dia menerima laporan tugas anak buahnya dan kemudian memberikan perintah dengan suaranya yang tegas.

Ketiga pemuda yang di dalam tahanan tampak gelisah setelah mendengar percakapan petugas itu. Berbagai dugaan mereka simpan dalam pikiran masing-masing. Ketiganya pun tampak masih saling diam, tenggelam dalam kecemasan yang tergambar dalam raut wajahnya.

Suara orang berjalan menuju sel tahanan makin dekat. “Siapa namanya Jhon. Ikut!” kata petugas di di pintu sel. Jhon bangkit saat petugas berseragam membukakan pintu. Jhon pun ikut dibawa dua petugas seperti dua rekannya sebelumnya. Dua teman Jhon yang tersisa di sel tampak berdiri memandang Jhon digiring melewati lorong.

Hampir 10 jam, Tio, Rudi dan Jhon tidak dibawa kembali ke sel. Hari sudah sore. Amro dan Nadi pun semakin gelisah dan cemas. Hanya mereka berdua yang ditinggal di sel.

Apalagi sebelumnya mereka mendengar percakapan ‘lubang penuh’ ‘disemen’ ‘ceceran’ ‘diseret’. Dalam pikiran kedua pemuda yang diduga terlibat kasus pembunuhan, itu pun menyimpulkan perkiraan-perkiraan yang terjadi pada tiga rekannya.

Nadi yang di antara lima pemuda itu tampak paling muda mulai berkeringat dingin. “Kemana mereka dibawa tadi. Kenapa tidak dikembalikan ke sini,” tanyanya kepada Amro.

“Ah tenang saja,” jawab Amro yang berusaha menyembunyikan kecemasannya, sama seperti Nadi. Amro kemudian membuka kaos polo berwarna birunya. Tampak berbagai macam tato digambarkan di tubuhnya yang berwarna gelap itu hingga nyaris tak jelas gambar apa semua di tubuh maupun lengannya itu.

12 jam sudah berlalu. Belum ada tanda-tanda tiga pemuda yang dibawa polisi keluar sel tadi dikembalikan ke ruang sel. Kemudian di ruang sebelah sel tampak orang masuk.

“Bagaimana Yan?” kata pria di ruangan itu sepertinya sedang menelepon. “Kalau batrei habis, pakai saja setrum listrik itu. Kalau sudah diselesaikan, nanti buang saja yang jauh,” tambah pria yang sejak awal dipanggil komandan itu memerintahkan anak buahnya via telepon.

Nadi yang mendengar ucapan itu semakin menggigil ketakutan. Dalam pikirannya apa yang dibicarakan petugas dari ruang sebelah adalah mengenai nasib rekannya. “Bagaimana nasib mereka kok tidak balik-balik ke sini. Sebentar lagi giliran kita,” katanya lagi ke Amro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun