Mohon tunggu...
Diekdock
Diekdock Mohon Tunggu... -

Karyawan swasta pemilik blog ruangkita.co

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

MEA: Kita (Baru) Siap Menjadi Pekerja dan Konsumen

27 Desember 2015   18:40 Diperbarui: 27 Desember 2015   19:07 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barang milik investor asing, baik yang masuk melalui impor atau yang dikerjakan di Indonesia, pasti akan membanjiri pasar kita. Apalagi saat ini para pemodal asing diberikan kemudahan bukan hanya perizinan berinvestasi, tapi didukung dengan infrastruktur. Misalnya saja, jalan tol yang menghubungkan pelabuhan ke pusat distributor. Kemudian dari pusat distributor ke pasar-pasar di daerah. Jalan-jalan mulus, ongkos distribusi bisa ditekan menjadi murah, keuntungan investor bertambah.

Belum lagi ditambah dengan promosi (iklan) produk-produk buatan luar negeri yang menggiurkan melalui pencitraan pariwaranya. Pengaruh iklan terhadap gaya hidup masyarakat sangat besar. Iklan yang massif dikemas cantik, membuat psikologis masyarakat kita goyah dan seolah harus mengikuti gaya hidup yang ada di iklan. Ujung-ujungnya masyarakat menjadi konsumtif dengan produk luar negeri yang ditawarkan.

China dan India adalah dua negara yang jumlah penduduknya juga besar. Kedua negara itu juga jadi sasaran pasar internasional. Namun, justru mereka bisa membuat produk-produk yang dijual hingga ke luar negeri. Termasuk ke negara kita. Bahkan, dari dua negara itu juga banyak yang menanamkan modal di Indonesia dengan mempekerjakan rakyat kita. Mereka sudah jauh menjadi produsen.

Kemudian di posisi produksi, kita hanya akan siap menjadi pekerja di industri yang notabene milik asing itu. Sebagai pekerja, tentu kita ikuti peraturan yang ada. Gaji minimal regional, minimal provinsi dan minimal kabupaten atau kota diatur sedemikian rupa oleh pemerintah bersama pengusaha. Meskipun kemarin melibatkan Dewan Pengupahan, namun campur tangan pemerintah yang sudah ‘direcoki’ pemodal, turut andil dalam pengupahan. Hal itu tak sepenuhnya mewakili harapan pekerja.

Sebagai pekerja, kita dituntut bekerja sesuai aturan jam. Memproduksi barang milik pemodal. Kemudian barang itu, di luar untuk kebutuhan hidup sehari-hari, nanti juga kita beli dengan harga yang jauh lebih mahal daripada ongkos produksi.

Gaji yang pasa-pasan, ditambah arus barang yang masuk menggoda kita sebagai konsumen untuk membeli. Nyaris pekerja tak ada investasi. Bekerja lelah dan letih hanya untuk belanja. Sekali lagi, gaya konsumtif kita sedikit banyak dipengaruhi iklan serta barang yang tersedia. Ironisnya, tidak banyak barang buatan dalam negeri.

Negara kita mengandalkan pemodal atau investor asing, bukan mengembangkan potensi rakyatnya sebagai pelaku industri di sektor permodalan. Sehingga selamanya kita hanya menjadi pekerja dan konsumen.

Saya membayangkan, pemerintah membuat aturan tentang pengelolaan sumber daya alam yang hanya boleh digarap pemerintah pusat, pemerintah daerah melalui perusahaanya, serta kelompok masyarakat berbentuk koperasi. Hasil dari itu semua akan kembali ke kemakmuran rakyat.

Kemudian pemerintah juga mendorong UMKM bukan hanya perseorangan, tapi bisa koperasi membentuk badan usaha untuk industri. Pemerintah memberikan kemudahan modal, pembinaan keterampilan agar produk yang dihasilkan berkualitas dan bersaing, kemudian memberikan fasilitas untuk promosi produknya. Bahkan, bukan tidak mungkin produk yang dihasilkan bisa membanjiri negara lain.

Namun, MEA sudah berjalan. Kesiapan kita sebagai produsen masih kalan jauh dengan negara dengan penduduk besar lainnya atau mungkin dengan Malaysia, Singapuran dan Thailand. Karena kita tak mampu membentengi diri dengan produk dalam negeri yang bersaing, maka mau tidak mau kita hanya akan menjadi konsumen. Seiring investor asing yang masuk, kita tak bisa membentengi diri dengan usaha sendiri, maka mau tidak mau kita hanya akan menjadi pekerja. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun