Mohon tunggu...
Sandiego Himawan
Sandiego Himawan Mohon Tunggu... -

ein Student in Medizintechnik und biomedizinischer Wissentschaftler

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Dunia yang Berbeda : Epilog

11 Oktober 2013   20:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:40 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


oleh : Sandiego Himawan


Epilog : Awal dari Dua Dunia yang Menyatu


17 Juli 2014


Kereta S-Bahn yang hendak ditumpangi Clara sudah sampai di stasiun Zoologischer Garten. Siang itu ia ingin pulang lebih awal karena ingin menyiapkan masakan untuk Albert yang akan menemaninya pada malam nanti untuk makan malam bersama. Cuaca masih terik seperti biasanya namun cukup berangin. Clara melihat pemandangan kota Berlin yang terlihat dari balik jendela kereta. Sesampainya di rumah, ia langsung menyiapkan perlengkapan masaknya. Sekitar 2 jam telah berlalu, terdengar bunyi bel dari arah pintu depan rumahnya. Albert dan Sabine datang membawakan buah-buahan segar.


“Abend Clara ! Wie geht's dir ? (Malam Clara, apa kabar ?)”, sapa Albert yang kelihatan senang melihat Clara malam itu.

“Gut, Danke .. Aduh ga perlu repot-repot kali Albert..”, Clara membantu membawakan Buah- buahan yang dibawakan Albert dan Sabine.

“Ka Clara ini buahnya enak loh, murah lagii”, Sabine mengambil satu buah dan menunjukkannya ke Clara.

“Hahaha, oh ya ? Nanti kita makan bareng-bareng yaa .. Ayo masuk , kakak udah bikinin masakan yang paling enak buat kalian.”


Mereka bertiga berbicara satu sama lain sambil menikmati masakan Clara pada malam itu sedangkan ayah Clara, Pak Anwar, sedang berada di Hannover untuk mengunjungi koleganya. Albert sesekali menghibur mereka berdua dengan melodi piano yang ia mainkan di rumahnya Clara. Sabine terlihat asyik bermain bersama Clara hingga ia tertidur di pangkuannya.


“Lucu ya kalau melihat dia lagi tertidur..”, Clara berbisik pelan kepada Albert yang duduk disampingnya.

“lucu apaan ? Tumben dia kalem kalau tidur di dekat kamu”

“Hehehe, emang biasanya gimana ?”

“Ssst, ada yang lagi tidur ..”

“Oh, iya ya.. kamu sih ..”

“...”, Albert memandangi Clara dan seketika itu ia teringat pertemuannya dengan seorang lelaki beberapa tahun yang lalu selagi ia pulang ke Indonesia.

“Oh ya Clar, beberapa tahun yang lalu sewaktu aku pulang ke Indonesia, aku bertemu dengan seseorang di Bandara Soekarno-Hatta. Waktu itu aku pulang bersama dengan Alice. Ia mengatakan padaku bahwa ia mempunyai seorang teman yang sedang bersekolah di Jerman dan mirip dengannya. Aku jadi ingat sewaktu aku melihat kamu malam ini.”

“Oh ya ? Siapa namanya ?”

“Hmm, sebentar-sebentar.. namanya itu .. mmm.. Bara !”

“Bara ??? Kamu serius ?”

“Iya, aku inget namanya Bara, dia tinggal di Bekasi”

“...”, Clara terdiam, pikirannya bersama Bara kembali menghampirinya namun ia merasa itu sudah berlalu. Baginya Bara adalah masa lalunya yang ingin ia lupakan. Beberapa saat kemudian, Albert dan Sabine berpamitan untuk pulang. Clara kembali sendiri di rumahnya dan ayahnya menelponnya, memberitahukan dia bahwa sebentar lagi ia akan pulang. Setelah membersihkan dapur dan ruang makan, ia merapikan kamar ayahnya. Di saat itu tanpa sengaja ia menjatuhkan sebuah dokumen yang berisi surat-surat ancaman dari Olav. Clara membacanya satu per satu. Tak lama kemudian, Pak Anwar sudah sampai di depan rumah. Merasa penasaran atas surat ancaman yang ia temui di meja ayahnya, ia segera menanyakannya kepada Ayahnya. Pak Anwar berpikir sudah saatnya ia memberitahukan semuanya. Malam itu disampaikannya kepada Clara, mengapa ia membawanya pindah ke Jerman dan kenyataan di balik kecelakaan Ibunya Bara.


3 September 2016


Sudah 7 Tahun berlalu sejak Bara terakhir kali bertemu dengan Olav. Hari ini ia ingin mengunjunginya di sel tahananannya yang berada di kawasan Jakarta. Bara mengenakan setelan jasnya disertai kartu identitasnya sebagai seorang Pengacara. Ia telah menamatkan pendidikannya di perguruan tinggi dan sekarang ia bekerja sebagai Pengacara di kantornya. Kunjungannya terbilang cukup singkat, ia ingin melihat kondisi Olav saat itu. Para dokter yang menangani Olav menyimpulkan bahwa ia mengalami gangguan mental akibat kehilangan orang yang dicintainya. Saat ia ditahan ia merasa bersalah dan terlarut dalam kesedihannya hingga kesehatannya mulai terganggu. Keesokan harinya setelah Bara mengunjunginya, ia meninggal dalam sel tahanannya dengan tenang. Hari itu bertepatan juga dengan hari ulang tahun Patrice, gadis yang ia cintai.

Bara dan Ayahnya menghadiri pemakaman Olav. Mereka menaburi bunga di sekitar makamnya dan meninggalkannya beberapa saat kemudian. Tak jauh dari makam Olav tersebut, Bara melihat sebuah nama yang ia kenali terukir di atas batu Nisan yang agak kusam, Johann Werner Albert. Ia ingat nama tersebut adalah lelaki yang ia temui beberapa tahun yang lalu dan seketika itu ia terbayang wajah gadis yang bersamanya, yang mirip dengan Clara. Ia berharap suatu saat nanti ia dapat bertemu kembali dengan Clara.

Bara dan ayahnya kembali ke dalam mobil mereka kemudian pergi dari tempat pemakaman tersebut. Ayahnya pulang ke rumahnya sementara itu Bara kembali ke kantornya. Di sore harinya datanglah Anwar ke rumah Bram.


“Bram ..”, sapa Anwar yang sudah terlihat sedikit tua.

“Anwar ? Sudah lama tak berjumpa ..”

“Iya, sudah hampir 8 tahun kita tak bertemu...”

“...”

“Bram, mengenai Agni..”

“Aku sudah mengetahui kebenarannya dari Olav. Maafkan aku Anwar karena aku sempat mengira kau yang menabrak Agni.”

“Sudahlah, tak apa.. Olav yang telah merencanakan semua ini. Semoga ia yang sedang berada disana bertemu dengan Patrice.”

“Ya, semoga saja.. aku merindukan ketika kita bertiga berkumpul kembali seperti dulu.”


15 Oktober 2016


Seorang wanita mengenakan jas kantoran yang terlihat feminin namun rapih datang ke kantor Bara siang itu. Bara sedang mencari seseorang yang ahli di bidang Teknologi Informasi untuk keperluan penyimpanan data terkait kasus-kasus yang ditanganinya. Ia mempersilahkan wanita itu duduk di ruang tamu kantornya. Bara memeriksa dokumen CV wanita tersebut yang bernama, Malfetti Claudia Eralice. Setelah kepergian Albert, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Bonn Universität. Ia berhasil meraih gelar masternya dan memilih untuk menetap di Indonesia. Bara menerima wanita tersebut untuk bekerja di kantornya.

Di perjalanan pulangnya hari itu, Alice memandang ke langit sore dan terbayang wajah Albert yang kini sudah tiada. Ia terdiam sejenak, mengingat kenangan mereka dulu dan ia tersenyum. Albert selalu ada dalam hatinya namun kali itu ia menyadari sesuatu. Alice meneruskan kembali perjalanannya dan saat itu ia memutuskan untuk mulai melepas ikatan masa lalunya dengan Albert.


29 Desember 2016


Karir Bara semakin berkembang. Namanya pun dikenal di kalangan pengacara dan pengadilan setempat sebagai pengacara yang handal, mengikuti jejak ayahnya. Tak terasa sebentar lagi tahun akan berganti. Bara mendapat kesempatan untuk berlibur ke Berlin. Ia masih berharap dapat bertemu dengan Clara. Sudah sekitar 6 tahun lamanya mereka tidak berkomunikasi satu sama lain. Bara pun tidak mengetahui dimana Clara sekarang menetap. Ia menginap selama beberapa hari di Hotel Adlon dekat dengan Brandenburger Tor. Hari itu tepat sehari sebelum malam pergantian tahun baru. Bara memutuskan untuk mengunjungi Garten der Welt yang ada di Berlin. Tempat itu merupakan sebuah taman yang terdiri atas taman-taman yang ada di seluruh dunia, termasuk taman yang ada di Bali.

Ketika ia sedang melintasi di salah satu taman tersebut, ia melihat seorang gadis yang telah ia kenal selama ini. Gadis itu pun melihat Bara. Walaupun sudah lama tidak bertemu dengannya namun Bara yakin bahwa ia adalah Clara. Mereka saling menatap satu sama lain. Salju perlahan turun menghiasi indahnya taman tersebut. Bara mendekati gadis tersebut.


“Bara..”, pinta gadis yang menatap Bara itu.

“Clara...”, Bara memeluknya dengan penuh rindu.

“Kamu kemana aja selama ini ?”, Clara tak bisa menahan air matanya. Ia bahagia telah bertemu dengan Bara.

“Aku selalu di dekatmu..”, Bara mencium keningnya.

“...”, Mereka saling melepas kerinduan yang telah tersimpan lama. Bara bersyukur dapat dipertemukan kembali dengan Clara, gadis yang ia cintai selama ini.

“Akhirnya aku menemukanmu, Clara..”


Sebuah awal dari perpisahan mereka yang tak terduga

Mengubah pertemuan pertama menjadi panggung terakhir

Bahkan harus merasakan awal pahitnya dari kebenaran

Namun tercipta Bait terakhir untuk yang tercinta

Diantara lembaran awal dari sebuah akhir melodi

Hingga akhir kisah yang menjadi kenangan


Di bawah langit Berlin yang bersalju saat itu, Dua dunia yang berbeda telah menyatu..

-Sandiego Himawan-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun