“Hahaha, rasa penasaran gue sama ilmu pengetahuan mengalahkan rasa ngantuk gue Zha. Ilmu pengetahuan itu berkembang seperti alam semesta yang memuai. Dan kita sebagai peneliti berkewajiban untuk mengungkap perkembangan semua itu. Semua pasti ada maksudnya Zha, kalo kata Einstein, 'Tuhan itu tidak bermain dadu'.”
“Tapi lo punya kewajiban juga buat merhatiin kondisi kesehatan lo.”
“Iyaa Zha, iyaa... Gue tau ko limit gue, Hahaha. Oh ya, Sabtu ini emang ada apaan ?”
“Lo inget pas kita ambil kelas Matematika Analysis ? lo ngerjain limit barisan udah kaya' ga ada limitnya aja. Belajaaaar mulu, Hahaha. Tadinya gue mau ngajak lo kenalan sama Tunangan gue. Kita mau dinner di Le Pavillon des Boulevards. Gue cerita tentang lo ke dia dan katanya dia mau ketemu sama lo.”
“Ah, masa lalu itu Zha, hahaha. Oh gitu, lo cerita apaan emangnya ? Jangan yang aneh-aneh.”
“Makanya dateng biar gue kagak cerita yang aneh-aneh, hahaha”
“Hahaha, Kok ngancem jadinya ? Ya udah gue usahain dateng deh.”
Mereka berdua tertawa bersama dan keluar dari laboratorium tersebut. Malam itu cukup sepi namun tidak menjadi masalah bagi mereka yang terbiasa pulang malam. Beberapa minggu yang lalu, Rheza telah bertunangan dengan kekasihnya, seorang gadis asal Bandung yang sedang menimba ilmu di Perancis. Mereka berencana menikah tiga bulan lagi.
Ben dan Rheza telah menjadi sahabat semenjak mereka mengemban pendidikan di Institut Teknologi Bandung. Saat itu mereka berdua mempunyai keinginan untuk melanjutkan studi mereka ke Jerman, negeri impian para insinyur dan ilmuwan untuk menimba ilmu. Tuhan pun mengabulkan keinginan mereka. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 nya dari FMIPA ITB, mereka langsung melanjutkan S2 nya ke Technische Universität Berlin dengan jurusan Physikalische Ingenieurwissenschaft dan berhasil mendapatkan gelar Master of Science hanya dalam 3 Semester. Selanjutnya mereka mencoba untuk memulai kariernya sebagai peneliti di laboratorium CERN. Bagi Rheza, sahabatnya itu sangat menyukai bidangnya dengan cara yang unik, walaupun kadang menyusahkan dirinya dengan berbagai kebiasaan aneh, seperti menyetel Simfoni ke-5 dari Beethoven di waktu pagi buta atau melakukan meditasi tiap jam 2 pagi dengan menaruh kertas teori-teorinya diatas kepala. Sedangkan Rheza bagi Ben sudah menjadi seorang kakak dan keluarganya sendiri, atau tanpa ia sadari terkadang Rheza menjadi seperti perawat di rumah sakit jiwa yang mengurus dirinya. Kemampuan Ben dalam menganalisis sesuatu sangat konkret hingga ke detail sekecil apapun. Tak jarang Rheza menjadi korban analisis tak penting dari sahabatnya itu, dari menebak apa yang ia makan tadi pagi hingga ke mana saja ia pergi hari itu. Berkat kemampuan uniknya itu, orang-orang di sekitarnya menganggapnya sebagai Analis Eksentrik namun demikian berbagai analisis yang ia buat hampir semua terbukti dalam dunia Fisika dan ilmu alam.
Halaman 2
Ben melangkah perlahan menuju tempat parkiran mobilnya meninggalkan jejak kaki di atas salju putih yang turun pada hari itu. Ia bergegas menuju sebuah sektor di LHC (Large Hadron Collider), sebuah instrument dan kompleks pemercepat partikel berenergi tinggi terbesar di dunia dan berfungsi untuk menabrakkan dua buah pancaran partikel proton dengan energi kinetis yang sangat besar. Lampu jalanan saat itu tidaklah memadai karena terjadinya pemutusan aliran listrik sementara di beberapa sektor untuk memaksimalkan daya di LHC.