Mohon tunggu...
diego fawzi
diego fawzi Mohon Tunggu... -

its all good

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maladministrasi Pengelolaan Tanah Abang oleh Anies Sandi

27 Maret 2018   10:46 Diperbarui: 27 Maret 2018   12:36 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"..of all the various modes and forms of government, that is best which is capable of producing the greatest degree of happiness and safety, and is most effectually secured against the danger of maladministration.." --George Mason

Sebuah kutipan artikel ke 3 dari Virginia Declaration of Rights (1776). Deklarasi yang dicanangkan Tahun 1776, 242 tahun yang lalu. Lewat deklarasi tersebut, George Mason mengingatkan bahwa betapa riskannya sebuah maladministrasi dalam pemerintahan. 

Maladministrasi itu adalah perbuatan yang melawan hukum dan melampaui wewenang dalam menjalankan pemerintahan. Contoh yang umum seperti penundaan berlanjut, pengabaian kebijakan hukum, salah pengelolaan, dll (ORI 2013). Wah, hal-hal yang tidak baik ya. Bayangkan saja oleh anda, pemerintah yang mengatur dan memberi perintah ke rakyat, berperilaku semena-mena. Tidak perlu jauh-jauh, kasus maladministrasi telah terjadi di Indonesia, tepatnya di DKI Jakarta. Maladministrasi telah dilakukan oleh Pemprov DKI, oleh gubernurnya sendiri, Anies Baswedan.

Kasus maladministrasi terjadi dalam menata PKL Tanah Abang. Oleh Anies, PKL diberi tempat khusus di Jalan Jatibaru Raya dengan cara menutup jalan tersebut sebagai wadah mereka berjualan. Kebijakan ini merupakan salah satu bentuk implementasi dari janji kampanye pasangan Anies-Sandiaga dalam hal penataan pedagang kaki lima. Ironisnya, kebijakan ini mendapat kritik dan penolakan banyak pihak, mulai dari masyarakat, sopir angkot, gugatan Cyber Indonesia, hingga dugaan adanya maladministrasi oleh Ombudsman RI.

Senin (26/3), Ombudsman RI mengumumkan temuan maladministrasi dalam kebijakan penataan PKL Tanah Abang. Mereka menemukan empat tindakan maladministrasi yang dicatat dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP).

Pertama, Gubernur DKI bersama dinas KUMKMP (Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Perdagangan DKI Jakarta tidak kompeten dalam penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya. Tidak kompeten ini terlihat dalam tugas-tugas yang tidak selaras dengan Dinas UMKM dan Perdagangan, serta belum punya Rencana Induk Penataan PKL dan peta jalan PKL.

Kedua, menyimpang dari prosedur karena Kebijakan ini tidak mendapat izin dari Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Ketiga, mengabaikan kewajiban hukum, karena hak diskresi atau hak khusus Gubernur DKI mengabaikan tiga peraturan. Peraturan UU Nomor 30 Tahun 2014 Administrasi Pemerintahan tentang penggunaan diskresi, Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.

Keempat, melanggar lima peraturan perundang-undangan: UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, serta Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi (Tempo.co).

Banyak sekali pelanggaran, banyak sekali maladministrasi. Ironisnya, sekitar seminggu yang lalu, Sandiaga Uno mengatakan bahwa kebijakan penataan PKL Tanah Abang ini sudah sesuai koridor hukum dan paripurna serta dilakukan secara mendalam dengan jajaran Biro Hukum. (Republika.co.id).

Kasus ini membuat saya bertanya-tanya, mengapa maladministrasi dalam pemerintahan harus dicegah dan dihindari? 

Menurut ORI dari buku sakunya tentang maladministrasi, hal tersebut harus dicegah salah satunya sebagai upaya membentuk pemerintahan yang bersih, jujur, terbuka, bebas dari praktek KKN, serta merupakan implementasi prinsip demokrasi. Semoga dengan adanya laporan dari Ombudsman ini menjadi pelajaran dan pertimbangan bagi Gubernur Anies dan Wagub Sandi dalam rangka membuat kebijakan baru ke depannya. Jika tidak, bisa saja yang terjadi adalah seperti ungkapan dibawah ini;

"...when any government shall be found inadequate or contrary to these purposes, a majority of the community hath an indubitable, inalienable, and indefeasible right to reform, alter, or abolish it..George Mason (artikel 3 Virginia Declaration of Rights)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun