Mohon tunggu...
diego fawzi
diego fawzi Mohon Tunggu... -

its all good

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Limbah Deterjen Menghantui Ibu Kota

25 Maret 2018   10:25 Diperbarui: 26 Maret 2018   01:36 3058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, kota dengan penduduk lebih kurang 10 juta jiwa. Terbayang ga di benak anda semua, dengan jumlah penduduk sebanyak itu, berapa banyak limbah yang dikeluarkan sehari-harinya. 

Mulai dari sampah, kotoran, hingga bekas cucian. Terbayang ga dengan penduduk sebanyak itu, betapa sulit mengelola limbahnya. Saya ambil contoh saja dari limbah cucian, khususnya limbah deterjen. Limbah yang dikeluarkan oleh penduduk Jakarta dalam rangka untuk membersihkan sesuatu. 

Mulai dari mencuci "daleman" hingga mencuci kendaraan. Jadi sebuah PR yang mesti dilakukan tiap hari bagi kita untuk mengelolanya, mengapa? Simak nih..

Berita sejak kemarin menceritakan mengenai busa yang muncul di Kanal Banjir Timur (KBT) Marunda. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan pernyataan bahwa busa tersebut berasal dari limbah deterjen. Deterjen ini kebanyakan berasal dari limbah rumah tangga karena daerah sekitar bukanlah daerah industri.

Dia juga meminta petugas untuk mensosialisasikan penggunaan deterjen yang benar kepada masyarakat. Anies mengakui bahwa dia memiliki solusi masalah ini, akan tetapi beliau masih enggan menjelaskannya secara rinci. 

Sejalan dengan Gubernur, Wagub Sandi mengatakan bahwa lautan busa di KBT Marunda adalah akibat ketidakdisiplinan dalam mengelola limbah. Beliau juga menambahkan bahwa akan ada sanksi dan denda bagi pihak yang tidak disiplin dalam mengelola limbah (Kompas.com, detik.com).

Pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta ikut berbicara mengenai lautan busa ini. Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih menegaskan bahwa busa berasal dari limbah rumah tangga dan ditambah dari bisnis masyarakat yang menggunakan deterjen seperti bisnis mencuci kendaraan.

Deterjen yang beredar di masyarakat adalah deterjen yang keras dan menghasilkan buih yang banyak. Deterjen jenis ini kurang ramah untuk lingkungan. Lebih lanjut, Andono mengatakan bahwa sistem sewerage yang komprehensif belum dikembangkan di Jakarta, sehingga saluran air masih menyatu dengan aliran air limbah. Masterplan untuk saluran limbah ini sendiri sudah dikembangkan sejak 2012 (detik.com).

Busa di KBT Marunda memang bisa saja terjadi karena pertemuan antara air asin laut dengan air tawar sungai. Tapi penyelidikan lanjutan mengatakan bahwa busa timbul karena akumulasi dari limbah deterjen. Limbah deterjen ini berasal dari limbah rumah tangga. Pemprov DKI memiliki pendapat tersendiri dalam kasus ini.

Gubernur Anies Baswedan mengatakan memiliki solusi untuk menanganinya, tapi dia enggan mengatakan solusinya apa. Wagub Sandiaga mengatakan akan memberi sanksi dan denda bagi yang tidak disiplin dalam mengelola limbah deterjen ini. 

Akan tetapi, bukankah solusinya sudah direncanakan sejak dulu dan bukankah tidak sebaiknya hanya menyalahkan masyarakat dalam masalah limbah ini?

Kenapa saya berpendapat seperti itu? Argumen saya adalah: Pertama, DKI Jakarta sudah mengembangkan masterplan sistem pengelolaan limbah air domestik sejak 2012. Sistem ini akan memisahkan antara saluran air dengan aliran air limbah. 

Apakah solusi yang dimiliki Pak Anies berkaitan dengan sistem yang pengembangannya sudah masuk tahun ke-6? Apabila sistem ini telah rampung, alangkah baiknya segera diimplementasikan. Kedua, kurang pantas apabila memberi sanksi dan denda kepada masyarakat.

Deterjen yang beredar di masyarakat adalah deterjen yang kurang ramah lingkungan. Khas deterjen ini adalah buihnya banyak dan harganya murah. Sementara itu, standar indutri kita masih memperbolehkan deterjen berbuih banyak.

Argumen ketiga adalah sistem sewerage di Jakarta yang belum komprehensif. Sistem drainase dan sewerage di Jakarta masih menyatu sehingga air deterjen tetap dibuang di saluran-saluran umum. Di negara maju, selokan dan sungai itu benar-benar hanya untuk saluran air hujan.

Jadi, masih banyak PR yah dalam pengelolaan limbah ini. Pihak pemerintah punya PR dalam mengelola perencanaan sistem pembuangan limbah dan memberi aturan terhadap standar deterjen yang beredar. Pihak industri sebaiknya mulai menaikkan standar industri deterjen mereka.

"What mankind must know is that human beings cannot live without Mother Earth, but the planet can live without humans" -- Evo Morales

Terakhir, masyarakat Jakarta, jagalah kebersihan dan ikuti regulasi yang berlaku tentang limbah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun