Mohon tunggu...
DiNie Az ZAhra
DiNie Az ZAhra Mohon Tunggu... -

Aku HanyaLah insan Biasa yg ingin Membangkitkan Semangat Tuk Terus Menyelami Hakikat HIdup..,,MEMBERIKAN INSPIRASI HIDUP..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dewasa

25 Februari 2010   10:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada seseorang yang mungkin penasaran dengan diri ini, dan bertanya, apakah yang menjadi kriteria saya dalam memilih calon suami ???Hhm…kemudian saya jawab, singkat saja, saya cuma minta satu hal darinya, yaitu : Dewasa. Hah? Yang benar saja, cuma satu syarat, dewasa saja ??? kalo itu sih gampang! saya bisa kenalkan kamu dengan lusinan yang seperti itu, katanya. Dibumi ini ada banyak sekali lelaki yang dewasa, tinggal tunjuk saja mau yang mana. Saya cuma nyengir, tapi bukan nyengir kuda tentunya. Tunggu dulu, ga adil kalau saya tidak menjelaskan tentang masalah ini. Dewasa memang kosakata yang simpel, tapi akan jadi rumit kalau saya benturkan dengan masalah penting seperti yang satu ini. Bagi saya, dewasa bukanlah ukuran usia. Bisa saja ada orang yang termasuk usia dewasa, tapi pola pikir dan pola sikapnya tak menunjukan kedewasaan. Atau mungkin sebaliknya, ada orang yang dari segi usia belum termasuk usia dewasa tapi pola pikir dan pola sikapnya sudah sedemikian ‘canggih’ karena kedewasaannya. Dalam urusan memilih pasangan hidup, kalau bisa menawar, inginnya saya memilih yang dewasa pola pikir dan pola sikap, juga dewasa dari ukuran usianya. Mungkin hal ini adalah salah satu sisi keegoisan saya sebagai wanita, yang inginnya bersanding dengan pasangan yang lebih ‘berumur’ (ada yang bilang saya doyan daun tua, ah saya tak peduli). Bagi saya, dewasa dalam pola pikir adalah memiliki cara berfikir yang lebih bijak, rasional, bisa dipertanggungjawabkan, dan solutif. Sedangkan pola sikap yang dewasa adalah caranya bertingkah laku yang ‘pantas’, bertanggung jawab, menghargai orang lain, mengutamakan kepentingan bersama, bisa menempatkan marah pada kondisi yang tepat, dan bisa membedakan dengan siapa ia berhadapan, sehingga bisa bersikap sebagaimana mestinya. Kalau masalah ganteng, atau tidak ganteng sih relatif. Saya yakin, kegantengan pasangan kita bukanlah standar kebahagiaan rumah tangga kelak. Buat apa ganteng, kalau gantengnya malah tidak menentramkan hati kita. Justru menurut saya, dewasalah yang bisa membuat laki-laki terlihat lebih ganteng. Bukankah dengan kedewasaannya, Ia akan bertanggung jawab dengan penampilannya, berupaya tampil sebaik mungkin, walaupun bukan bermodal wajah setampan bintang film, tapi dengan menjaga kerapihan, kebersihan, akan membuatnya tetap enak dipandang, dan inilah makna ganteng yang sebenarnya : enak dipandang. Kemudian, masalah mapan atau belum mapan, juga relatif. Ukuran berapa nominal penghasilan pasangan bukanlah jaminan terpenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Allah yang Maha Memberi rizki, yang memenuhi seluruh kebutuhan kita. Insya Allah, dengan harta yang barakah, walaupun sedikit, akan mencukupi kebutuhan kita. Bukankah bisa kita saksikan sendiri, bahwa pasangan-pasangan yang baru menikah itu tak langsung menjadi keluarga yang kaya. Butuh waktu untuk menjadi mapan. Tahun pertama pernikahan mungkin hanya tinggal di rumah kontrakan yang kecil, atau bahkan masih numpang dengan mertua. Rumah tangga berjalan seadanya, alat masak dan alat makan seadanya, perabot hanya yang barang-barang kecil, ember kecil, kompor kecil, dan lainnya yang memang seadanya, semuanya berjalan seadanya sampai batas waktu tertentu, sampai Allah berikan rizki lebih barangkali untuk membangun rumah sederhana, membeli kendaraan minimal yang beroda dua, dll. Semuanya akan meningkat secara alami, perlahan tapi pasti, suatu saat jika anggota keluarga terus bertambah, mungkin Allah rizkikan rumah yang lebih besar, kendaraan yang bisa menampung semua anggota keluarga, dan hal-hal lain yang kadang diluar dugaan kita. Jadi, mapan yang selalu identik dengan berapa besar penghasilan, tak berlaku bagi saya. Kembali pada prinsip diawal, saya menginginkan yang dewasa. Dengan kedewasaannya, Ia akan bertanggung jawab untuk berupaya semaksimal mungkin, mencari nafkah, menjemput rizki dari Allah demi kepentingan rumah tangganya, dan konsikuensinya sebagai kepala keluarga. Juga dengan kedewasaanya, ketika suatu saat kita dihadapkan pada situasi yang kurang menyenangkan, misalnya bersitegang dengan mertua, Ia bisa memposisikan dirinya pada pihak yang benar, tanpa menyudutkan pihak yang salah, kemudian dengan bijak Ia berupaya mengakhiri perselisihan yang ada, dan mengokohkan kembali silaturahmi yang sempat terguncang. Kedewasaanya, selalu menghadirkan solusi bagi setiap permasalahan, bukti bahwa ia adalah nahkoda yang ulung, dan inilah alasan mengapa sang istri begitu mencintainya, bukan karena penampilan lahiriahnya, tapi karena kedewasaannya. Hal apalagi yang biasanya diadikan standar para wanita ketika memilih calon suami?? Pintar, perhatian, romantis, humoris, atau apalagi??? Ah, bagi saya kriteria yang terakhir tadi sama-sama relatif juga, akan berbeda bagi setiap orang, sesuai kebutuhan saja. Kadang mungkin kita tidak menyukai orang yang terlalu banyak bicara dengan maksud menunjukan kepintarannya. Atau kita merasa terkekang ketika mendapat perlakuan yang overprotective, perhatian yang berlebihan, dll. Romantis dan humoris yang berlebihan juga bisa menjadi menyebalkan ketika pada situasi yang tidak tepat. Jadi, lebih baik yang proporsional saja. Sekali lagi saya pilih yang dewasa, karena yang dewasa bisa bersikap ‘pantas’ dalam arti selalu proporsional, tidak berlebihan, tidak juga minimal, pokoknya ‘sepantasnya’ saja alias sewajarnya. Hal inilah yang saya maksud dengan penjelasan mengenai pertimbangan memilih pasangan melalui kedewasaannya. Mudah bukan, tidak perlu kriteria yang muluk-muluk dalam menentukan pasangan hidup, saya hanya mencari yang DEWASA. Itu saja sudah cukup.^_^ v

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun