Mohon tunggu...
diyah
diyah Mohon Tunggu... Freelancer - Dee

lulusan antropologi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Catatan Reflektif tentang Kepunahan Harimau di Indonesia

24 Juli 2020   00:17 Diperbarui: 6 Agustus 2020   11:38 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya pada masa kerajaan, pemerintahan kolonial, dan pemerintahan Indonesia, terutama pada masa orde baru, eksploitasi terhadap hutan menjadi semakin massif, dan mengabaikan nilai keseimbangan alam dan manusia. Tidak hanya hutan yang dirusak, para penghuni hutan, termasuk Harimau Sumatera pun diburu dan dibunuh, untuk diperdagangkan, dan dijadikan sebagai simbol kekuasaan atas wilayah hutan atau kekuatan dari manusia, sebagai pemimpin dari semua makhluk di dunia.   

Lalu kenapa penting melindungi Harimau Sumatera, sebagai satu-satunya spesies Harimau tersisa di Indonesia? Karena keberadaan Harimau di hutan yang menjadi habitatnya, merupakan indikasi bahwa hutan tersebut merupakan kawasan yang kaya keanekaragaman hayati nya, tempat sumber air dan oksigen terbesar bagi kehidupan manusia, serta penyimpanan karbon dari aktivitas manusia.

Dengan adanya hutan habitat Harimau Sumatera yang lestari, maka hutan Sumatera telah menopang hidup sebagian besar penduduk Sumatera khususnya, dan Indonesia umumnya, serta tentunya penduduk dunia. Dan hal yang juga penting, adanya Harimau Sumatera, dapat menyeimbangkan jumlah hewan-hewan yang menjadi mangsanya, seperti Babi Hutan.

Semakin menyusutnya Harimau Sumatera, maka populasi Babi Hutan menjadi semakin banyak, dan mengancam tanaman pangan manusia karena Babi Hutan memakan dan merusak tanaman pangan warga. Warga kemudian malahan memburu Babi Hutan untuk menjaga tanaman pangannya, dan memburu Harimau Sumatera karena menganggapnya sebagai ancaman bagi warga.

Harimau Sumatera menurut para ahli, tidak akan membunuh ternak atau warga apabila makanan masih banyak tersedia, yaitu Babi Hutan. Dengan kehadiran warga dalam lingkaran ekosistem makanan antara top predator, yakni Harimau Sumatera, dan Babi Hutan, warga justru telah merusak lingkaran ekosistem tersebut, dan dampaknya warga pula yang terkena.

Harimau tidak akan keluar dari hutan yang lebat, sebagai habitatnya apabila hutan habitatnya masih dalam kondisi terawat dan makanan Harimau masih banyak dalam daya jelajahnya. Selama ini warga sekitar hutan Sumatera menggunakan senapan atau jerat untuk berburu Babi Hutan untuk mengendalikan populasi Babi Hutan, padahal secara alami, populasi Babi Hutan akan terkendali dengan adanya Harimau Sumatera yang membutuhkan 30 sampai 40 kg daging sehari, atau setara dengan ½ daging Babi Hutan dewasa, yang rata-rata memiliki berat 80 kg. Penggunaan Harimau untuk membasmi hama Babi Hutan sebenarnya lebih menguntungkan warga secara ekonomi, sosial dan lingkungan. 

Berdasarkan penelitian mengenai Babi Hutan, ternyata Babi Hutan memiliki kebiasaan mencari makanan disekitar kubangan air dan lumpur. Oleh karena itu untuk menghindarkan kebun warga dari Babi Hutan, warga hanya perlu mencari kubangan dan sumber makanan bagi Babi Hutan di sekitar kubangan tersebut untuk menarik Babi Hutan, yang berada dalam daya jelajah Harimau untuk mencari makanan.

Apabila diperlukan, perekayasaan habitat Babi Hutan, dengan pembuatan kubangan dan translokasi Babi Hutan dari wilayah yang populasi padat ke wilayah populasi tidak padat, namun merupakan habitat Harimau diperlukan. Translokasi Babi Hutan di wilayah Sumatera merupakan hal yang mampu dilakukan mengingat warga Sumatera banyak yang beragama Islam, dan tidak memakan daging babi, sehingga babi dianggap hanya hama atau hewan yang merugikan lahan warga. Hal yang berbeda terjadi di Papua. Di wilayah Papua, umumnya suku lokal mengonsumsi babi, berburu babi untuk dijual, dikonsumsi, dan dipelihara sebagai simbol dari status dan kekayaan seseorang. 

Penangkapan Babi Hutan bisa dilakukan dengan jerat atau perangkat yang tidak akan mematikan Babi Hutan. Selain itu, perburuan Babi Hutan harus bekerjasama dengan warga yang biasa memburu Babi Hutan untuk memastikan Babi Hutannya siap di translokasi. Apabila kerjasama ini dilakukan dengan menggunakan jerat atau perangkap yang dapat diproduksi sendiri oleh warga, maka warga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli senapan dan peluru. Populasi Babi Hutan juga harus dimonitoring sehingga bisa memenuhi pangan Harimau, yang artinya akan mempertahankan keberadaan Harimau. Jika kerjasama dengan warga ini berlangsung, maka warga juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembuatan pagar pembatas di lahan mereka dikarenakan over populasi Babi Hutan yang berpotensi merusak lahan warga. Kegiatan untuk pelestarian Harimau Sumatera dengan memfokuskan pada Babi Hutan mendatangkan keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara ekonomi, warga tidak akan mengeluarkan biaya yang besar untuk membasmi Babi Hutan. Secara sosial, warga juga tidak harus membunuh mahluk hidup lainnya yang bertentangan dengan agama seperti Harimau atau Babi Hutan dan kepemilikan senapan juga berkurang. Selain itu, potensi untuk mengambil daging Babi Hutan untuk menggantikan daging sapi dalam perdagangan daging juga berkurang, karena ketersediaan Babi Hutan hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan pangan Harimau Sumatera. Sedangkan secara lingkungan, apa yang dilakukan warga tidak akan merusak hutan habitat Harimau dan Babi Hutan.   

Ancaman terhadap keberlangsungan hidup Harimau Sumatera masih berlangsung sampai tulisan ini dibuat. Pada Juni lalu, seekor Harimau Sumatera mati terkena jerat. Beberapa bulan sebelumnya perdagangan organ Harimau Sumatera dalam skala besar ditemukan. Karenanya, kita masih harus melakukan gerakan untuk menyelamatkan satu-satunya spesies Harimau di Indonesia ini. Salah satu caranya dengan menyebarkan pengetahuan mengenai Harimau Sumatera di Hari Harimau Sedunia, atau #GlobalTigerDay yang diperingati setiap 29 Juli. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun