Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) tersebut terlihat hanya berjalan mondar-mandir di kandangnya. Si raja hutan tersebut terlihat lelah, kurus, kurang sehat, dan stres. Sebutan si Raja Hutan seakan-akan hanya tinggal legenda. Itulah kondisi Harimau Sumatera di kebun binatang Ragunan, Jakarta. Tidak jauh berbeda dengan kondisi Harimau Sumatera di habitat aslinya, hutan sumatera.
Harimau Sumatera masih saja menjadi target utama dari perburuan liar, untuk diambil kulit, tulang, taring, dan bagian lain dari tubuhnya, yang sudah lama dipercaya dapat menjadi obat. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, Harimau, baik Harimau Sumatera, Jawa, dan Bali, menjadi obyek utama perburuan.
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaicus) sudah menjadi target utama dalam perburuan besar-besaran sejak masa kerajaan, jauh sebelum masa pemerintahan kolonial, sehingga punah pada tahun 1980-an.Â
Dalam buku berjudul "Desawarnana", yang merupakan saduran Mien Ahmad Rifai, dari Kakawin Nagarakertagama karya Mpu Prapanca, terdapat kisah perburuan Sri Paduka Rajasanagara atau sering disebut dengan Sang Prabu di Hutan Nandaka, berupa hutan belantara yang luas, dengan pepohonan yang lebat, dan rindang. Sang Prabu bersama pasukannya berburu semua hewan yang ada di hutan tersebut termasuk Harimau Jawa, yang disebut Sang Raja Rimba.Â
Sang Raja Rimba yang bijaksana memutuskan untuk menyerahkan dirinya kepada Sang Prabu dikarenakan sebagai titisan Batara Shiwa (salah satu dewa tertinggi dalam agama Hindu), Sang Prabu berhak mencabut nyawa semua mahkluk, sehingga terbebas dari dosa, dan terlahir kembali tanpa derita (samsara). Â
Pada foto-foto masa kolonial yang menjadi koleksi dari Tropenmuseum, terdapat foto Harimau yang diburu dan dibunuh. Kulitnya kemudian menjadi hiasan dirumah-rumah orang kaya pada saat itu. Begitu pula dengan Harimau Bali (Panthera tigris balica). Bahkan Harimau Bali sudah punah sejak tahun 1940-an. Dua spesies Harimau di bumi nusantara sudah punah, sehingga tinggal Harimau Sumatera lah yang tersisa.
Sedangkan berdasarkan data dari Forum Harimau Kita, yang juga menyelenggarakan #GlobalTigerDay, survey terakhir pada tahun 2007, terdapat hanya 250 ekor Harimau Sumatera di alam liar.Â
Selain perburuan liar, penebangan liar (illegal logging), perubahan hutan menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pemukiman, perkebunan, dan lainnya, turut menyumbang menurunnya populasi Harimau Sumatera.Â
Harimau Sumatera, dalam tradisi Sumatera, terutama di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, merupakan hewan yang mendapat kedudukan yang istimewa. Kata "Datuk" disematkan kepada hewan ini, karena dipercaya memiliki kekuatan istimewa.Â
Kisah ini pulalah yang dikisahkan dalam sebuah drama radio jaman dahulu kala, Misteri Gunung Merapi, dimana ada tokoh Mak Lampir, seorang nenek yang sakti mandraguna, sebagai lawan dari Datuk yang sering berwujud Harimau. Harimau merupakan perlambang kebaikan, kebenaran, dan kebijaksanaan.
Bobot Harimau Sumatera jantan mampu mencapai 140 kg dan 91 kg untuk betina, tidak menjadikan hewan top predator dalam mata rantai makanan di ekosistem ini menjadi hewan yang lambat geraknya. Harimau Sumatera termasuk dalam spesies Harimau yang bertubuh kecil di dunia, dengan gerak yang lincah, dan mampu berenang dengan cepat.Â
Namun karena semakin berkurangnya hutan yang menjadi habitat Harimau Sumatera, demikian pula dengan hewan-hewan yang menjadi mangsanya, maka pencarian makanan Harimau Sumatera pun menjadi mencapai pemukiman, sehingga sering ditemukan konflik antara Harimau dan manusia. Dan sebagai solusi nya, Harimau Sumatera sering ditangkap atau dibunuh oleh manusia.Â
Penangkapan Harimau Sumatera yang semakin sering oleh manusia, menurut seorang pengamat Harimau, diakibatkan bergesernya pola pikir manusia, yang ingin mendapatkan keuntungan ekonomi semata, tanpa memperhatikan keseimbangan alam, dan kearifan lokal.
Tiap tahun populasi Harimau Sumatera semakin berkurang, menjadikan hewan berbulu loreng kuning tua sampai oranye ini termasuk dalam Critically Endangered (beresiko punah dalam waktu dekat) menurut IUCN. Karena itu diperlukan suatu gerakan untuk menyelamatkan satu-satunya spesies Harimau di Indonesia ini. Salah satu gerakan tersebut dilakukan di dalam Hari Harimau Sedunia, atau #GlobalTigerDay.Â
Setiap 29 Juli, masyarakat dunia memperingati #GlobalTigerDay untuk mengingatkan betapa pentingnya melindungi Harimau di seluruh dunia. #GlobalTigerDay2018 kali ini mengambil tema #KearifanLokaluntukHarimauSumatera.
Kenapa penting melindungi Harimau Sumatera, selain merupakan satu-satunya spesies Harimau di Indonesia? Karena keberadaan Harimau di hutan yang menjadi habitatnya, merupakan indikasi bahwa hutan tersebut merupakan kawasan yang kaya keanekaragaman hayati nya, tempat sumber air terbesar bagi kehidupan manusia, dan penyimpanan karbon yang lebih besar dari hutan lainnya.Â
Dengan adanya hutan habitat Harimau Sumatera, maka hutan Sumatera telah menopang hidup sebagian besar penduduk Sumatera khususnya, dan Indonesia umumnya, serta tentunya penduduk dunia. Dan hal yang juga penting, adanya Harimau Sumatera, dapat menyeimbangkan jumlah hewan-hewan yang menjadi mangsanya, seperti babi hutan.
Jadi, melestarikan habitat Harimau Sumatera, dan jumlah Harimau Sumatera, merupakan keharusan, yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi, terutama apabila kita, dan anak cucu kita ingin terus hidup dengan kualitas yang baik, udara yang bersih, air, dan pangan yang cukup.
 #GlobalTigerDay #harimausumatera itu #harimauindonesia ya #harimaukita #KearifanLokaluntukHarimauSumatera #KearifanLokaluntukKonservasiHarimauSumatera
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H