Bangunan putih di pinggir jalan raya menuju Stasiun Tegal tersebut tampak masih kokoh berdiri. Padahal bangunan tersebut sudah berusia ratusan tahun. Bangunan apakah itu?
Pada masa setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada tanggal 10 September 1945, gedung ini menjadi saksi perjuangan rakyat Tegal untuk melawan penjajah kolonial Belanda, dengan mengibarkan bendera merah putih di tiang depan gedung ini.
Gedung berlantai empat ini, dari arah depan, terlihat mirip dengan bangunan Lawang Sewu, sebuah obyek wisata di Semarang, Jawa Tengah, hanya bangunan ini terdiri dari satu bangunan yang memanjang, sedangkan Lawang Sewu terdiri dari beberapa bangunan.
Memiliki halaman yang luas, ternyata gedung ini dulunya merupakan kantor
Semarang-Cheribon Stoomtram Mtschappij (SCS). Arsitek gedung ini yaitu Henri Maclaine Pont (1884-1971), laki-laki kelahiran Meester Cornelis (Jatinegara), salah satu arsitek yang cukup banyak membangun di Jawa. Di disain pada tahun 1910-an, ternyata SCS dulu dipimpin oleh Ir.J.TH Gerlings, yang merupakan mertua Maclaine Pont. Tentunya penunjukkan Maaclaine Pont ini didasarkan pada keahliannya. Selain itu, Maclaine Pont juga membangun gedung THS Bandung, atau yang sekarang dikenal dengan nama Institut Teknologi Bandung (ITB), Stasiun Poncol Semarang, Stasiun Tegal, dan Gereja Puhsarang di Kediri, serta bangunan lainnya. Maclaine Pont pula yang membangun Museum dan Pusat Penelitian Arkeologi Trowulan, pada tahun 1925, saat dia tertarik pada bangunan percandian di Jawa.Â
SCS sendiri merupakan perusahaan perkeretaapian Semarang-Cirebon pada tahun 1897 sampai tahun 1914. Karena sama-sama perusahaan perkeretaapian pada masa pemerintahan kolonial Belanda dengan Lawang Sewu Semarang, yang mempunyai nama Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), tidak mengherankan bentuk bangunannya pun mirip.
Didalam sejarah perkeretaapian di Indonesia, SCS memiliki peran penting. Kenapa? Karena SCS lah yang membangun jalur kereta api sepanjang 373 km. Tahun 1897, SCS membeli Stasiun Tegal yang dulunya milik Java Spoorweg Maatschappij (JSM), dan membangun jalur Losari-Cileduk-Mundu. Tahun 1916, SCS membuka jalur Pekalongan Wonopringgo.
Memasuki gedung berarsitektur bergaya kolonial, bercat putih ini, kita akan menemukan pintu dan jendela berukuran besar, kemudian juga langit-langit yang tinggi, sehingga sirkulasi udara bisa mengalir dengan baik. Kusen jendela, pintu, dan ruas atap yang terbuat dari kayu terlihat masih utuh, meskipun usianya sudah ratusan tahun.
Saat ini gedung SCS dimiliki oleh PT.KAI, dan belum difungsikan sebagai apapun. Apabila kita ingin memasuki gedung ini, kita tinggal  meminta ijin pada penjaga yang menjaga bangunan di depan. Penjaga biasanya ada pada pagi hari sampai sore hari saja. Jadi ingin belajar sejarah, dan menyelusuri bangunan bersejarah di Tegal? Gedung SCS bisa menjadi pilihan untuk akhir pekan atau liburan mu di Tegal, Jawa Tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya