Apatah yang membuat berbeda ketika gema puasa menghampiri memeluk tubuh penuh seluruh?
Membebaskan jiwa dari segala nista dan nafsu dunia, cukupkah itu semua bagi kita?
Aku yang baru separuh nalar mencoba mengasapi makna puasa
kini harus memaksakan lobus frontal di batok kepala untuk mengejakan banyak hikmah,
menemukan banyak petuah yangtidak sekedar dimamah mentah-mentah
Selagi duduk terpaku dipelataran,
kusaksikan ringkih tubuh lelaki tua: memunguti batangan kayu bakar dikejauhan
Berjalan mendekat dengan sepetak senyum marun merona
Ketika samarmenangkap bayang istrinya
Yang masih setia menunggu di dekat perapian,
dengan menjinjing sebakul beras: siap ditanak, siap dimakan untuk empat nyawa
Tentu saja sewaktu nanti tiba saatnya berbuka
Dan adakah yang lebih indah ketika perlahan kita tersadar?
Bahwa eksistansi api, tungku, kayu, periuk dan beras adalah hakikat puasa
Hakikat kita bertahan dari segala godaan
Bukan lagi sekedar menahan haus dan lapar,
melainkan meleburkan kobaran nafsu yang menyisakan cinta dan kebaikan
Seperti halnya api yang mengubah beras dan menjadikannya nasi
Dimana periuk harus menahan panas, terbakar dan mendidih
Disaat reranting kayu harus menahan sakit, hangus dan mengabu
Menumbal badan demi menyambung nyawa manusia
Sementara tungku senantiasa tangguh menopang dan menguatkan
Yang pada mereka kita juga harus belajararti kesabaran
Sebab saat nasi terhidang di meja makan
Kita masih harus menunggu sewayah surya tenggelam ditelan senja: sewaktu adzan maghrib menyapa semesta
Untuk kemudian satu-persatu buliran nasi berpindah ke perut, memberikan cukup tenaga guna bertahan hidup
Begitu seterusnya: ulang-berulang
Menciptakan siklus yang sama hingga satu bulan
Yang pada akhirnya kita paham
Hakikat puasa yang sebenarnya adalah makan!
Terdengar naif bukan?
Sebelum menyoja , menyiapkan rentetan argumen yang membuih didih
Alangkah bijaknya jika sebentar saja kita mau membuka telinga: menyesapi sabda sang Profesor dan melakban mulut sendiri dari segala praduga keji
Bahwa kita bisa saja menahan nafas di bentang samudera hanya untuk 10 menit
Menahan minum di tengah sahara hanya untuk 120 jam
Tapi saat harus menahan makan,
kebanyakan tiap-tiap insan hanya bisa membilang hari dengan rerata 30,
Tidak lebih
Dan seirama fitrah manusia,
genap satu bulan Tuhan perintahkan kita berpuasa guna menjadi pribadi yang bertaqwa
Dengan bahasa sederhana:menahan makan
Yang sejatinya mampu menahan perut kita dari memakan harta haram lagi merugikan
Menahan otak kita dari asupan makanan tanpa gizi tanpa nutrisi
Menahan hati dari mengkomsumsi kejahatan dan kebathilan
Melainkan memakan harta yang sudah menjadi hak kita
Harta yang halal lagi baik
Memberi asupan positif bagi isi kepala
Yang membebaskan kita dari racun hedonis
Dan membanjiri hati dengan sarat makanan peneduh jiwa,
sebagai pendamai hidup kita
Sebab segala apa yang kita makan pasti akan mendarah daging
Melahirkan sifat dan kepribadian
Sehingga laku dan tingkah kita semasa puasa adalah refleksi dari apa yang kita makan, apa yang kita tanam
Dan malam ini,
saat esok di hari puasa ke-30 datang menjelang: semoga apa yang sudah kita tanam selama 29 hari berbuah Sorga,
dimana penyerahan kita pada yang Esa berakhir dengan kaffah dan luap berkah
Sebagaiamana laku api, tungku, kayu dan periuk yang membawa cinta dan kebaikan pada lelaki tua dan keluarganya!
Aamiin Allohuma Aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H