Mohon tunggu...
Didot Mpu Diantoro
Didot Mpu Diantoro Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Komunikasi

Aktif di dunia periklanan dan komunikasi pemasaran sejak tahun 1996, mendirikan perusahaan periklanan sendiri sejak tahun 2001. Terlibat sebagai panitia dalam beberapa event olahraga berskala nasional maupun internasional sejak tahun 2008. Aktif sebagai konsultan komunikasi dan pembuat konten media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karma

25 Mei 2024   04:06 Diperbarui: 25 Mei 2024   04:16 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai keturunan Bali yang pernah tinggal cukup lama di Bali dan berkali-kali mengikuti beragam upacara adat, Agung tidak pernah benar-benar memahami makna ritual maupun urutan prosesinya. Seringkali ia mengikuti upacara tersebut hanya karena jegeg bajang yang disukainya juga ikut dalam acara tersebut.

Di balik itu, hanya satu dua orang yang tahu bahwa dirinya bukan pemeluk agama Hindu. Ia telah menjadi seorang muallaf sejak lulus SMP, semula ia adalah pemeluk nasrani yang semata terbawa oleh agama papinya yang keturunan Belanda. Maminya masih menjadi pemeluk Hindu hingga akhir hayatnya. Kakak dan adik-adiknya masih menjadi pemeluk agama nasrani.

Selain bingung soal biaya yang harus ia tanggung, ada keengganan yang mengental yang membuat Agung sebenarnya malas sekali untuk berangkat pulang ke Kadewatan. Statusnya sebagai bagian keluarga yang ningal kedaton karena tidak lagi beragama Hindu membuatnya terus dirusuhi sepupu-sepupu maminya.

Dengan tidak memeluk agama Hindu, semestinya mereka memang mereka terlepas dari swadharma atau kewajiban sebagai penerus keturunan. Sebagai keturunan Bali yang ningal kedaton, dirinya sudah kehilangan swadikara atau hak atas warisan kakeknya.

Selain itu, kedua putri kakeknya pun sebenarnya juga tidak mempunyai hak atas warisan tersebut karena memang perempuan Bali beragama Hindu cenderung tidak berhak atas warisan orangtuanya.

Masalahnya jadi berbeda ketika sebelum meninggal, neneknya memberikan akta waris yang didaftarkan ke notaris oleh kakeknya, yang menyatakan bahwa seluruh harta kekayaan pedanda sakti itu diwariskan kepada cucu-cucunya, dicantumkan nama Indra, Agung, Sinta dan Wisnu. Bahkan di akta waris itu juga disebutkan bahwa bila salah satu nama yang tercantum di situ meninggal dunia, maka secara otomatis hak warisnya akan berpindah ke nama lainnya setelah dikurangi sepertiga bagian untuk istri atau suami yang bersangkutan.

Kekuatan hukumnya jelas, karena akta waris itu juga telah didaftarkan oleh notaris ke panitera pengadilan setempat, ditandatangani oleh saksi-saksi yang mempunyai kedudukan sosial dan hukum yang kuat pula.

Sebagai pedanda yang sasmita, kakeknya telah memperkirakan bahwa keponakan-keponakannya akan mengincar hartanya bila ia telah tiada. Di lain sisi, sang pedanda juga dengan tegas dan berani justru bertindak keluar dari cara adat dengan membuatkan akta waris seperti itu.

Prediksinya terbukti. Tidak lama setelah ia mangkat menyusul putrinya, keributan itu terjadi. Tante Nin yang masih tinggal di Kadewatan berkali-kali diusik, bahkan pihak banjar pun didesak untuk mengadakan rapat berkali-kali guna membatalkan akta waris tersebut.

Di Jakarta, berkali-kali mami dipanggil untuk pulang dan mengikuti rapat tersebut. Mami memang tidak pernah mau memenuhi panggilan tersebut. Setelah mami mangkat, menyusul Indra, giliran Agung yang kerap memperoleh usikan.

Di Bali, masih banyak yang ringan menggunakan jalan lain selain urusan fisik. Hingga setahun lalu, situasi itu masih teratasi karena nenek tetangga yang konon memang ratu leak itu teguh memegang janji pada sang pedanda untuk menjaga dan melindungi keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun