Tadi pagi saya mengambil rapor anak saya yang masih sekolah dasar kelas VI. Saya tidak bisa mengambil rapor bersama orang tua siswa yang lain karena ada tugas. Saya mengambil rapor anak saya di ruang guru, tetapi harus menunggu karena ada seorang ibu yang sedang mengambil rapor juga.
Ibu tersebut menanyakan peringkat anaknya kepada wali kelas tersebut, dan sang wali kelas dengan gamblang menjelaskan bahwa sekarang memang tidak disebutkan di depan kelas karena di rapor juga tidak ada kolom peringkat atau ranking.
Tapi sang wali kelas rupanya sudah menghitung jumlah nilai pengetahuan dan nilai ketrampilan dari seluruh muridnya, dan menjelaskan bahwa anaknya masih mendapatkan rangking dua di kelasnya. Sepertinya ada raut kekecewaan dari orang tua tadi saat anaknya tidak meraih rangking satu.
Setelah ibu tadi keluar, kemudian saya mengambil rapor. Tanpa banyak basa-basi saya langsung menandatangani daftar serah terima pengambilan dan pengembalian rapor.
Tetapi sang wali kelas langsung bertanya kepada saya "bapak gak menanyakan rangking anak bapak?". Lalu saya pun menjawab "saya tidak terlalu mempedulikan rangking anak saya tetapi yang lebih penting bagi saya adalah sikap dan perilaku anak saya, kalau mereka tidak sopan kepada guru, orang tua, teman-temannya maka saya akan merasa sedih".
"Selain itu saya tidak menekan kepada anak saya untuk menjadi rangking satu atau lima besar, karena anak saya memiliki kemampuan dan bakat yang berbeda dengan orang lain termasuk dengan saudaranya".
"Saya melihat anak saya lemah dalam bidang pelajaran berhitung, tetapi dia menyukai pelajaran lain seperti Bahasa Inggris, dan seni lukis. Sebagai orang tua saya harus mendukung bakatnya dan berusaha untuk menyalurkan kemampuannya tersebut sehingga nantinya bisa bermanfaat untuk dirinya sendiri, orang tua dan juga orang lain".
"Wah bapak memang berbeda dengan orang tua yang lain. Selama ini orang tua banyak yang protes ketika nilai anaknya turun, atau tidak memperoleh peringkat. Malahan ada pak orang tua yang menghukum anaknya dengan mengurung di kamar mandi karena anaknya tidak rangking satu atau lima besar".
Lalu saya pun menimpali "Wah saya baru dengar ada orang tua seperti itu". Lalu sang wali kelas pun mengatakan "ini nyata pak, ada orang tua yang seperti itu". Saya pun berkata "kasihan juga ya anaknya pasti dia akan merasa stress dengan kelakuan orang tuanya".
Sebagai seorang guru, setiap akan membagikan rapor saya selalu berpesan kepada orang tua siswa agar jangan pernah memarahi anaknya kalau nilainya kecil atau tidak kebagian rangking, karena setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda dengan orang lain.
Orang tua harus bisa mengarahkan bakat anaknya. Orang tua jangan pernah mengekang hobi anaknya. Karena bisa saja mereka akan berhasil dari hobinya sejak kecil dan bisa membuat bangga kedua orang tuanya dari bakatnya tersebut.
Jadi untuk orang tua, jangan pernah memarahi anak saat mereka tidak bisa berprestasi dalam bidang akademik, tetapi sebenarnya dia memiliki bakat yang lain dan bisa berprestasi dalam bidang non akademik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H