Mohon tunggu...
Didno
Didno Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Youtuber

Guru yang suka ngeblog, jejaring sosial, nonton bola, jalan-jalan, hobi dengan gadget dan teknologi. Info lengkap didno76@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Bukan Karyawan

17 Oktober 2016   20:52 Diperbarui: 17 Oktober 2016   21:01 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu kebijakan kurikulum yang tidak sama antara satu sekolah dengan sekolah lain. Bahkan satu sekolah pun menggunakan kurikulum yang berbeda yang satu menggunakan kurikulum 2006 satunya menggunakan kurikulum 2013. Ini tentu sangat lucu pendidikan di Indonesia. Kita ingin output yang sama baiknya tetapi inputnya berbeda-beda. Aneh bukan? Anak-anak kita jadi ajang ujicoba dari para elit yang menurutnya paling benar.

Belum lagi guru sekarang tidak berdaya mengatasi anak-anak yang kelakuannya di luar batas kewajaran. Seperti merokok di toilet, membawa obat-obatan terlarang, minum-minuman alkohol, membawa ponsel yang di dalamnya berisi gambar-gambar tidak senonoh, melakukan pelecehan kepada temannya, meminta uang dengan paksa kepada adik kelasnya, berkelahi dengan teman, dan masih banyak lagi lainnya. Karena sekarang guru tidak boleh mendidik dengan kekerasan. Kalau guru melakukan kekerasan maka guru tersebut akan berhadapan dengan hukum dengan alasan HAM (Hak Asasi Manusia).

Padahal guru-guru kita dulu, mereka mendidik siswanya dengan cara yang berbeda-beda. Mereka memukul, menampar, dan menjewer telinga dengan keras tentu untuk kasus yang sangat parah pada saat itu. Tidak mungkin siswa yang tidak melanggar dipukul, ditampar atau dijewer.

Mereka melakukan itu hanya untuk kasus-kasus yang berat untuk efek jera. Dan wkatu dulu tidak ada siswa yang melaporkan hal tersebut kepada orang tuanya karena akan ditambah lagi hukumannya oleh orang tua mereka. Berbeda dengan sekarang, dimana orang tua percaya dengan ucapan anaknya, mereka beranggapan anaknya paling benar walaupun sebenarnya anak tersebut bersalah. Tidak melihat dari sudut pandang yang lain seperti menanyakan kebenaran kepada temannya atau guru yang lain. 

Kepala sekolah dan guru tidak boleh mengeluarkan siswa karena berbagai tingkah lakunya yang melanggar tata tertib sekolah, norma hukum dan agama tetapi bahasanya sekolah sudah tidak sanggup lagi dan mengembalikan kepada orang tuanya. Karena jika mengeluarkan siswa dengan kasus tertentu kita berhadapan dengan hukum apalagi kasusnya dipolitisir oleh oknum wartawan.

Guru itu harus memiliki sifat seperti malaikat yang tidak boleh marah, tidak boleh ringan tangan, tidak boleh ngomong yang tidak baik dan hal-hal keliru lainnya. Padahal guru itu manusia biasa yang punya rasa marah, kesal dan khilaf saat ada muridnya yang berkata kasar kepada teman, melanggar tata tertib sekolah, hukum dan agama.

Belum lagi pelajaran atau materi tentang agama, budi pekerti, sopan santun, tepo seliro, gotong-royong, menghargai orang lain hanya diberikan ala kadarnya. Maka jangan heran jika murid-murid sekarang sudah berkurang sopan dan santunya kepada orang lain, guru bahkan orang tuanya sendiri. Jangan heran kalau generasi sekarang sering tawuran, sering kebut-kebutan, seks bebas, minum-minuman, dan lain sebagainya karena mereka sudah tidak lagi takut kepada guru, orang tua, aparat, pemerintah bahkan Tuhannya.

Selain itu pemerintah juga harus memikirkan sekolah-sekolah yang ada di pedalaman atau pelosok dimana siswanya harus berjalan kaki berkilo-kilo meter, menyurusi sungai dan laut.  Pemerintah juga harus memikirkan sekolah yang memiliki kelas siang, juga persoalan-persoalan lainnya seperti uang saku untuk siswa, makan untuk siswa, guru, dan lain sebagainya.

Mudah-mudahan pemerintah bisa mengkaji ulang terhadap rencana memberlakukan wajib hadir delapan jam bagi guru di sekolah terutama bagi guru yang sudah mendapat sertifikasi atau tunjangan profesi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun