Selain itu ada pula ayahnya Gus Dur yakni K.H. A. Wahid Hasyim yang juga dikenal sebagai Pahlawan Nasional. Di kompleks ini juga, selain mereka bertiga ada banyak makam keluarga dan kerabatnya yang lain. Untuk mengenang dan mengenal mereka, pengelola mengabadikannya dalam sebuah prasasti yang ada di sekitar pemakaman ini.
[caption caption="Nama-nama yang dimakamkan di Kompleks Tebu Ireng"]
Disekitar pemakaman ini terdapat pendopo yang digunakan untuk peziarah untuk mengaji dan memanjatkan do’a-do’a untuk para arwah yang ada di makam ini. Jika peziarah membludak jumlahnya maka pihak pengelola sudah menyiapkan tempat khusus di lantai dua yang menghadap ke makam.
Waktu-waktu yang paling banyak didatangi oleh peziarah mengunjungi kompleks pemakaman Gus Dur biasanya pada saat malam Jum’at Kliwon, Hari Minggu, Bulan Maulid, Bulan Suro (Muharam) dan pada saat Khaul Gus Dur.
[caption caption="Tempat Peziarah Mengaji "]
Di sekitar Pemakaman Gus Dur ini, sekarang menjadi tempat mengais rejeki para pedagang yang notabenenya adalah masyarakat yang ada di sekitar pemakaman, selain itu banyak warga yang kebanjiran rejeki sebagai tukang parkir mobil dan bus, menyewakan rumahnya untuk tempat parkir sepeda dan sepeda motor, tempat menginap dan lain sebagainya.
[caption caption="Pedagang dan penitipan sepeda di sekitar makam Gus Dur"]
Maka tidak heran kalau ada yang bilang “seorang alim ulama bermanfaat tidak hanya pada saat hidupnya saja, tetapi saat sudah meninggal pun masih bisa memberi manfaat untuk orang lain”. Sekarang pertanyaan terbesar dalam diri kita adalah “Mampukah kita bermanfaat bagi orang lain selama hidup atau sesudah kita tiada?”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H