Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Tax Amnesty Belum Kendor

17 September 2016   23:58 Diperbarui: 20 September 2016   13:17 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="foto @diditpandita"][/caption]Awal September banyak pihak yg meragukan keberhasilan pencapaian Tax Amnesty dikarenakan satu bulan berlalu hanya mampu mengumpulkan 2 % dari target dana tebusan.

Namun bagi Pemerintah tak putus menyerah ditengah hantaman berbagai pihak dari dalam negeri bahkan negara lain yang turut mempengaruhi, mengarah untuk dihentikannya kebijakan Tax Amnesty ini,  perubahan atas peraturan peraturan Dirjen pajak dibuat untuk menampung segala kritik dan evaluasi apapun. Inilah yang positif perlu dilihat bahwa pemerintah tidak diam untuk menanggapi aspirasi yang berkembang. Dan mereka pun menyadari ini semata mata demi tercapainya penerimaan negara sehingga ruang untuk ekonomi Indonesia tumbuh akan lebih ringan kedepan.

Pajak di Indonesia itu sejatinya menganut sistem yang namanya Self Assessment atau pelaporan individu artinya kesadaran setiap warga negara yang memiliki penghasilan menjadi sandaran yang pertama dalam hal pelaporan pajak. Pemerintah sifatnya menghimbau dengan perannya sebagi pelayan publik tentu perlu menunjukkan bahwa dana kelolaan pajak digunakan untuk hal hal dalam mendukung pembangunan dan pemerataan.

Nah, kekuatan pemerintahlah yang dinilai siap atau tidaknya untuk memperlakukan dana dana pajak ini.
Maka dengan dimulainya Tax Amnesty sebenarnya juga pemerintah sedang berkaca untuk terus berbenah dan meyakinkan kepada warga wajib pajak sehingga memiliki dampak yang signifikan. Selain untuk menambah penerimaan negara ( tax ratio ) juga sekaligus mampu menambah jumlah wajib pajak baru ( tax base ) yang keduanya hingga saat ini masih tergolong rendah jika dibandingkan negara lain. Tahun ini, rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kita di bawah 11 persen sedangkan rata-rata rasio pajak di negara Asia Tenggara adalah di atas 14%.

Optimisme inilah yang akan menarik para wajib pajak untuk mengikuti Tax Amnesty.
Dokumentasi pencatatan aset yang berliku dengan proses administrasi memang mesti dilalui bagi para wajib pajak besar namun pengayoman juga di berikan sehingga seolah tak beralasan untuk mematahkan semangat Tax Amnesty ini.
Seperti halnya Tommy Soeharto penerus klan Cendana pada Kamis kemarin (15/9/2016) secara mengagetkan datang ke kantor wilayah pajak Jakarta untuk melaporkan hartanya dalam proses awal mengikuti program Tax Amnesty. Ini seolah pertanda bahwa wajib pajak besar yang merupakan target paling utama sudah mendukung.
Dan ketika berita tersebut tersiarkan seketika juga siasat negara Singapura makin kuat terlihat dalam menyerang Tax Amnesty.

Untuk apa baru sekarang pemerintah Singapura terlihat galau kemudian ikut peduli terhadap persoalan pencucian uang menganggap bahwa warga negara Indonesia yang mengikuti program Tax Amnesty adalah terduga pelaku tindak pidana pencucian uang yang kemudian akan dilaporkan seperti menakut nakuti para pemilik dana agar tak sampai merepatriasi dana dan cukup sekedar mendeklarasikan harta.
Apakah karena perlakuan manis diawal awal kemunculan Tax Amnesty tak cukup mengena bahwa seperti beredar kabar perbankan disana menawarkan insentif selisih kepada wajib pajak Indonesia yang hanya berkeinginan mengikuti deklarasi demi menahan keluarnya total aset warga negara Indonesia yang berjumlah Rp.2.638 triliun atau sekitar 40 persen dari total aset bank swasta di Singapura.

Harus tidak terpancing oleh ini semua, pemerintah kita dorong untuk bisa fokus kedalam menyiapkan perangkat, tujuan investasi, kepastian hukum serta pemanis yang sesuai, ini semua karena kita sadar bahwa bukan untuk tunduk atau menggelar karpet merah kepada para penggelap pajak tetapi jika dulu seribu alasan buruk berakibat uang lari keluar dari negara ini maka kali ini kita perlu mengakui bahwa lembaran baru mesti terjadi kedepan atas komitmen pemerintah terhadap uang pajak serta alokasinya.

Seperti kendor namun bukan melorot istilah ini tepat karena ketika kali ini gagal kembali maka pengulangannya akan berputar dalam periode yang sangat panjang dan dalam pemerintahan yang berbeda tentunya.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun