Mohon tunggu...
didit budi ernanto
didit budi ernanto Mohon Tunggu... Freelancer - menulis kala membutuhkan

(ex) jurnalispreneur...(ex) kolumnispreneur....warungpreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Keberagaman dan Toleransi di Kampung Nusantara

25 Desember 2020   10:08 Diperbarui: 26 Desember 2020   08:25 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mau melihat dan belajar tentang keberagaman budaya? Datang saja ke Kampung Nusantara. Mau melihat dan belajar miniatur ber-Bhinneka Tunggal Ika? Datang-lah ke Kampung Nusantara. Atau, mau belajar soal toleransi? Datang-lah ke Kampung Nusantara.

Kampung Nusantara berada di Dusun Cikubang Desa Cipta Karya Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran Jawa Barat. Kampung Nusantara ini tidak berbeda seperti laiknya perkampungan lainnya dengan mayoritas warganya bekerja sebagai petani. Ada kurang lebih 35 kepala keluarga yang mendiami Kampung Nusantara ini.  

Keberadaan Kampung Nusantara menjadi istimewa karena terjadi interaksi multikultur dengan keberagaman budaya yang ada. Interaksi yang terjalin antara warga asli setempat dengan para pendatang.

Para pendatang ini adalah murid-murid Kelas Multikultur di SMK Bakti Karya yang berlokasi di kawasan tersebut.  Memang, Kelas Multikultur SMK Bakti Karya menjadi cikal bakal berdirinya Kampung Nusantara.

Adalah Ai Nurhidayat inisiator Kampung Nusantara yang sekaligus  Ketua Yayasan Dana Bakti Karya (YDBK), Ai Nurhidayat, selaku pengelola SMK Bakti Karya. Kelas Multikultur sendiri mulai direalisasikan di sekolah kejuruan tersebut sekitar tahun 2015 lalu. Salah satu tujuannya adalah memberikan akses pendidikan merata hingga ke seluruh wilayah Indonesia.

Seluruh peserta didik di Kelas Multikultur ini memperoleh beasiswa penuh hingga tamat pendidikannya. Mereka tak perlu merogoh kocek untuk kebutuhan biaya transportasi dari daerah asal, biaya pendidikan hingga biaya hidup selama pendidikan. Semuanya ditanggung sepenuhnya oleh YDBK.

Ternyata animo peminat Kelas Multikultur ini sangat luar biasa. Dari tahun 2015 hingga 2019, rata-rata setiap tahun Kelas Multikultur ini memiliki 41 murid yang berasal dari 28 suku dari 18 propinsi hingga 21 provinsi. Pendek kata murid Kelas Nusantara ini berasal dari Sabang sampai Merauke.

"Untuk tahun 2020 ini, karena pandemi Covid-19, murid-muridnya berasal dari berbagai suku di 9 provinsi saja seperti Papua, Papua Barat, NTT, dan Jawa Barat. Hampir sepertiganya yang diterima tidak jadi bergabung karena pandemi Covid-19," tutur Ai Nurhidayat saat berbincang-bincang dengan penulis.

Menariknya, semua murid di Kelas Multikultur tidak hanya memperoleh materi pendidikan multimedia di dalam kelas saja. Berbagai kegiatan  di luar kelas harus diikuti  yang membuat mereka akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan warga di sekitar sekolah dan asrama.

Misalnya, bersama-sama warga ikut berkebun. Kemudian, dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh warga seperti bergotong royong mempersiapkan HUT Kemerdekaan RI.

Kehadiran anak-anak dari beragam latar belakang suku dan budaya itu ternyata memberikan nilai-nilai berharga bagi warga setempat. Interaksi yang terbangun menjadikan warga bisa tahu dan belajar tentang keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia secara efektif dan efisien.

Efektif karena interaksi itu dibangun setiap harinya sehingga warga memperoleh pengetahuan utuh tentang aneka budaya yang ada di Indonesia. Efisien karena warga tidak perlu keluar biaya mahal dan waktu untuk  mengenal anekaragam budaya yang ada di Nusantara ini.  "Tidak bisa dibayangkan berapa banyak waktu dan biaya yang harus kami keluarkan bila harus berkeliling Indonesia," timpal pria asli Parigi Pangandaran tersebut.

Akan halnya murid Kelas Multikultur, pelajaran di luar kelas ini memiliki makna penting dalam berbagai level. Pertama, level pengetahuan dimana murid mau tidak mau dituntut memiliki pengetahun soal budaya suku tempat asalnya. Jadi, murid bisa menjelaskan kepada siapa pun yang ingin tahu tentang budaya asli suku tempat asalnya tersebut.

Ikut memiliki dan menjadi duta merupakan level berikutnya. Maksudnya, mereka merasa ikut memiliki dan cinta terhadap budayanya sendiri, lalu untuk kemudian memperkenalkannya kepada masyarakat luas.

Setelah lulus kembali ke daerah asal merupakan level terakhir yang diharapkan dari setiap murid Kelas Multikultur. Diakui Ai Nurhidayat, level ini tidak gampang diwujudkan karena dengan bekal ilmu yang diperoleh murid yang lulus berkeinginan mencari penghidupan di rantau.

Interaksi sederhana bagaimana bisa hidup rukun berdampingan, bergotong royong dan bekerja sama dari orang-orang yang memiliki latar belakang suku dan budaya yang berbeda-beda. Dari interaksi ini terbangun berbagai hal positif tentang toleransi hingga mengejawantahan Bhinneka Tunggal Ika. 

Interaksi unik yang terbangun dari murid Kelas Multikultur dengan warga setempat ini lantas menarik perhatian banyak pihak. "Padahal kami tidak menggembar-gemborkan semua itu. Tetapi, ternyata banyak yang ingin tahu bahkan melakukan studi di Kampung Nusantara," jelas bapak dua anak ini.

Bahkan ada yang berminat ikut mengajar melalui program Kelas Profesi. Program ini diadakan setiap hari Sabtu  sejak tahun 2016. Menurut Ai Nurhidayat, program ini semacam berbagi pengalaman dari kalangan profesional yang diharapkan bisa menumbuhkan motivasi, gairah dan tujuan belajar. Hingga tahun 2020 ada sekitar 150 orang profesional yang ikut mengajar melalui Kelas Profesi.

Dampak Ekonomi Warga

Seiring banyaknya animo tamu yang datang untuk sekedar studi hingga ikut terlibat dalam kegiatan bersama di Kelas Multikultur SMK Bakti Karya, Ai Nurhidayat lantas menginisiasi  pembuatan Kampung Nusantara sekitar tahun 2018, yaitu persisnya di  Dusun Cikubang.

Sesuai dengan sebutan Kampung Nusantara, maka tempat tinggal warga diberi nama pulau-pulau yang ada di Indonesia. Seperti Sumatera dan Kalimantan dan sejumlah rumah dihiasi mural yang menggambarkan keberagaman budaya di Nusantara.

Selain itu, beberapa rumah di Kampung Nusantara ini difungsikan sebagai home stay bagi tamu yang hendak menginap.  Ai Nurhidayat mengungkapkan ikhwal keberadaan home stay di Kampung  Nusantara ini.

"Ada tamu-tamu yang ingin tinggal beberapa hari karena merasa butuh banyak waktu untuk bisa belajar tentang keberagaman budaya di Kampung Nusantara ini," tutur Ai Nurhidayat.  Sementara untuk tinggal di penginapan di kawasan Pangandaran dianggap terlalu jauh.

Tamu yang datang memang beragam durasi tinggalnya. Ada yang hanya sekedar singgah sebelum melanjutkan perjalanan wisata ke Pantai Pangandaran dan sekitarnya. Ada pula yang tinggal berhar-hari bahkan berminggu-minggu sehingga membutuhkan akomodasi.

Penyediaan akomodasi home stay ini, menurut Ai Nurhidayat, lebih kepada sekadar memberi kemudahan bagi tamu.  "Kalau ditanya berapa tarif home stay di Kampung Nusantara per malam, itu sekadar pengganti biaya listrik dan air untuk pemilik rumah. Tidak komersial," tegas Ai Nurhidayat.

Toh, tetap tak bisa dipungkiri besarnya kontribusi Kampung Nusantara terhadap perekonomian warga. Untuk home stay saja kontribusinya bisa mencapai jutaan rupiah sebagai penghasilan tambahan bagi warga setiap tahunnya.

Belum lagi dari kegiatan yang bersifat ekonomi lainnya yang digagas di Kampung Nusantara seperti berkebun hingga ternak lele. Bahkan, telah mulai ada warga sekitar yang menangkap peluang potensi ekonomi dengan membuka toko oleh-oleh.

Menilik begitu besarnya antusiasme tamu yang berkunjung ke Kampung Nusantara, berbagai kegiatan  tahunan diadakan rutin. Di antaranya, Festival Kampung Nusantara dan Festival Kemerdekaan. Lalu, Festival 28 Bahasa di bulan Oktober dimana dalam festival ini murid Kelas Multikultur berbagi hal tentang  bahasa ibunya yang bisa dipelajari bersama-sama.

Lalu, ada beberapa program lainnya  yang bisa diikuti siapa pun yang berkunjung ke Kampung Nusantara. Yakni Malam Gembira sebagai bentuk akktualisasi diri, dan Live In Gembira yang merupakan program interaksi dan bakti sosial. Ada juga Diskusi Gembira serta Kelas Gembira yang bisa diikuti tamu bersama anak-anak serta warga.

Beberapa pihak pun juga telah memasukkan Kampung Nusantara sebagai bagian dari destinasi wisata di Pangandaran. Terintegrasi dengan destinasi lain yang menjadi ikon Kabupaten Pangandaran seperti Pantai Pangandaran dan Green Canyon.

Ai Nurhidayat tak menampiknya. Menurut Ai Nurhidayat selama tetap mengedepankan  edukasi multikultur sebagai keunikan Kampung Nusantara, dirinya sangat terbuka kepada siapa pun.

Ai Nurhidayat telah mampu membuktikan diri sebagai figur penjaga toleransi multikultur sekaligus berhasil memberikan kontribusi pendidikan dan perekonomian masyarakat. Berkat semua itu berbagai penghargaan diperolehnya.

Salah satunya adalah penghargaan Satu Indonesia Award di bidang pendidikan tahun 2019 dari Astra. "Semua hadiah saya belikan 20 unit sepeda yang sekarang bisa dipakai sebagai transportasi untuk keliling Kampung Nusantara dan sekitarnya," ujar alumnus UIN Syarif Hidayattullah dan Universitas Paramadina ini sembari tersenyum.

Ada mimpi besar yang ingin dicapainya yaitu menjadikan Kampung Nusantara sebagai role model terciptanya kampung-kampung serupa di berbagai daerah. Dengan demikian, bagaimana keberagaman budaya di Nusantara tak hanya sebagai kekayaan budaya Indonesia, tetapi justru menjadi perekat bangsa. Bagaimana toleransi multikultur ini tetap terjaga dan semangat Bhinneka Tunggal Ika diimplementasikan sebaik-baiknya dalam kehidupan di Indonesia.

Mimpi besar Ai Nurhidayat itu sesungguhnya bisa terealisasi. Murid-murid Kelas Multikultur itulah yang menjadi harapannya mewujudkan mimpi. Dimana pun mereka tinggal setelah lulus, bisa menjadi pionir bagi terbentuknya Kampung Nusantara-Kampung Nusantara baru di seluruh Nusantara ini. Tentunya dengan bekal pengalaman yang mereka dapatkan selama tiga tahun menjadi bagian menjaga keberagaman budaya, menjalankan perilaku toleransi serta ke-Bhinneka Tunggal Ika-an yang diperoleh di Kelas Multikultur. 

Jadi, tepat rasanya jika ingin belajar tentang keberagaman budaya, belajar miniatur ber-Bhinneka Tunggal Ika serta belajar tentang toleransi, datang saja ke Kampung Nusantara. (Didit B. Ernanto)*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun