Konsep Circular Economy menarik perhatian perusahaan-perusahaan di dunia. Konsep ini dinilai tepat sebagai solusi mengatasi persoalan limbah atau sampah menyusul terus tumbuhnya kesadaran pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Di Indonesia, konsep Circular Economy diterapkan oleh PT Great Giant Foods (GGF). Menurut Senior Manager Sustainability GGF, Arief Fatullah, konsep Circular Economy ini suah diberlakukan sejak lama di perusahaan-perusahan di bawah naungan GGF.
Konsep Circular Economy yang berkelanjutan diimplementasikan mulai dari hulu hingga ke hilir. "Semua limbah yang dihasilkan diolah sebagai opportunity bisnis yang manfaatnya bukan dirasakan oleh perusahaan, tetapi petani dan peternak sebagai mitra, masyarakat sekitar dan konsumen," jelas Arief dalam pemaparannya di  webinar, "Pemanfaatan Limbah Produksi GGF dengan Konsep Circular Economy yang Berkelanjutan, Kamis, 13 Agustus 2020.
Sebenarnya konsep Circular Economy dalam pengelolaan limbah bukanl hal baru di Indonesia. Konsep ini secara sederhana sudah lama dikenal di masyarakat pedesaan di Indonesia. Bagi masyarakat pedesaan, lazim ditemui petani yang sekaligus memiliki ternak.
Petani memanfaatkan kotoran ternaknya sebagai pupuk bagi lahan pertanian yang digarapnya. Sebaliknya, hasil lahan pertanian yang tidak termanfaatkan bisa dipakai sebagai pakan ternak peliharaannya.
Akan halnya Circular Economy yang diterapkan di GGF tentu saja tidak sesederhana pengolahan limbah model petani di pedesaan. Pemanfaatan limbah dilakukan secara terintegrasi dengan menggunakan teknologi tepat guna.
Limbah pun tak lagi hanya diolah sebagai pupuk yang dibutuhkan bagi perkebunan. Limbah yang dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit listrik. Bahkan limbah berupa buah-buahan hasil perkebunan tetap memiliki nilai ekonomi tinggi setelah diolah menjadi berbagai ragam makanan ringan.
Lantas, Arief mencontohkan, hasil perkebunan nanas yang dikelola GGF bersama mitra petani. Tak kurang ada 32 ribu ha perkebunan nanas dengan produksi hingga sekitar 500.000 ton per tahun. Buah nanas hasil kebun itu diolah menjadi nanas kaleng yang lantas di ekspor ke  60 negara. Tak kurang sekitar 11 ribu kontainer nanas kaleng yang diekspor.
Perkebunan nanas itu diklaim Arief untuk menyisakan limbah. "Semua yang dianggap sebagai limbah tidak dibuang. Tetapi diolah supaya bermanfaat sebagai opportunity bisnis," ungkap Arief.
Misalnya, kulit nanas diolah untuk dijadikan sebagai pakan ternak sapi yang dikelola oleh peternak mitra GGF. Mahkota tanaman nanas dipakai lagi sebagai bibit. Kemudian buahnya dikemas menjadi nanas kaleng. Sementara batang dan daunnya dijadikan sebagai biogas. Untuk kulit nanas tidak dibuang sebagai limbah, melainkan diolah untuk pakan ternak sapi.
Lantas bagian tanaman nanas lainnya juga tidak dibuang begitu saja. Batang dan daun diolah sebagai biogas. Untuk mahkota nanas akan dipakai sebagai bibit bagi penanaman nanas berikutnya.