Mohon tunggu...
didit budi ernanto
didit budi ernanto Mohon Tunggu... Freelancer - menulis kala membutuhkan

(ex) jurnalispreneur...(ex) kolumnispreneur....warungpreneur

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kader Posyandu Ujung Tombak Perangi Gizi Buruk

23 Desember 2019   13:24 Diperbarui: 28 Desember 2019   08:36 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesibukan  luar biasa selalu terlihat di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Sartika I RT 01 RW 02 Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung di hari Kamis minggu ketiga setiap bulannya. Ibu-ibu kader Posyandu Sartika I saling berbagi  tugas mulai dari menyiapkan tenda, membuat makanan tambahan balita, menyiapkan alat timbangan, mengundang orang tua balita untuk datang ke posyandu.

Sedikitnya ada sekitar 100 balita yang seharusnya rutin melakukan pemeriksaan kesehatan maupun menimbang berat badan di Posyandu Sartika I. Ke-100 balita itu tersebar dari RT 01, RT 02 dan RT 03. "Tapi biasanya tidak semuanya datang. Kalau sudah begitu, kader Posyandu harus jemput bola datang ke rumah-rumah orang tua balita,"  kata Ibu Sugiarni (50), Koordinator Posyandu Sartika I.

Ada kurang lebih 5 kader di Posyandu Sartika I ini. Sebenarnya tugas kader itu, tidak berbeda jauh dengan tugas kader Posyandu lainnya. Tetapi, bukan berarti tugas kader posyandu bisa dianggap enteng.

Kader Posyandu bertugas memastikan kondisi kesehatan balita di wilayahnya baik-baik saja. Maksudnya, tidak ada persoalan-persoalan kesehatan seperti gizi buruk, kurang gizi, stunting bahkan obesitas yang dialami oleh balita. Pendek kata, kader Posyandu sejatinya adalah ujung tombak memerangi gizi buruk dan kasus gizi balita lainnya.

Seperti diketahui kasus-kasus menyangkut gizi balita di Indonesia masih sangat tinggi. Mengutip data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskendas) Kementerian Kesehatan, tahun 2018 angka gizi buruk dan kurang gizi balita adalah 3,9 persen dan 13,8 persen. Sementara untuk   kasus stunting tahun 2019 masih berada di 27,67 persen. Angka tersebut turun dibandingkan tahun 2018 yang berada di 30,8 persen. Sedangkan untuk kasus obesitas angkanya ada di sekitaran 8 persen.

Menurut Sugiarni tugas sebagai kader Posyandu itu menjadi tidak mudah. Ada persoalan-persoalan menyangkut kesadaran orang tua hingga persoalan pembiayaan operasional Posyandu.

Dalam hal kesadaran orang tua untuk rutin setiap bulan  mengikuti kegiatan menimbang balitanya di Posyandu  memang  masih tidak optimal. Menurut Sugiarni, jumlah balita yang ikut kegiatan di Posyandu Sartika I itu setiap bulannya selalu dibawah 100 balita.

Orang tua memiliki alasan bermacam-macam. Ada orang tua yang bilang anaknya masih tidur, sedang pergi dan banyak pula yang berdalih lupa. Padahal, sambung Sugiarni, pihaknya tak pernah bosan terus mengingatkan jadwal timbang di Posyandu Sartika  I. Kalau sudah begitu terpaksa kader Posyandu jemput bola, imbuh Sugiarni.

Persoalan lain adalah menyangkut biaya. Karena telah berstatus sebagai Posyandu Mandiri, maka Posyandu Sartika I harus mampu membiayai kegiatannya sendiri. Oleh karenanya, kader Posyandu Kartika I harus bisa mencari donatur. 

"Untung ada donatur dan bantuan CSR dari perusahaan swasta. Kalau masih kurang, terkadang harus keluar dari saku kader sendiri," ungkap Sugiarni. Memang ada insentif sebesar Rp 250 ribu. Tetapi tentunya itu tidak cukup.

Kerja keras tanpa pamrih dari para kader Posyandu Sartika I memang membuahkan hasil. Parameternya berupa nyaris tidak pernah ada kasus-kasus gizi yang dialami balita di sekitaran RW 02 Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung tersebut.

Menurut Sugiarni, hal itu sudah merupakan kepuasan tersendiri yang tidak bisa diukur dengan materi. Keberhasilan menunaikan amanah dan tanggungjawab itulah yang membuat Sugiarni betah mengabdi sebagai kader Posyandu selama lebih dari 11 tahun.

Hingga kini pun Sugiarni belum berpikir untuk mundur sebagai kader Posyandu. Terlebih pengabdian Sugiarni itu didukung penuh oleh suami dan anak-anaknya.

Loyalitas kader Posyandu itu diakui oleh Koordinator  Kampung  Hijau Campaka, Iman Nur Komara. "Loyalitas kader Posyandu Sartika  memang luar biasa. Sepenuh hati dalam mengemban tugasnya," urai Iman. Posyandu Sartika I dan Sartika II merupakan salah satu program yang dijalankan oleh Kampung Hijau Campaka.

Menurut Iman, pihaknya mensupport kebutuhan layanan Posyandu Sartika I dan Sartika II. Seperti dengan memberikan tenda, alat timbang hingga beberapa kali men-support pengadaan makanan untuk program makanan tambahan (PMT) bagi balita.

Salah satu target dari kegiatan-kegiatan itu diharapkan mampu terus meningkatkan partisipasi warga. Sebab, tanpa partisipasi warga maka persoalan-persoalan di bidang kesehatan maupun lingkungan sulit untuk diatasi. Berbagai program yang ada berpotensi tak berjalan sesuai harapan.

Oleh karena itu, Iman tak henti-hentinya memuji loyalitas dan pengabdian tulus dari ibu-ibu kader Posyandu. Para kader Posyandu itu mampu berperan sebagai ujung tombak dari semua program yang dicanangkan yang berkaitan dengan kesehatan balita.

Dukungan dari pihak ketiga dalam bentuk corporate social responcibility (CSR) memang dibutuhkan. Salah satunya yang intens berkegiatan dalam CSR ini adalah PT Astra Internasional Tbk yang mengembangkannya melalui konsep Kampung Berseri Astra (KBA). Konsep inipun bersinggungan langsung salah satunya dengan Kampung Hijau Campaka.

Menurut Head of Corporate Communications Astra, Boy Kelana Soebroto Figur-figur seperti Ibu Sugiarni maupun kader Posyandu Sartika I merupakan figur dengan kearifan lokal yang diharapkan  bisa menjadi figur penggerak  partisipasi warga sekitarnya.  Boy mengatakan dengan  konsep KBA  ini, pihaknya sangat menekankan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang seperti lingkungan, kesehatan, pendidikan, maupun UKM sebagai pilar utamanya.

Ke-4 pilar itu lantas diintegrasikan secara berkelanjutan.  Harapannya, kolaborasi  bersama masyarakat ini nantinya mampu mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas dan produktif. 

Secara terpisah pemerhati ekonomi Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi, mengatakan program CSR idealnya harus dilakukan secara terpadu dan terprogram. Sehingga dapat memberikan manfaat secara riil dan memiliki nilai lebih bagi masyarakat setempat, tak hanya dalam jangka pendek tetapi juga jangka panjang.

Hal itu perlu dilakukan karena sejauh ini kegiatan CSR dilakukan sekadar menggugurkan kewajiban semata. Belum banyak kegiatan CSR yang akhirnya mampu memberikan nilai tambah bagi pemberdayaan masyarakat dalam jangka panjang.

Pemberdayaan masyarakat melalui parameter meningkatnya kehidupan  sosial ekonomi. Artinya, dengan CSR produktifitas kinerja masyarakat dapat ditingkatkan sehingga berkolasi terhadap pertumbuhan perekonomian masyarakat sebagai sasaran CSR.

Apa pun manfaat CSR, yang pasti kita semua selalu butuh figure-figur seperti Ibu Sugiarni dan jutaan kader Posyandu lainnya di seluruh Indonesia yang mengabdi tanpa pamrih. Mereka-lah ujung tombak yang sebenarnya dalam  mewujudkan SDM Unggul Indonesia Maju.

Sebab, bagaimana SDM unggul bisa terwujud bilamana balita yang nota bene merupakan generasi penerus menderita gizi buruk, kurang gizi, stunting dan obesitas.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun