Mohon tunggu...
Didi Suprijadi ( Ayah Didi)
Didi Suprijadi ( Ayah Didi) Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, pembimbing dan pengajar

Penggiat sosial kemasyarakatan,, pendidik selama 40 tahun . Hoby tentang lingkungan hidup sekaligus penggiat program kampung iklim. Pengurus serikat pekerja guru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kedepan, Tidak Ada Lagi Murid Belajar di Atas Lantai Lantaran SPP

13 Januari 2025   12:32 Diperbarui: 13 Januari 2025   12:32 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kedepan, Tidak Ada Lagi Murid Belajar di Atas Lantai Lantaran SPP.

 "Ternyata ada tunggakan bukan uang sekolah, tapi iuran tambahan karena itu kan sekolah swasta," demikian Gogot Suharwoto Ph D, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah . Menanggapi kasus Murid SD swasta yayasan S A,  di Kota Medan yang belajar di lantai karena mendapat hukuman dari guru wali kelasnya.
(https://www.detik.com/edu/sekolah/. 12/1/2025. Pukul 13.00.).

Hal ini disampaikan oleh mantan atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedubes RI di Korea Selatan, Gogot Suharwoto Ph D setelah mendapat laporan dari tim Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Sumatra Utara,
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
 
Berita kasus murid terkena hukuman baik oleh guru maupun sekolah sudah sering terdengar di media sosial, seringkali hukuman tersebut berhubungan dengan bayaran sekolah atau SPP. Sekalipun SPP di sekolah sekolah sudah banyak yang di hapus setelah adanya dana BOS, baik dana BOS pusat maupun dana BOS daerah, tetapi kenyataannya masih saja terjadi murid yang terkena hukuman yang dihubungkan dengan bayaran sekolah atau SPP.

Beberapa Kasus Murid dan SPP 


Beberapa tahun lalu juga terjadi, 3  siswa Sekolah Dasar (SD) swasta di Pandeglang, Banten, dipulangkan pihak sekolah karena orang tua nya tidak mampu membayar tunggakan uang SPP. Biaya SPP perbulan ketiga kakak beradik sebesar Rp 350 ribu untuk anak pertama, Rp 300 ribu untuk anak kedua dan Rp 250 ribu untuk anak ketiga.

FZ(11) anak pertama, FR (10) anak kedua , dan FT (7) anak ketiga, ketiga murid kakak beradik tersebut dipulangkan oleh pihak sekolah saat jam pelajaran masih berlangsung.

Sebelum nya terjadi juga kasus murid SMP swasta di Banguntapan Bantul Yogyakarta merasa diperlakukan tidak adil. Pasalnya setiap murid yang menunggak bayaran SPP sekolah nama nama nya  diwartakan melalui grup grup WA antar kelas dan sekolah. Banyak orang tua murid yang protes karena beranggapan sekolah mempermalukan anak anak nya di kelas. "Jangan membully anak anak di sekolah hanya karena belum bayaran SPP " begitu salah satu protes orang murid yang disampaikan lewat media sosial Facebook.

"Karena ini sekolah swasta " menurut Gogot Suharwoto Ph D, seorang doktor bidang Pendidikan matematika dari perguruan tinggi terkenal Oregon Amerika Serikat, maka sesuai Standar Operasi Prosedur ( SOP) harusnya yang membuat aturan tentang SPP bukan guru tetapi yayasan penyelenggara sekolah.

Ternyata bukan hanya dominasi sekolah swasta kasus tidak menyenangkan menimpa murid lantara SPP, tetapi terjadi juga di sekolah negeri milik Pemerintah.

Kasus ditahan nya sepatu murid SMA negeri 8 Merangin Provinsi Jambi, oleh oknum guru dengan alasan murid tersebut menunggak SPP.

Berita tersebut ramai di medsos setelah terlihat dalam postingan akun Facebook @Radja Syaefullah yang dibagikan ulang oleh akun @Alpin di beranda Facebook nya pada tanggal 17 September 2019 beberapa tahun lalu.

Begitu juga kasus dipulangkan nya murid SMK negeri di kota Pematangsiantar Sumatera Utara hanya gegara belum lunas bayaran SPP sekolah nya.

Sebut saja N seorang Murid menunggak bayaran SPP selama 6 bulan kemudian disuruh pulang oleh oknum guru berinisial WS, berita ini menghebohkan dunia pendidikan. Setelah heboh karena berbagai pihak meramaikan nya melalui medsos , kemudian pihak sekolah mengambil keputusan membebaskan bayaran SPP yang besaran nya Rp 75 ribu per bulan itu.

Aturan Pendidikan menyangkut SPP?

Pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah amanat konstitusi. Karena itu, negara melalui pemerintah dan badan swasta wajib menyelenggarakan sekolah sebagai kewajiban konstitusional.

Oleh sebab itu mustinya baik sekolah negeri dan sekolah swasta mempunyai kedudukan yang sama dalam hal penerapan pendanaan pendidikan.

 Bahwa pungutan dana pendidikan tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Hal ini sesuai pasal 52, PP Nomor 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

Pasal dalam Peraturan Pemerintah tersebut memaknai bahwa pendanaan pendidikan melalui SPP tidak dikaitkan dengan pemulangan murid saat belajar, murid belajar di atas lantai, sepatunya berhari hari disandera hingga penunggak SPP di beritakan melalui grup WA satu sekolah.

Harusnya pihak sekolah baik swasta maupun negeri memahami bahwa proses belajar mengajar dimanapun harusnya bersuasana aman, nyaman dan menyenangkan. Prose belajar mengajar harusnya menjauhi kekerasan, menjauhi perundungan hingga diskriminasi.

Pemulangan murid secara paksa dari sekolah, belajar di atas lantai dan menyandera sepatu hingga mewartakan nama nama murid di grup WA sekolah lantaran belum lunas SPP merupakan bentuk kekerasan, perundungan dan diskriminasi yang membuat trauma berkepanjangan bagi murid.

Saran pendapat

Pada dasarnya urusan pendanaan pendidikan melalui SPP bukan urusan murid, melainkan urusan Pemerintah, Masyarakat dan orang tua murid.

Pendanaan pendidikan oleh pemerintah bisa melalui dana BOS daerah maupun dana BOS pusat, Pendanaan Pendidikan oleh masyarakat bisa melalui yayasan atau perkumpulan sedangkan Pendanaan Pendidikan oleh orang tua murid bisa melalui Persatuan Orang tua  Murid dan Guru ( POMG) atau Komite sekolah.

Komite sekolah atau POMG sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga yang membantu dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah akhir akhir ini perannya sudah mulai berkurang  baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta.

Tidak akan terjadi urusan SPP menimpa murid murid yang tidak bersalah di sekolah, apabila pihak sekolah atau yayasan sebelum mengambil keputusan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak Komite sekolah atau POMG.

Penting peningkatan peran Komite sekolah atau POMG baik dalam bantuan  bidang akademik di sekolah maupun bidang pendanaan. Bila peran Komite sekolah atau POMG dimaksimalkan maka Kedepan Tidak Ada Lagi Murid Belajar di Atas Lantai Hanya Lantaran Belum Bayar SPP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun