Jumantiklah sebagai ujung tombak sekaligus ujung tombok dalam pemberdayaan masyarakat dalam pemberantasan jentik nyamuk dalam rangka mencegah menularnya penyakit DBD.
Jumantik disebut ujung tombok karena setiap kader Jumantik membawa makanan dalam bentuk kue-kue untuk disantap ramai-ramai setelah keliling memantau jentik di rumah warga.Â
Bagaimana tidak tombok karena kegiatan dilakukan 8 kali setiap bulannya. Belum lagi kebutuhan lainnya seperti seragam Jumantik yang harus dipunyai lebih banyak karena harus ganti tiap kegiatan.
Yang paling bertanggung jawab kegiatan para Jumantik adalah seorang koordinator. Apabila ada satu RT kedapatan kasus DB, konon katanya bonus honorer bulanannya yang sebesar Rp 500 000 tidak dapat cair. Begitu juga anggota Jumantik bila dalam RT-nya terdapat kasus DB maka Jumantik yang bersangkutan bonus honornya tidak cair.
Lalu bagaimana mengatasinya? Bagi para kader Jumantik, rupanya kegiatan Jumantik bukan hanya sekadar hobi tetapi juga bersifat kemanusiaan. Makanya untuk menanggulanginya, seorang Jumantik dan seorang koordinator yang bonus honor tidak cair, maka seluruh anggota Jumantik lainnya sepakat untuk urunan tanggulangi honornya
Salah seorang Jumantik bercerita bahwa kerja sebagai Jumantik banyak suka dukanya. Sukanya bisa bergaul dengan masyarakat dan lebih banyak silaturahmi, karena setiap Selasa dan Jumat bertemu dengan warga yang rumahnya dikunjungi untuk dipantau jentik nyamuknya.Â
Tetapi dukanya, banyak dialami oleh para kader Jumantik. Tidak jarang rumah rumah warga yang didatangi tuan rumahnya tidak bersahabat. Sering kali menampakkan kecurigaan.Â
Banyak juga rumah warga yang tidak bersedia rumahnya diperiksa dan dipantau keberadaan jentik nyamuknya, terutama rumah warga orang orang berada. Ada kalanya rumah warga yang menutup rapat pintunya bila didatangi para Jumantik sekalipun sudah dijelaskan maksud dan tujuan Jumantik.
Yang lebih tombok lagi bagi Jumantik adalah bila ada kedapatan pasien DBD di rumah sakit. Laporan dari rumah sakit akan sampai ke pendamping Jumantik di kelurahan. Laporan ini berdasarkan data kependudukan si pasien yang bersangkutan. Tidak jarang pasien yang terkena DBD sebenarnya sudah tidak tinggal lagi di RT RW yang tertera dalam KTP.
Karena warga Jakarta yang mempunyai mobilitas tinggi. Kadang kadang penderita DBD terkena gigitan nyamuk bukan di tempat tinggalnya tetapi bisa tempat lain seperti kampus, sekolah atau tempat kerja.