Kali ini saya tertarik untuk memberikan pandangan tentang issu yang saat ini ramai diperbincangkan oleh para Kompasianer dan juga oleh para netizet diberbagai media social. Yaitu informasi terkait tentang rencana pembangunan perpustakaan oleh DPR RI.
Terus terang, ketika pertama kali mendengarkan informasi tersebut, saya kemudian melakukan pengecekan pemberitaan diberbagai media, ternyata kabar itu benar ketika ketua DPR Ade Komaruddin memberikkan pandnagan dan gagasannya terhadap rencana tersebut. Pengecekkan ini saya lakukkan untuk memastikkan apakah ini hanya informasi yang parsial yang datangnya bukan dari sumber yang falid. Sebabnya saya tidak ingin baper (bawa perasaan) duluan sebelum memastikan itu benar atau tidak.
Karena ketika mendengar informasi tersebut (DPR akan membangun perpustakaan terbesar di Asia Tenggara), hati saya begitu sangat senang dan merasa bangga terhadap pemerintah, bangga memiliki pemerintah yang dengan kesibukan yang luarbiasa serta dinamika politik yang cenderung pragmatis, yang setiap hari hanya soal kekuasaan, tetapi menyempatkan untuk memikirkan tentang “Dunia Literasi”, “Dunia Buku”, “Dunia Pendidikan” di Indonesia. Jika ada yang memikirkan hal-hal demikian, maka sungguh senanglah hati ku ini.
Membangun perpustakaan itu hal yang sangat baik dan sangat diperlukan oleh bangsa dan generi penury bangsa ini. Sangat keliru mengatakan bahwa kita tidak membutuhkan perpustakaan, itu pernyataan orang yang tidak memikirkan masa depan peradaban bangsa ini, mereka yang selalu berpikir transaksional dengan pemerintah. Suatu bangsa yang baik dan maju akan dibangun melalui perpustakaan dan laboratorium yang bagus. Walaupun memang saat ini telah ada perpustakaan setiap daerah, bahkan disetiap kecamatan seluruh Indonesia, itu sudah sangat luar biasa, itu sebuah kemajuan yang luar biasa bagi Indonesia. Tapi apakah itu cukup dalam terminology persaingan Global, dalam terminology hubungan politik antar negara-negara di dunia? saya kira jika hanya itu dijadikan ukuran, maka Indonesia akan tetap dipandang rendah oleh Malaysia, Thailand an negara-negara tetangga yang sesungguhnya jauh berada di bawah negara kita Indonesia.
Saat ini, menurut The World’s Most Literate Nations (WMLN), yang merupakan peneliti khusus tentang tingkat perkembangan literasi di negara negara di seluruh dunia, merulis bahwa Indonesai berada pada urutan ke 60 di bawah Thailand dan Malaysia. enelitian dilakukan oleh Presiden Central Connecticut State University-New Britain Jhon W. Miller terhadap lebih dari 60 negara di dunia, hasilnya ternyata negara-negara Nordic seperti FInlandia, Islandia, Denmark, Swedia dan Norwegia menempati daftar teratas dalam peringkat negara literasi terbaik. Sedangkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat menempati urutan ke 7, Kanada ke 11, Prancis ke 12 dan United Kingdom (Inggris) ke 17
Dengan gambaran tersebut di atas, menunjukkan bahwa Indonesia dalam dunia kepustakaan masih sangat kurang. Ini membantah bahwa pernyataan orang-orang yang merasa sinis dengan anggota DPR bahwa perpustaan Indonesia sudah banyak dan berkualitas. Dan dengan hasil yang disampaikan Miller di atas menjadi tugas kita bersama. Jangankan Indonesia, Singapura saja yang katanya terbaik di Asia Tenggara berada pada urutan ke 36. Sebagai bentuk dukungan kita semua untuk dunia literasi Indonesia adalah dengan membangun perpustakaan dan meningkatkan minat menulis dan membaca bagi masyarakat Indonesia.
Sekali lagi perpustakaan itu penting dan Indonesia membutuhkan hal tersebut. Mungkin saja yang ditolak oleh banyak orang itu bukan perpustakaannya, mereka mendukung sebenarnya, tetapi karena perpustakaan itu dibangun oleh DPR maka menimbulkan sinisme dan negative thinking terhadap mereka karena disebabkan kecenderungan mencurigai setiap apa yang dilakukan oleh DPR sebagai sesuatu yang mementingkan diri sendiri atau golongan.
Persoalan tempat di mana dibangunkan perpustakaan tersebut juga menjadi pertimbangan sebagian besar kalangan. Tapi menurut pendapat saya, membangun perpustakaan di kompleks DPR di Senayan itu merupakan sesuatu hal yang sangat strategis, selain memberikan penunjangan terhadap kinerja DPR dan beserta perangkatnya, juga memberikan motifasi terhadap anggota DPR untuk membaca buku dan menulis, sehingga apa yang mereka omongkan tidak lagi berdasarkan bualan-bualan kosong tetapi bersumber pada sumber rujukan yang jelas dan rasional, sehingga pada kesimpulannya dapat menciptakan iklim intelektual yang baik pada lingkup birokrasi pemerintahan dan juga iklim yang intelektualitas bagi kehidupan parlemen.
Dengan adanya perpustakaan di kompleks Parlemen, maka akan menjadi pintu bagi masyarakat umum untuk mengunjungi kantor DPR, sehingga Gedung DPR tidak lagi menjadi bangunan yang angker dan menakutkan untuk dikunjungin masyarakat. Hal ini menciptakan sebuah baru, suasana yang lebih terbuka dan santai, suasana DPR yang lebih bersahabat dengan masyarakat. Dan perpustakaan umu tersebut juga sebagaimana yang dijelaskan oleh cendekiawan Rizal Mallarangeng yang merupakan salah satu pengusul perencanaan tersebut; “Harapan kami, jika perpustakaan umum ini tumbuh menjadi simbol yang kuat dan berpengaruh di Jakarta, maka mungkin parlemen lokal dan pemerintahan daerah lainnya juga akan tertarik melakukan hal yang sama. Jika semua itu terjadi, dari Sabang hingga Merauke akan tumbuh lingkungan yang baik, mendampingi lembaga pendidikan formal yang sudah ada, untuk mencapai salah satu tujuan tertinggi kita, yaitu tingkat literasi dan kecerdasan anak-anak dan kaum muda Indonesia yang semakin berkembang”.
Perpustakaan tersebut nantinya akan menjadi ikon baru di pusat Kota Jakarta, tempatnya sungguh sangat strategis. Perpustakaan tersebut nanti akan dikelola secara independen dengan system yang tetap diatur oleh DPR, bisa jadi dengan perpustaan tersebut nanti dibuat program wajib bagi anggota DPR untuk menerbitkan buku di bidang keahliannya sebagai bentuk evaluasi dan pembuktian profesionalismenya, sehingga ini menumbuhkan semangat menulis di masyarakat, dan dapat dicontoh oleh seluruh parlemen-parlemen di daerah. Kemudian bisa juga membuat sebuah program penghargaan bagi anggota DPR yang rutin mengakses buku-buku atau mengunjungi perpustakaan, atau perpustakaan secara independen membuat sebuah penghargaan semacama Ahmad Bakrie Award, Nobel, misalkan “Perputakaan Award”, “Parlemen Award” atau yang lain apapun namanya. Dan itu sungguh sangat menarik dalam membangkitkan dunia literasi dan dunia kepustakaan di Indonesia.
Untuk itu, sekali lagi, kita harus optimis dan berpikir positif terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan tetap melakukan pengawasan dan control terhadap perilaku mereka. Memberikan dukungan terhadap rencana yang baik seperti rencana pembangunan perpustakaan yang ingin dibangun oleh DPR tersebut sangat diperlukan, sebagai bentuk kecintaan kita pada negara dan masa depannya. Terimakasih.