Pengalaman menulis ratusan surat panggilan kepada pemilih. Secara manual 'pulpen' di era digital ini. OMG. Mengetuk pintu ke pintu rumah warga. Saya kira, komisioner (Pil-Pil) level kabupaten, provinsi hingga pusat tak ada yang merasakan ghirrah  menjadi pejuang demokrasi untuk negara semacam tugas anggota KPPS di dusun-dusun dan desa-desa.
Apa sih maksud saya menulis kisah tak penting ini. Bukan. Salah jika anda menilai saya ingin eksis dan di hormati. Menjadi penulis dengan NOVEL yang dibaca warga ASEAN tentu sudah lebih dari cukup buat saya.
Saya hanya berbagi refleksi pesan dan sejumput rekomendasi. Buat muda-mudi Indonesia, aktivis idealis, remaja apatis. Kalau tidak kita yang menurunkan ego, idealisme dan tangan. Lalu siapa  yang meneruskan cita dalam sila ke 4 PANCASILA, "Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."
Dan buat KPU RI serta lembaga negara terkait (Pil-Pilan) ditingkatan apapun. Saya rasa orang desa pun sudah siap mengetik surat pemilih dengan fasilitas teknologi tercanggih.Â
Bahkan mengelola acara (pil-pil) dengan cara warga memilih hanya bermodal ponsel pintar mereka masing-masing sekalipun. ASALKEN! Â konsep rekapan online terpadu via aplikasi bukan cuma menjadi 'mainan' dari pemilik kepentingan, para calon pejabat dan oligarki politikus di balik layar belaka.
Buat PILKADA Lamongan 2020. Saya telah ikhlas mencoblos dan mem-panitiai ANDA. CABUP!
Lamongan, 5 Desember 2020
Salam satu asa, Indonesia.
Dari orang biasa, di sudut desa.
MUHAMMAD FAKHRUDIN,
bernama pena Didin Emfahrudin