Bentuk kerjasamanya misalnya membuat absensi anak-anak ke perpustakaan sebagai bagian dari penilai guru kepada siswa. Bisa juga dengan penugasan dari sekolah untuk membuat catatan, misalnya mengenai keberadaan perpustakaan.
Khusus mengenai waktu buka perpustakaan, pada awalnya bisa saja pada hari Minggu atau hari-hari libur yang lain. Hari libur sangat cocok karena waktu luang. Jika biasanya anak-anak menggunakan waktu libur hanya dengan bermain saja, dengan dibukanya perpustakaan maka bermain pun bisa dilakukan diperpustakaan, bahkan bisa bermain sambil belajar. Jadi bermain sambil belajar bukan saja sekedar teori tapi bisa benar-benar direalisasikan.
Untuk jangka panjang bisa saja perpustakaan dibuka setia hari. Tapi dengan catatan harus ada kerjasama dengan pihak sekolah, pihak TPA, maupun pihak masyarakat yang lainnya. Ini bertujuan untuk meminimalisir adanya kesalahpahaman antara satu pihak dengan yang lainnya.
Dengan demikian jika perpustakan sudah menjadi tempat yang nyaman dan bermanfaat khususnya bagi anak-anak tidak mustahil akan merembet kepada orang tuanya. Bisa saja orang tuanya akan menyadari akan kebutuhan membaca untuk meningkatkan ilmu dan informasi. Finally perpustakaan akan menjadi sumber atau kunci utama dalam membangun "peradaban" di desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H