Budaya instan telah menggurita dimana-mana termasuk di dunia kampus. Mahasiswa membuat makalah dengan cara mengambil tulisan yang sudah jadi di internet. Mahasiswa menggunakan internet tanpa izin untuk menjawab soal-soal ujian. Bahkan, mahasiswa membuat skripsi dengan cara menjiplak karya orang lain untuk tugas akhir kuliah. Mereka menggunakan solusi pragmatis tersebut seolah tanpa malu, malu akan satus tinggi sebagai seorang pembelajar dan malu sebagai seorang "calon" intelektual dan agent social of change.
Budaya instan meniscayakan nihilnya "proses" sebagai salah satu tahapan yang mesti dilalui dalam memperoleh kedudukan, prestasi, atau menciptakan sebuah karya. Proses semestinya kita maknai sebagai ajang pendalaman dan pemahaman ilmu, kematangan dan kedewasaan berpikir serta tahapan guna merasakan asyiknya "haiking" kehidupan menuju sebuah pencapaian.
Berpikir instan adalah budaya yang membuat mahasiswa jauh dari etika intelektual. Etika yang semestinya dijunjung dan menjadi ruh dalam setiap tindakan dan gerakan seorang intelektual. Oleh karena itu, budaya instan harus kita buang jauh-jauh karena ia adalah solusi atau siasat sesat yang membuat diri kita dan orang lain menjadi rugi dan dirugikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H