Mohon tunggu...
didin suparja
didin suparja Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - didin

calon perawat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Adaptasi atau Mati

23 Oktober 2020   23:28 Diperbarui: 23 Oktober 2020   23:38 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, pendidikan pun juga tidak luput dari sentuhan teknologi. Dari yang dulu, pendidikan bersifat konvensional sekarang menjadi pendidikan berbasis teknologi. Termasuk di dalamnya adalah guru.

Semua perubahan yang terjadi di dalam pendidikan, maka gurulah yang akan ketimban sampur (menjadi seksi sibuk). Misalnya, jika sekolah berubah menjadi berbasis teknologi, maka guru harus belajar menguasai teknologi. Upaya tersebut merupakan tindakan adaptasi, karena jika tidak, maka akan mati.

Matinya lembaga adalah apabila tidak mengikuti perkembangan yang ada, baik dari SDM, sarana prasarananya, program kerjanya, maupun pelaksanaanya. Namun, sebaliknya apabila mampu beradaptasi, SDMnya sering di-upgrade, sarana prasaranya selalu diperbarui, program kerjanya kontekstual dengan zaman, dan pelaksanaannya pun apik. Tindakan inilah yang disebut adaptasi.

Seperti kata Scott D. Anthony, "Lembaga akan beradaptasi, saat karyawan beradaptasi. Artinya sudah menjadi keharusan bagi setiap dari kita untuk tidak hanya memikirkan bagaimana kita melakukan pekerjaan kita dengan baik hari ini, tetapi juga bagaimana kita dapat mengubah dan mendefinisikan ulang tugas-tugas yang kita kerjakan. Dan kita harus melakukan ini bukan saja pada pekerjaan kita, tetapi juga di rumah tangga kita."

Memang, untuk beradaptasi tentu tidak mudah, tantangannya berat. Misalnya, pola lama yang bersemayam di benak dan mindset kita itu yang kadang turut gandoli, agar kita tidak melakukan penyesuaian. Juga, sikap eksklusif kita yang kadang turut menjadikan pikiran kita susah menerima hal yang baru.

Agar ita bisa beradaptasi dan menghidar dari kematian (ketertinggalan), maka kita seharusnya membangun sikap inklusif (terbuka). Tapi dengan catatan, tidak permisif, alias menerima tanpa saring. Wallahu a'lam!

*) Penulis adalah Aktivis Muda Muhammadiyah tinggal di Kediri, Jatim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun