Mohon tunggu...
Didik Yandiawan
Didik Yandiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Kolektor album musik.

Alam semesta adalah guru terbaik saya. Kunjungi saya di: http://www.didikyandiawan.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pelangi di Album Muse - The 2nd Law

11 Oktober 2012   11:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:56 1957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seakan tidak pernah puas dengan umbar hasrat tentang teori konspirasi, suksesi alam semesta, dan ombang-ambing pemikiran, Muse -band progresif rock terbesar dalam sepuluh tahun terakhir- hadir kembali dengan perjalanan musikal yang menggairahkan di album keenam mereka. The 2nd Law, adalah cermin yang menyuguhkan bayangan nyata tentang interpretasi mereka terhadap Hukum Kedua Termodinamika. Tak banyak musisi yang jeli mentransformasikan hukum fisika dengan karya musik mereka. Muse adalah sebuah pengecualian. Lalu, apa korelasi antara Hukum Kedua Termodinamika terhadap 13 lagu di album dengan artwork simpul rajutan yang terdiri dari rangkaian warna pelangi berbentuk cendawan mekanisme kerja otak manusia?
[caption id="attachment_210756" align="aligncenter" width="300" caption="Sampul album Muse - The 2nd Law"][/caption]

Aransemen Berbalut Dubstep, Brass, dan Orkestra Dalam kamus Muse, tidak ada album yang mereka hasilkan tanpa konsep yang matang. Kali ini, selepas merilis album bertema era akhir zaman, The Resistance (2009), trio Teignmouth ini bereksperimen dalam kemesraan senyawa lirik sains ilmiah dan aransemen berwujud mutan. Pada sebuah kicauan (tweet), Matthew Bellamy  memberi sinyal kepada para pengikutnya di Twitter tentang sound di album terbaru Muse: "christian gangsta rap jazz odyssey, with some ambient rebellious dubstep and face-melting metal flamenco cowboy psychedelia". Hal yang menarik perhatian adalahmasuknya beberapa jenis musik dalam satu album. Anda bisa membayangkan hasil yang akan dicapai dengan racikan sehebat itu, bukan? Eksperimen, eksperimen, dan eksperimen. Keniscayaan itulah yang diyakini oleh penggemar tentang karakter sound di album keenam Muse. Pada Oktober 2011, Muse memulai pengerjaan album. Proses rekaman album dilakukan di dua studio, Air Studios (London) dan EastWest Studios (Los Angeles). Shangri-La Studios (Malibu) dan Capitol Studios (Los Angeles) juga menjadi tempat rekaman beberapa track. Muse menjadi produser album ini denganmelibatkan beberapa nama besar di jajaranpenanggung jawab proses rekaman, mixing, dan mastering. Tommaso Colliva, Adrian Bushby, dan Nero tercatat sebagai asisten produksi rekaman di beberapa lagu utama Muse. Paul Reeve dan David Campbell adalah tokoh sentral yang berperan dalam teknis vokal, aransemen, dan komposisi musik latar secara keseluruhan. Untuk sektor mixing, Chris Lord-Alge dan Rich Costey (keduanya terlibat dalam proses mixing album Deftones, Green Day, Mastodon, Weezer, dan beberapa album band besar lainnya) dipercaya untuk menyelesaikan proses ini. Penyelesaian keseluruhan album dalam proses mastering ditangani oleh Ted Jensen (pemenang Grammy Awards 2003 album Norah Jones, Come Away With Me) di Sterling Sound. Proses kreatif aransemen Muse dalam pengerjaan The 2nd Law melibatkan banyak musisi. Dubstep dapat ditemui pada refrain lagu Follow Me dan basic track The 2nd Law: Unsustainable. Brass section mendominasi refrain Panic Station dan interlude Supremacy. Orkestra bersahutan dengan choir di lagu Survival dan The 2nd Law: Unsustainable - Isolated System. Akar musik rock tetap dipertahankan Muse dengan inspirasi riff dan aksentuasi dari legenda musik dunia sekelas Led Zeppelin, Elton John, David Bowie, Queen, Prince, U2, INXS, Michael Jackson, dan Talking Heads. Tak heran jika Paul Reeve (penata vokal) berujar dalam tweetnya pada sebuah sesi rekaman Muse: "Just confirmed dates for recording vocals for the new Muse album...You will not have heard anything like this from them before". Terilahmi Hukum Termodinamika "All natural and technological processes proceed in such a way that the availability of the remaining energy decreases. In all energy exchanges, if no energy enters or leaves an isolated system, the entropy of that system incre,cre,cre,cre,c,c,creases. Energy continuously flows from being concentrated, to becoming dispersed, spread out, wasted and useless. New energy cannot be created and high grade energy is being destroyed. An economy based on endless growth is...Unsustainable" (lirik verse 1 The 2nd Law: Unsustainable) Video klip The 2nd Law: Unsustainable terisi oleh aktivitas di lantai bursa Wall Street, silih berganti dengan potongan gambar aktivitas penopang ekonomi dunia. Penyiar berita melafalkan teks verse 1 dengan musik latar orkestra dan choir megah, disusul dengan dentuman bass dan hentakan drum dengan template dubstep. Lagu instrumental yang monumental akhirnya terlahir. Hukum Kedua Termodinamika dalam sudut pandang Dr. Andrew Steele (peneliti asal Oxford University) menyatakan bahwa benda dingin tidak dapat mentransfer panas (kalor) ke objek panas lainnya. "It's why your tea cools down if left on the side, rather than slurping heat from the tabletop and catching fire", tegas Dr. Andrew. Dalam konteks tersebut, Muse mengaitkan hukum termodinamika tersebut dengan beberapa teori yang relevan dengan kondisi dunia terkini. Kapitalisme menuntut pertumbuhan konstan di dalam semua aspek, sementara alam tidak selamanya mampu menopang keberlangsungannya. Di album The 2nd Law, Muse menempatkan dua track instrumental ini sebagai konklusi album dalam duet Unsustainable yang meledak-ledak dan Isolated System yang muram. Keduanya memiliki kesamaan: mencekam, khususnya bila menyimak lirik di akhir lagu yang mengarah pada isu energi seperti kelangkaan, keterbatasan, dan kepunahan yang terisolasi. Peta Imajinasi Muse di Album The 2nd Law Kejenuhan yang dikhawatirkan pada sebagian besar rilisan album seluruh musisi di manapun di dunia ini nampaknya hanya sebatas kekhawatiran. Sebab, Muse mengantisipasi tren itu dengan refleksi diri dan peran personil dalam penciptaan 13 lagu Muse di album ini. Tak heran bila, Chris Wolstenholme (bass) "turun gunung" dan mendobrak pakem dengan menyanyikan vokal utama di lagu ciptaannya: Save Me dan Liquid State. Dominic Howard (drum) juga mencurahkan sisi humornya di sesi rekaman dengan mengenakan kostum malaikat berwarna merah dengan sayap hitam, ketika merekam track perkusi di lagu Unsustainable. Matthew Bellamy (gitar dan vokal) lebih disibukkan dengan produksi denting rhodes di lagu Animals dan Isolated System, serta utak-atik sampling dubstep Skrillex yang diolah dengan instrumen utama Muse pada lagu Unsustainable. Bila menilik lagu lain di album The 2nd Law, terlihat bahwa inilah album Muse yang paling "berpelangi". Jika dipetakan dalam warna, setiap lagu memiliki rupa warna yang berbeda. Setelah menyimak artwork pada album, terlihat bahwa Muse mengelaborasi karakter lagu melalui garis horisontal yang memiliki warna berbeda pada booklet album. Saya memetakannya pada patron warna berikut ini:

  • merah : Survival dan Isolated System
  • jingga : Panic Station danUnsustainable
  • kuning : Supremacy dan Save Me
  • hijau : Prelude dan Liquid State
  • biru : Madness dan Big Freeze
  • nila : Animals
  • ungu : Follow Me dan Explorers

Kombinasi lagu yang berpasang-pasangan memiliki karakter yang berbeda. Ibarat yin-yang, lagu tersebut saling melengkapi dalam segala hal. Tema, aransemen, dan emosi lagu saling berhubungan satu sama lain. Misalnya, konsep Teori Darwin tentang insting dasar untuk bertahan hidup dapat dihubungkan dengan lirik keterasingan dalam keterbatasan pada lirik lagu Isolated System. Atau ketika kita mendengarkan dimensi lain dari adiksi terhadap sesuatu bentuk perasaan yang begitu dipuja-puja, seperti sajian aransemen Madness yang mengadopsi kegilaan vokalisasi ala Queen versus aransemen electronica ala Depeche Mode  dan Big Freeze yang membekukan riff gitar ala U2 yang kemudian meleleh dengan gimmick dan lead gitar yang menyayat pada bridge jelang penghujung lagu. Konklusi Walaupun bukan yang terbaik, setidaknya The 2nd Law memberi pencerahanbagi polarisasi rock di tengah serbuan aneka genre musik. Apakah The 2nd Law merupakan bagian konsep lain dari kejeniusan dari repihan imajinasi Muse? Angkat tangan, anggukkan kepala, dan katakan ya! +Didik Yandiawan+ *Resensi musik dilakukan berdasarkan hasil bedah album" Muse - The 2nd Law" selama seminggu terakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun