Mohon tunggu...
Didik Suyuthi
Didik Suyuthi Mohon Tunggu... -

didik suyuthi adalah seorang jurnalis lepas. Mengawali kariernya selama 7 tahun dengan bekerja di grup Jawa Pos, kini dia lebih sering menulis opini, dan membuat karya tulis pendek lainnya sebagai citizen journalist.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menuju Kiblat Maritim Dunia

23 September 2014   23:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:47 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1411465630323482142

[caption id="attachment_343983" align="aligncenter" width="592" caption="Peta Alur Laut Kepulauan Dunia. doc-diplom.org"][/caption]

Oleh Abdul Muchid Jaelani, STP, MT.

Alumni Pasca Sarjana Teknik Kelautan ITS Surabaya

Visi Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih Ir. Joko Widodo-Jusuf Kalla 2014-2019 yang menyatakan “Menuju Indonesia Sebagai Negara Maritim, Yang Maju, Makmur, Adil dan Berdaulat, bagaikan angin surga yang memberikan harapan baru dan kejayaan negara kepulauan yang sedang tertidur. Sebagai Negara Bahari dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menyimpan misteri kekayaan laut dan sumber daya alam (SDA) yang sangat dahsyat.

Di antara sekian banyak sektor ekonomi yang berbasis SDA, kelautanlah yang paling potensial sebagai pertumbuhan keunggulan kompetitif untuk mewujudkan Visi Indonesia 2025. Sejarah membuktikan, abad ketujuh sampai abad ketigabelas, Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit didaulat sebagai dua kerajaan maritim terbesar di dunia. Mereka menguasai wilayah dan perdagangan yang meliputi Indonesia, Singapura, Thailand, Kamboja, China, serta Papua Nugini. Paradigma yang dibangun menerapkan konsep sea power yang fokus dalam pembangunan kekuatan laut.

Maritim dan Teks Suci

Bangsa ini telah dikaruniai nikmat demikian besar dan luas; laut dengan segala kekayaannya (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi, minyak, bauksit, gas bumi, timah, serta energi kelautan). Namun, itu belum juga mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam memberikan kesejahteraan, dan mengentaskan kemiskinan bagi rakyatnya. Sementara jumlah penduduk dari hari ke hari makin bertambah. Ini tantangan besar bagi pemerintah mendatang agar mampu dikelola dengan baik dan optimal. Karena itu, landasan kelautan dan perikanan seyogyanya dapat didorong menjadi prime mover dalam pembangunan.

Dari 6.236 ayat dalam Alquran, sedikitnya ada 32 ayat yang membicarakan tentang laut dalam berbagai dimensinya, dan semua ayat tersebut menjadi bukti metafor keluasan ilmu Allah SWT. Misalnya, bertemunya laut asin Indian Ocean dan laut tawar Atlantic Ocean yang keduanya tidak bercampur satu sama lain, menunjukkan salah satu kekuasaan Allah. Konon ceritanya, laut tersebut adalah tempat pertemuan Nabi Khidir dan Nabi Musa. Ayat lainnya ada pula yang secara khusus mengisyaratkan untuk pemanfaatannya, demi kemakmuran penduduk negeri.

Tak cuma itu, akurasi Alquran dalam membahas soal lautan juga terlihat dari perbandingan jumlah ayat. Dalam Alquran terdapat 32 ayat yang menyebut kata 'laut'. Sedang kata 'darat' terkandung dalam 13 ayat Alquran. Jika dijumlahkan, keduanya menjadi 45 ayat. Angka 32 itu sama dengan 71,11 % dari 45. Sedang 13 itu identik dengan 28,22 % dari 45. Berdasar ilmu hitungan sains, ternyata memang 71,11 % bumi ini berupa lautan dan 28,88 % berupa daratan. Beberapa ayat Alquran yang secara ekplisit menjelaskan pengelolaan dan pemanfaatan laut, sebagaimana diungkap Agus S Djamil (20104) adalah QS. Al Baqarah [2]: 164, QS. An Nahl [16]: 14, QS. Al Isra [17]: 66, QS. Ar Ruum [30]: 46, QS. Al Fathir [35]: 12, dan QS. Al Jatsiyah [45]: 12.

Teks suci Alquran memberikan petunjuk bagi kita semua bahwa pengelolaan potensi kelautan bagiIndonesia tidak hanya dari aspek material, tetapi juga dari sisi spiritual. Dalam QS. An Nahl [16]: 14, dikatakan Allah itu menundukkan lautan supaya kita berlayar, bisa mengambil dagingnya (ikan, kepiting, dan hasil laut lainnya), hingga mengambil marjan (mutiara) atau perhiasan. Jadi itu persis seperti fungsi lautekonomi. Di samping itu, laut juga dapat menjadi sarana transportasi, ketersedian makanan, sampai energi yang berasal dari lautan seperti minyak, gas, serta ombak yang dapat dikonversi menjadi energi listrik.

Mainstrem Pembangunan Maritim

Sekitar tiga perempat wilayah kita adalah laut. Indonesia punya 17.504 pulau (baru 13.466 pulau yang telah diberi nama dan didaftarkan ke PBB). Itu berarti wilayah laut kita adalah yang terbesar di dunia. Filipina di urutan kedua, cuma 7.100 pulau (Aroyo, 2012). Kalau kelautan tidak dijadikan platform pembangunan, hampir segalanya tidak efisien. Contohnya biaya logistik di Indonesia paling mahal di dunia, yakni 27 persen terhadap PDB negara lain.

Kenapa logistik kita mahal? Karena transportasinya itu 85 % barang dan komoditas bukan melalui mobil maupun udara, melainkan melalui kapal. Padahal transportasi laut kita jeblok. Bayangkan 80% lebih barang yang kita ekspor tidak bisa melalui pelabuhan Tanjung Priok tetapi harus melalui Singapura. Ongkos satu kontainer dari Jakarta-Surabaya sama dengan ongkos kirim Singapura keLos Angeles.

Kalau laut tidak kita kuasai, illegal economic  activities sepertiillegal logging, illegal fishing, illegal trading, menurut perhitungan Bappenas menimbulkan kerugian 300 triliun per tahun, akan terus terjadi. Kita lihat rantai suplai global.  Sekitar 45% barang yang diperdagangkan di seluruh dunia dikapalkan melalui laut kita. Tapi kita tidak mendapat apapun, justru kita setiap tahun harus bayar 16 miliar dolar untuk bayar kapal asing. Karena 90% barang yang kita impor bukan melalui Pelni maupun jalur samudera lagi. Produksi peti kemas sebagian besar adalah Marsk dari Denmark, Evergreen dari Taiwan, Hanjin Korea,Cosco China, dll. Singkatnya, 90% shipping companyyang menguasai negeri ini adalah punya asing, itu yang kita bayar 16 miliar dolar per tahun.

Lima Sektor

Untuk merebut kiblat maritim dunia, ada lima sektor yang harus digerakkan dan percepatan dalam pembangunan. Pertama, perikanan tangkap. Delapan persen pasokan ikan dunia berasal dari Indonesia. Sangat mungkin jika di masing-masing kabupaten/kota yang berada di kawasan pesisir membangun industri pengolahan hasil laut dan perikanan yang berkualitas ekspor. Kedua, sektor perikanan budidaya laut, Ketiga sektor transportasi “tol laut” untuk percepatan pemerataan pembangunan.

Keempat,pelabuhan danpelayarannya harus kita kuasai untuk menciptakan konektivitas antar pulau. Coba lihat Cina yang luas daratannya ¾ itu, punya industri pelayaran. Denmark negara kecil, tapi punyashipping companyterbesar di dunia. Tranporasi laut ini termasuk menjadi wisata bahari. Terumbu karang kita itu terindah di dunia. Kelima adalah industri maritim dengan membangkitkan kembali PT. PAL, kemudian pabrik jaring dan kabel juga harus segera dibangun.

Pendekatan kesejahteraan menjadi visi utama dalam membangun kedaulatan maritim yang maju, kuat, dan bermartabat. Pendekatansecurityharus langsung jadi pararel denganekonomi yang akan diikuti oleh kekuatan sistem pertahanan. Kita lihat fenomena Tiongkok sangat agresif di laut sehingga berebut dengan Jepang dan Vietnam. Siapa menguasai lautan, dialah penguasa dunia. Begitulah usaha dan strategi negara imperium dalam menguasai laut.

Presiden Soekarno pernah menyadarkan kita agar paradigma kemaritiman merupakan visi seluruh bangsa dan negara, bukan visi orang tertentu atau visi sektoral. Ini bukan tugas dari orang yang berkuasa, namun kemaritiman adalah hakekat seluruh bangsa Indonesia. Alhamdulillah sejak Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) terpilih menjadi Presiden, dibentuk Kementerian Kelautan. Tapi berbicara mengenai merebut kiblat maritim dunia, tidak hanya cukup di lembaga kementerian terkait. Pola pikir masyarakat, kekuatan logistik, dan konektivitas pun harus fokus ke laut.

Begitu juga dalam penyedian SDM,penelitian, pengembangan, serta implementasi pendirian pusat studi yang mengkaji maritim di beberapa wilayah antar pulau di Indonesia yang masih terbatas pada wacana, menjadi target utama untuk direalisasikan. Pemerintah jangan terlalu banyak terjebak isu-isu politik di parlemen yang dapat membuat bangsa ini lalai memikirkan pembangunan sumber daya kebumian di bidang kelautan. Jika tidak, justru negara lain yang akan memanfaatkann laut kita sekaligus menguras sumber-sumber daya kelautan. Setidaknya, kita harus belajar dari pengalaman lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan yang telah dikuasai Malaysia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun