Mohon tunggu...
sholikhulhadi SandangSarwono
sholikhulhadi SandangSarwono Mohon Tunggu... Human Resources - Pimpinan LSM _LKPS ARUMPUKATTAYLOR PATI, bergerak di bidang sosial, hukum dan kemasyarakatan , pengawalan kasus ko_insidental
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

capicorn

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menindaklanjuti Pasal penghinaan Ringan

14 Februari 2019   11:03 Diperbarui: 2 Juli 2021   12:48 4578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini dikarenakan penghinaan tersebut tidak dilakukan di tempat umum (melainkan melalui messenger yang bersifat privat) dan tidak langsung ditujukan kepada ibu Anda. Penghinaan Ringan Melalui Messenger Tidak Termasuk Penghinaan Dalam UU ITEOleh karena penghinaan terhadap Anda dilakukan dalam bentuk informasi elektronik (messenger), tentu muncul pertanyaan apakah Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE") sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU 19/2016") juga dapat digunakan dalam hal penghinaan ringan Pasal 315 KUHP tetapi berbentuk informasi elektronik? Pertanyaan ini telah menjadi perdebatan dalam praktik penegakan hukum perkara yang serupa. 

UU ITE dan perubahannya sendiri tidak memberikan definisi yang lengkap dan jelas mengenai unsur penghinaan. Lebih lanjut Penjelasan Pasal 27 ayat (3) UU 19/2016 mengatur bahwa ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUHP. 

Menjawab permasalahan tersebut, Mahkamah Konstitusi melalui pertimbangan [3.17] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 menyatakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict. Tafsir tersebut telah memberi limitasi pemenuhan unsur penghinaan dalam UU ITE dan perubahannya yang terbatas pada Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, tidak termasuk Pasal 315 KUHP. 

Oleh karena itu, meskipun dalam perkara ini Anda mendapatkan penghinaan dalam bentuk informasi elektronik (messenger), pasal yang dapat diterapkan tetap mengacu pada penghinaan ringan Pasal 315 KUHP. Melengkapi wawasan mengenai hal tersebut, baca juga penjelasan Ketua Umum Indonesia Cyber Law Community (ICLC), Teguh Arifiyadi, S.H., M.H., CEH., CHFI. serta ahli lainnya dalam artikel Benarkah Body Shaming Melanggar UU ITE? Simak Pendapat Para Ahli. 

Baca juga: Rekam Jejak Pasal Penghinaan terhadap Presiden di Era Pemerintahan SBY

Praktik penerapan ketentuan tersebut dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 121/Pid.C/2017/PN.Jkt.Utr, bahwa dalam perkara ini terdakwa terbukti bersalah memberikan kata-kata penghinaan terhadap korban melalui percakapan telepon, penghinaan melalui telepon tersebut dapat dikategorikan informasi elektronik berupa suara. 

Namun, penegakan hukumnya sejak penyidikan hingga putusan tetap menggunakan ketentuan penghinaan ringan Pasal 315 KUHP dengan hukum acara cepat. 

Majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana kurungan selama 7 (tujuh) hari, dan menetapkan pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila dikemudian hari ada perintah hakim karena terdakwa melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum dalam masa percobaan selama 1 (satu) bulan. 

Jika Penghinaan Menimbulkan Akibat PsikisAnda dan istri masuk ke dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ("UU PKDRT"). Menurut UU PKDRT, tindakan istri terhadap Anda dapat dikatakan sebagai sebuah kekerasan psikis. 

Pasal 5 huruf b UU PKDRT melarang setiap orang dalam lingkup rumah tangga melakukan kekerasan psikis, setiap orang yang melakukannya (dalam hal ini istri terhadap suami) diancam dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp 3 juta sesuai Pasal 45 ayat (2) UU PKDRT. 

Namun, untuk melihat apakah telah terjadi kekerasan psikis atau tidak, dalam perkara ini harus dibuktikan bagaimana akibat yang ditimbulkan dari perkataan istri terhadap Anda, kita harus memahami dulu pengertian kekerasan psikis, sebagaimana diuraikan Pasal 7 UU PKDRT yaitu: Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Sebagai contoh perbandingan penerapan kekerasan psikis UU PKDRT dengan penghinaan KUHP, dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 4435/Pid.B/2008/PN.Sby. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun