Pernahkah merasa kesulitan menjelaskan sesuatu yang menurut kita sudah jelas, tapi ternyata orang lain malah bingung? Izinkan saya berbagi cerita dan pandangan tentang bagaimana cara menjelaskan konsep rumit kepada siapa saja, baik anak kecil, rekan kerja, maupun audiens yang lebih senior.
Langkah Pertama: Memahami Sebelum Menjelaskan
Kita sering kali berpikir sudah memahami sesuatu dengan baik, padahal belum tentu. Kadang ego membuat sulit untuk mengakui bahwa pemahaman kita belum sepenuhnya dalam. Namun, jika kita sendiri belum paham, bagaimana mungkin bisa menjelaskannya kepada orang lain?
Salah satu cara terbaik untuk menguji pemahaman adalah dengan mencoba menjelaskannya kepada orang lain seolah mereka adalah anak kecil. Bayangkan berbicara kepada anak berusia 12 tahun. Jika penjelasan kita masih terlalu rumit atau penuh istilah teknis, itu tanda bahwa konsepnya perlu dipahami lebih dalam lagi.
Menulis poin-poin utama dan menyederhanakan bahasa juga sangat membantu. Dengan begitu, penjelasan kita lebih jelas, singkat, dan fokus pada inti konsep.
Langkah Kedua: Memberikan Struktur pada Penjelasan
Penjelasan yang terstruktur akan lebih mudah diterima. Ketika berbicara, penting untuk memberi gambaran awal tentang apa yang akan disampaikan. Hal ini membantu pendengar menyiapkan diri dan lebih fokus.
Sebagai contoh, bayangkan ada seseorang bertanya, "Sepatu apa yang cocok untuk lari?" Ada dua cara menjawabnya.
- Cara pertama, langsung ke inti: "Sapatu Nini, karena nyaman, daya redamnya bagus, dan tampilannya keren."
- Cara kedua, memulai dari detail: "Sepatu lari itu penting untuk kenyamanan, daya redam, dan tampilan. Ada banyak pilihan, tapi menurut saya, Sapatu Nini adalah yang terbaik."
Kedua cara ini benar, tetapi cara pertama lebih efektif, terutama dalam situasi formal seperti rapat atau presentasi. Dalam dunia kerja, pendekatan ini sering disebut top-down, yaitu memulai dari inti pesan, lalu mendukungnya dengan alasan atau data.
Langkah Ketiga: Berempati pada Pendengar
Hal yang sering terlewatkan dalam komunikasi adalah empati. Memahami sudut pandang audiens adalah kunci untuk menjadi komunikator yang baik. Sebagai contoh, banyak dosen di universitas adalah peneliti hebat, tetapi kesulitan menjelaskan materi dasar kepada mahasiswa baru. Hal ini bukan karena mereka tidak kompeten, melainkan karena mereka lupa bagaimana rasanya berada di posisi pemula.
Empati membantu kita memahami apa yang mungkin dipikirkan atau dirasakan oleh audiens. Menyisipkan frasa seperti, "Mungkin ini terdengar rumit, tapi sebenarnya begini..." atau "Saya tahu ini mungkin terasa asing, tapi mari kita lihat dari sudut pandang sederhana," dapat membuat audiens merasa lebih nyaman dan terhubung.
Pendengar yang merasa dipahami akan lebih mudah menangkap maksud penjelasan kita.