Teknik "what if" atau "bagaimana jika" dapat memicu imajinasi siswa dan membawa mereka masuk ke dalam cerita. Anda bisa mulai dengan pertanyaan seperti, "Bagaimana jika kalian hidup di zaman dinosaurus?" atau "Apa yang akan terjadi jika gravitasi tiba-tiba hilang?" Dengan teknik ini, Anda tidak hanya mengundang siswa untuk berpikir kreatif tetapi juga mengaitkan imajinasi mereka dengan konsep-konsep yang ingin Anda ajarkan.
Contoh:
Dalam pelajaran sejarah tentang peradaban kuno, Anda bisa memulai dengan pertanyaan, "Bagaimana jika kalian adalah seorang petani di Mesir Kuno? Apa yang harus kalian lakukan ketika Sungai Nil meluap?" Ini bisa menjadi awal dari diskusi yang lebih mendalam tentang bagaimana sistem irigasi dan pertanian di Mesir kuno bekerja.
5. Ajarkan Siswa untuk Menceritakan Kembali
Setelah Anda menceritakan sebuah cerita, ajak siswa untuk menceritakan kembali dengan gaya mereka sendiri. Ini tidak hanya memperkuat pemahaman mereka terhadap materi, tetapi juga membantu meningkatkan keterampilan komunikasi dan kreativitas.
Contoh:
Setelah Anda menceritakan tentang perjuangan Thomas Edison menciptakan bola lampu, minta siswa untuk menceritakan kembali dengan versi mereka sendiri, atau mungkin menggambarkan bagaimana mereka akan menyelesaikan masalah yang dihadapi Edison. Aktivitas ini bisa dilakukan secara individu atau kelompok, dan membantu siswa berpikir lebih mendalam tentang proses inovasi dan kegigihan.
Mengukur Keberhasilan Storytelling di Kelas
Setelah menerapkan storytelling dalam pengajaran, penting untuk melihat dampaknya terhadap proses belajar siswa. Beberapa hal yang bisa Anda amati:
- Apakah siswa lebih terlibat dalam diskusi? Jika mereka lebih banyak bertanya atau berkontribusi dalam diskusi setelah cerita diceritakan, ini bisa menjadi indikator bahwa storytelling telah meningkatkan minat mereka.
- Apakah mereka lebih mudah mengingat materi? Perhatikan apakah siswa lebih mudah mengingat konsep atau fakta yang diajarkan melalui cerita dibandingkan dengan metode pengajaran lain.