Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpikir "di Luar Kotak"

9 Agustus 2020   16:31 Diperbarui: 9 Agustus 2020   16:24 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
berpikir di luar kotak -dok.istimewa

Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah berpikir di luar kotak (thinking out of the box). Sebuah cara berpikir di luar kelaziman. 

Dalam menjalankan aktifitas, apapun itu, baik bekerja, belajar, baik aktifitas jangka pendek maupun aktifitas jangka panjang, aktifitas tunggal maupun yang berkelanjutan, ada pakem yang mengatur dan menuntun kita dalam menjalankan aktifitas tersebut. Pakem yang "mengurung" kita ke dalam sebuah kotak.  

Sebagai pemeran atau pemain yang berada di dalam kotak, terkadang wawasan kita memang terbatas hanya pada apa yang ada di dekat kita atau pada apa yang sedang kita jalankan. Kita cenderung tidak memperhatikan skenario atau rangkaian besar dari apa yang sedang kita jalankan. 

Kita cenderung menjalani proses dengan begitu saja. Kita hanya fokus untuk menjalankan apa yang mesti kita jalankan--saat itu. Kita jarang atau bahkan tidak pernah mencari tahu apa yang sebenarnya kita jalankan. Apakah pakem yang kita jalankan sudah merupakan pakem yang (paling) benar. 

Kita cenderung tidak mengetahui rangkaian proses yang sedang kita jalankan akan mengarah ke mana. Hingga tiba-tiba saja kita sudah sampai di tepian jurang, dan menyadari semuanya dengan terlambat. Keterkaitan dari setiap proses cenderung tidak kita perhatikan. Kita cenderung tidak dapat menangkap atau tidak ingin mencari tahu apa-apa yang berada jauh dari (jangkauan) kita.

Berpikir di luar kotak adalah berpikir dengan mengandaikan kita berada di luar kotak. Kita memposisikan diri bukan sebagai wayang atau pemeran tapi sebagai penonton atau bahkan sebagai dalang, sebagai sutradara atau penulis skenario. Pakem bukan lagi apa yang mesti kita kerjakan, tapi apa yang mesti kita terapkan. Melanggar pakem (baca: kebiasaan atau aturan) bukanlah suatu kesalahan, bahkan terkadang mesti kita lakukan, jika pakem atau kebiasaan atau aturan yang ada memang ternyata keliru atau tidak dapat menyelesaikan persoalan yang ada.

Kita bukanlah robot yang hanya tunduk pada aturan yang telah dibenamkan di memori kita. Toh, dengan kemampuan AI yang sekarang dimiliki robot, robot pun sekarang dapat "berpikir" dan berbuat banyak hal secara otonom.

Berpikir di luar kotak, adalah cara para inventor menemukan dan mengembangkan banyak hal yang dihasilkan dari ide-ide yang lahir dari eksplorasi liar nalar dan imajinasinya, cara para pengusaha sukses menjadikan dirinya sebagai trend-setter. Berpikir di luar kotak, adalah cara orang-orang sukses menempatkan dirinya di depan orang-orang lainnya. Ketika orang-orang masih takut untuk mencoba hal baru yang tidak terpikirkan atau yang belum ada pembuktiannya, mereka berani melakukannya bahkan dengan tidak coba-coba lagi.

Berpikir di luar kotak bukan berarti kita melepaskan diri atau keluar dari kotak itu sendiri. Berpikir di luar kotak hanyalah sebuah cara memandang sesuatu menjadi lebih menyeluruh sehingga menjadi lebih jelas adanya.

Bagaimana kemudian caranya agar kita bisa berpikir di luar kotak? Atau, bagaimana sebenarnya berpikir di luar kotak itu?

Kalau kita mau mengekplorasi dari Google misalnya, akan banyak kita jumpai artikel yang membahas tentang apa dan bagaimana berpikir di luar kotak itu. Salah satunya, yang saya temukan dan bagi saya cukup menarik, adalah tulisan dari Mike Sturm di Medium. 

Mike yang seorang penulis dan juga motivator yang mengelola buletin Woolgathering, dengan cukup jelas memaparkan tentang apa itu berpikir di luar kotak dan bagaimana berpikir di luar kotak itu.

Mike menuturkan bahwa berpikir di luar kotak adalah merujuk kepada cara berpikir yang kreatif, merdeka dan di luar jalur. Cara berpikir yang bahkan tidak dapat dilakukan oleh mesin atau robot, setidaknya dengan cukup baik.

Berpikir di luar kotak adalah tentang membuang sebanyak mungkin kendala yang ada.

Mike memberikan tiga arahan bagaimana semestinya berpikir di luar kotak itu.

Pertama, bebaskan arah tujuan pemikiran kita. Jika kita membidik sasaran yang sama dengan yang dibidik semua orang, bidikan kita akan berakhir seperti yang dilakukan orang lain. Jika kita menggarap tanah yang sama dengan yang dimiliki orang lain, menanam benih yang sama dengan yang mereka tanam, dan menggunakan air yang sama dengan yang mereka gunakan, walhasil kita akan mendapatkan kebun yang sama juga.

Saat kita menetapkan sebuah tujuan dalam pemikiran kita, maka saat itu sebenarnya kita sedang membuat batasan. Pikiran kita sekarang mempunyai arah, dan cenderung menuju ke arah itu.

Bagi saya, ini tidak kemudian secara serta merta menganggap apa yang dilakukan orang-orang atau apa yang telah menjadi kebiasaan adalah salah. Ini lebih dimaksudkan untuk memberikan ruang kepada kita untuk mencari cara lain. Menciptakan sebanyak mungkin kemungkinan dan kemudian dengan bebas kita mengambilnya. Kalau toh kemudian kita menggunakan cara yang sama dengan cara yang telah digunakan oleh orang lain, tentu kita tidak lagi akan terbebani.

Cara berpikir ini pula memberikan kebebasan kepada kita untuk mengubah sesegera mungkin arah tujuan kita jika kemudian kita merasa ada yang keliru dengan apa yang kita lakukan.

Misalnya, kita mengetahui, dari kebiasaan yang ada, bahwa sebuah produk baru yang memberikan pengalaman baru, pada suatu komunitas masyarakat, akan selalu disukai oleh mereka. Namun, pada kenyataannya, ternyata produk-produk baru itu pun tidak banyak yang bertahan lama. Dengan segera produk baru tersebut akan ditinggalkan seiring dengan munculnya produk-produk baru sejenis lainnya.

Jika kita mengikuti pola ini, berapa besar efforts yang kita butuhkan untuk selalu menciptakan produk-produk baru--yang tentu akan selalu dengan cepat tidak laku?

Alih-alih dengan serta merta mengikuti kebiasaan, kita bisa meluangkan waktu untuk melakukan riset misalnya, kenapa produk-produk baru selalu cepat tumbang? Kita mungkin akan menemukan pola lain, ternyata memberikan pengalaman baru bukanlah kuncinya, namun lebih dari itu, misalnya, produk tersebut dapat menjadi identitas yang unik bagi penggunanya. Karena ternyata, orang-orang pada komunitas masyarakat tersebut tidak suka menggunakan produk yang bersifat umum.     

Kedua, menjelajahi bukan mencari atau menciptakan. Akan mudah bagi kita jika kita telah mengetahui apa yang kita perlukan, karena dengan demikian kita tinggal mencari atau menciptakannya. Namun demikian, sekali lagi, saat kita menetapkan sebuah tujuan dalam pemikiran kita, maka saat itu sebenarnya kita sedang membuat batasan.

Bayangkan kita sedang pergi ke pasar atau supermarket. Kita pergi ke sana untuk mendapatkan sesuatu yang kita butuhkan. Jika dari awal kita telah menetapkan satu produk yang harus kita beli, tentu fokus kita hanya akan kepada produk tersebut. Dan jika ternyata produk yang kita cari  tidak tersedia, biasanya kita akan kembali dengan tangan hampa pula. Namun, jika kita tidak menetapkan satu produk apapun--sebagai satu-satunya produk yang harus kita dapatkan, tentu akan lebih memberikan peluang kepada kita untuk mendapatkan sesuatu yang paling bagus. 

Memang, kegiatan menjelajah akan lebih membutuhkan waktu dan konsentrasi. Membutuhkan juga kejelian dan kecerdasan untuk mendapatkan apa yang paling sesuai. Namun, tentu ini akan sebanding dengan hasil yang akan kita dapatkan. 

Ketiga, berpikir secara luas. Bahwa adanya segala sesuatu itu saling berhubungan. Tidak mengabaikan hal-hal yang tampaknya tidak berhubungan dapat memberikan manfaat pemikiran yang sangat besar bagi kita.

Mike sangat antusias dengan Allan Lichtman. Lichtman, sebagaimana kita kenal, adalah orang yang secara akurat berhasil memprediksi siapa yang akan menjadi pemenang dalam pemilihan presiden Amerika Serikat sejak tahun 1984, termasuk yang terakhir, Donald Thrump yang memenangkan pemilu pada tahun 2016, namun sekarang justeru diprediksikan Lichtman bahwa Donald Thrump akan tidak lagi menang pada pemilu tahun 2020 ini.

Terlepas apakah prediksi Lichtman akan kembali tidak meleset tahun ini, Mike menyebutkan bahwa Lichtman dan rekannya Keilis Borok, seorang seismolong dan matematikawan geofisika dari Rusia, telah mengubah pemikiran tentang pemilu. Lichtman dan Keilis, melalui sistem yang mereka ciptakan, The Keys to the White House, menerapkan geofisika pada proses tersebut, menyingkirkan ide-ide seperti Demokrat, Republik, liberal dan konservatif. Mereka menafsirkan ulang sistem dalam hal stabilitas dan pergolakan.

Teka-teki Sembilan Titik

Gagasan tentang berpikir di luar kotak, ditengarai mengacu kepada "kotak" dalam permainan atau teka-teki sembilan titik. Teka-teki ini menuntut kita untuk menarik empat garis yang bersambung yang dapat menghubungkan ke sembilan titik yang ada.

teka-teki sembilan titik- dok.istimewa
teka-teki sembilan titik- dok.istimewa
Dengan pemahaman umum untuk tidak keluar dari "kotak" yang ada, maka bagaimanapun pola yang dibangun, akan tetap tidak dapat mengjangkau kesembilan titik yang ada.

pola pertama- dok.istiimewa
pola pertama- dok.istiimewa
pola kedua - dok.istimewa
pola kedua - dok.istimewa
pola ketiga - dok.istimewa
pola ketiga - dok.istimewa
pola keempat -dok.istimewa
pola keempat -dok.istimewa
Namun, jika kita mau berpikir untuk mencari jawabannya dengan mengabaikan batas "kotak" yang ada, tentu kita menemukan jawabannya. Dari sini lah  konsep tentang berpikir di luar kotak tersebut bermula.

berpikir di luar kotak -dok.istimewa
berpikir di luar kotak -dok.istimewa
Demikianlah. Dan berpikir di luar kotak, sebenarnya mungkin bukan hal baru lagi bagi kita. Kita tentu akrab dengan ungkapan "jangan (berpikir) seperti katak dalam tempurung" atau "mainmu kurang jauh, bro". Kedua ungkapan ini, bisa juga dikaitkan dengan dorongan untuk dapat berpikir di luar kotak.

Berpikir di luar kotak pada dasarnya menuntun kita untuk tidak berpikir secara saklek atau kaku. Tidak ada sistem atau teori yang pernah diciptakan orang yang benar-benar baku dan tidak menutup kemungkinan untuk dipatahkan. Kita membebaskan diri kita untuk segala kemungkinan yang dapat kita serap atau kita ciptakan.

Mudah-mudahan bermanfaat. Salam. 

Referensi: 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun