Bagi kita yang sering atau pernah melintas di Jalur Pantura Jawa baik dari Jakarta ke Semarang ataupun ke Jogja atau sebaiknya, tentu kita tidak asing dengan Brebes.
Daerah yang terletak di ujung barat Jawa Tengah yang berbatasan dengan Cirebon sebagai pintu gerbang Jawa Barat, mungkin akan lebih familiar bagi kita jika disebutkan telor asin dan atau bawang merah. Ya, telor asin dan bawang merah sebagai komoditas utama Kabupaten Brebes.
Melintasi Kabupaten Brebes, dari arah barat, persis sebelum masuk ke kota Brebes, kita akan menjumpai sebuah sungai yang disebut sungai Pemali. Konon, sungai ini sebagai pagar yang melindungi masyarakat Brebes dari serangan-serangan astral yang bermaksud jahat. Kiriman semacam teluh dan santet akan jatuh ke dalam sungai Pemali.Â
Nama sungai Pemali berasal dari bahasa Sunda, pamali, yang berarti pantangan. Padahal, masyarakat yang berdiam di daerah sepanjang sungai Pemali hampir semuanya berbahasa Jawa (meski ada juga sebagian masyarakat Brebes sendiri, terutama yang tinggal di wilayah Selatan dan Barat Daya, berbahasa Sunda).
Lalu, mengapa bisa demikian? Mengapa pula disebut sebagai sungai pantangan? Pantangan dari apakah?Â
Legenda tentang Ciung Wanara pernah diangkat pula ke layar lebar yang diproduksi oleh Star Film dan dirilis pada tanggal 18 Agustus 1941 dengan judul Tjioeng Wanara.
Tersebutlah seorang raja, Prabu Permana Di Kusuma. Beliau adalah seorang raja yang telah memimpin kerajaan Galuh yang sangat luas dengan wilayah yang terbentang dari Ujung Kulon hingga muara sungai Brantas di Jawa Timur. Beliau telah memerintah dengan adil dan bijaksana, hingga rakyat Galuh pun sejahtera.
Suatu saat, Sang Prabu bermaksud lengser keprabon madeg pandhita (melepaskan tahta dan menyepi, mendekatkan diri pada Sang Hyang Tunggal). Mahkota kerajaan pun kemudian diberikannya kepada salah satu menterinya, yang paling dipercayainya, Arya Kebonan. Sang Prabu Permana kemudian pergi ke Gunung Padang untuk menyepi.Â
Baca juga: Sejarah Asal Usul Nama "Sungai Lasi" Kabun