Ada dua peristiwa besar yang penting untuk kita (ingat) saat ini, proklamasi kemerdekaan tahun 1945 serta reformasi 98. Keduanya terjadi pada waktu yang sama dengan saat ini.
Proklamasi kemerdekaan sebagai puncak perjuangan merebut kembali kedaulatan ibu pertiwi dari para penjajah, sebagaimana kita tahu, dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun 1364 hijriyah. Proklamasi kemerdekaan yang sekaligus menandai awal revolusi bangsa ini.Â
Sementara reformasi 98 dengan puncak lengsernya Soeharto sebagai simbol tumbangnya Order Baru, tepat terjadi pada hari ini, 21 Mei, dua puluh dua tahun yang lalu. Reformasi 98 sebagai tonggak perjuangan baru bangsa ini menata kembali demokrasi yang selama lebih dari tiga dekade hampir berjalan tanpa arti.
Entah kebetulan atau tidak, dua peristiwa besar tersebut melintasi kita pada saat-saat sekarang ini, saat-saat kita tengah terapung-apung berjuang. Ya, pandemi yang tengah melanda kita saat ini, yang hampir merenggut pula rasa kemanusiaan kita: kepercayaan, kepedulian, ... Kita yang tengah tercerai berai karena keegoisan kita masing-masing.
Mungkin Tuhan memang sedang mengingatkan kita. Mungkin Tuhan memang sengaja membuat peristiwa-peristiwa terjadi pada waktu yang berulang-ulang agar kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa yang sebelumnya terjadi.
Ada dua hal dari dua peristiwa besar, revolusi dan reformasi, yang bisa kita tarik benang merahnya. Pertama, persatuan. Masa revolusi adalah masa yang berdarah-darah.Â
Masa mempertahankan kemerdekaan yang baru saja direbut. Tanpa persatuan yang kokoh dari segenap bangsa ini, mustahil kemerdekaan masih dapat kita rasakan sampai sekarang. Demikian pula pada masa reformasi. Tanpa persatuan yang kuat, mustahil rezim Orde Baru dapat ditumbangkan.
Kedua, egoisme. Sebagaimana kita ketahui, masa-masa revolusi diwarnai juga dengan berbagai konflik internal. Bahkan beberapa pemberontakan terjadi. Ini tidak lain karena adanya rasa keegoisan yang hadir. Rasa egoisme yang menumbuhkan rasa kecemburuan. Rasa ingin saling berkuasa. Begitupun dengan reformasi.Â
Reformasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah, namun pada akhirnya seperti ambyar. Karena pada akhirnya, masing-masing seperti memikirkan dirinya sendiri. Masing-masing seperti ingin menyelamatkan kepentingannya sendiri-sendiri.
Berkaca pada revolusi dan reformasi, persatuan memang sangat kita perlukan pada masa-masa sekarang ini. Bersatu padu untuk menghadapi pandemi yang mengepung kita semua dari segala arah, menghancurkan hampir segala sendi kehidupan kita: perekonomian, sosial budaya, pendidikan, keagamaan, .. Bersatu padu tanpa rasa egois pada masing-masing kita.Â