Sementara pada tahun 2012, isu kiamat dikaitkan dengan akhir masa kalender suku maya yang (akan) jatuh pada tanggal 21 Desember 2012. Sebagaimana isu kiamat lainnya, pada 2012 banyak orang juga yang tercekam rasa takut.Â
Meski, ada juga yang memanfaatkannya untuk menjadikannya sesuatu yang komersial, seperti hadirnya film fenomenal "2012" dan beberapa film lainnya yang bercerita tentang kiamat 2012 ataupun bencana atau fenomena alam dasyat lainnya.
Ketakutan terhadap Kematian
Ketegangan atau rasa takut yang muncul dari isu kiamat, barangkali lebih mengarah kepada ketakutan terhadap kematian. Bahwa kiamat akan mendatangkan kematian.Â
Sehingga, banyak mereka yang ketakutan oleh isu datangnya kiamat, mencoba berusaha menyelamatkan diri untuk menghindarinya, baik dengan membuat perlindungan baru berupa bunker atau ruang bawah tanah ataupun menuju tempat lain yang dirasa aman.Â
Sementara bagi mereka yang merasa tidak terancam nyawanya dengan isu kiamat, yang menanggapinya sebagai isapan jempol belaka, mereka pun tetap merasa nyaman bahkan dapat menjadikan isu tersebut sebagai sesuatu yang seksi yang dapat dikomersialisasi, seperti isu kiamat 2012.
Hal-hal yang dapat mengancam nyawa diri sendiri, secara ego manusiawi memang dapat membuat orang menjadi protektif. Sementara hal-hal lainnya, betapapun itu membahayakan bagi orang lain, cenderung diabaikan. Meski, tentu, tidak semua orang berpikir egois.Â
Banyak orang juga yang mempunyai empati dan kepedulian meski sesuatu yang sedang terjadi tidak ada kaitannya sama sekali dengan dirinya, dengan keselamatan nyawanya.
Pandemi Covid-19 sekarang ini, dan juga pandemi-pandemi dan bencana-bencana lainnya yang terjadi seperti kelaparan, peperangan ataupun DBD, termasuk di dalam wilayah ketakutan tersebut.Â
Sebagaimana kita tahu, sikap orang terhadap Covid-19, dan juga bencana-bencana lainnya, selalu terbagi menjadi dua, peduli dan mengabaikan. Kedua sikap ini berangkat dari pandangan dan rasa yang saling berseberangan.
Ketakutan memang hal yang manusiawi. Begitu pun sebaliknya. Namun di atas rasa takut atau tidak takut tersebut, seyogyanya, empati dan kepedulian terhadap sesama, memang harus kita tempatkan. Empati dan kepedulian yang dapat membuat kita berlaku bijak dan rasional dalam mengambil segala sikap.Â
Alih-alih takut terhadap bencana, atau memproteksi diri dari bencana, atau sebaliknya, kita tidak merasa takut karena bencana yang ada tidak akan berpengaruh apa-apa pada kita, jangan sampai menimbulkan bencana lain, atau menimbulkan kerugian, atau bahkan kematian, bagi orang lain. Keselamatan, kenyamanan dan kesejahteraan bersama, hendaknya selalu menjadi prioritas kita bersama.