Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Menjaga Kepekaan Sosial dari "Nasi Anjing"

27 April 2020   03:23 Diperbarui: 27 April 2020   03:31 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jagad media sosial kembali digemparkan dengan sebuah peristiwa kegiatan sosial baru-baru ini. Kegiatan pembagian makanan di sebuah kawasan dekat sebuah masjid di wilayah Jakarta Utara pada dini hari Minggu (26/04) kemarin. Bukan geger karena siapa yang membagikannya. Namun yang membuat geger adalah terteranya cap Nasi Anjing yang disertai ilustrasi gambar kepala anjing dan keterangan nasi orang kecil, bersahabat dengan nasi kucing #jakartatahanbanting.

Meski dari pihak panitia sudah mengklarifikasi tentang isi makanan dan juga penyertaan nama Nasi Anjing, tetap hal itu tidak membuat reda kegeraman masyarakat, terutama netizen. Berbagai kecaman tetap muncul di setiap kolom komentar pemberitaan di berbagai media massa. 

Panitia, sebagaimana dilansir di berbagai media massa, menyebutkan jika makanan tersebut 100% halal berisi lauk pauk seperti cumi, sosis daging sapi, dan teri dan tidak mengandung daging anjing. 

Penyebutan Nasi Anjing sendiri berangkat dari filosofi binatang itu sendiri yang dianggap memiliki sifat yang setia. Selain itu, porsi dalam makanan bungkusan itu pun lebih banyak jika dibandingkan dengan nasi kucing dan diperuntukkan untuk orang kecil untuk bertahan hidup.   

Kepekaan Sosial

Adapun yang menjadi kegeraman masyarakat, meski telah diketahui bahwa isi makanan bungkusan tersebut 100% halal dan tidak mengandung daging anjing, sebagaimana yang sempat diresahkan sebelumnya, namun mereka menyayangkan dengan penggunaan istilah Nasi Anjing yang dianggap tidak peka. 

Terlebih makanan tersebut dibagikan pada komunitas muslim di kitaran masjid. Sebagaimana kita ketahui bersama, Anjing memang menjadi hewan yang diharamkan dalam agama Islam. 

Belajar dari kasus Nasi Anjing ini, bahwa bungkus atau label memang masih penting peranannya. Alih-alih tujuan kita ikhlas membantu meringankan beban orang lain, namun dengan bungkus atau label yang tidak pas bahkan dirasa justeru melecehkan, maka yang ada bukan hanya rasa terimakasih yang akan tidak kita dapatkan, bahkan kecaman. Pentingnya menjaga perasaan orang lain sangat diperlukan sebagai bagian dari rasa kepekaan sosial kita. 

Semoga kita semua dapat belajar, bahwa lebih utama dari memberikan bantuan kepada orang lain, adalah menjaga perasaan yang akan kita bantu, juga menjaga perasaan masyarakat pada umumnya. Orang akan masih bisa bertahan jika kekurangan makanan. Namun, orang akan mudah tersulut jika merasa dilecehkan. 

Tidak semua orang akan dapat memahami apa yang kita maksud sebenarnya. Karenanya, perlu kebesaran hati dalam memberikan bantuan, agar bantuan yang kita berikan, dapat benar-benar memberi manfaat dan tidak menimbulkan keresahan, fitnah dan kecaman. Kitalah yang mesti bisa menyesuaikan diri. Salam.

Baca juga artikel KBC-43 menarik lainnya:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun