"If you can't spend it, money's just a lot of worthless paper, isn't it?" - Batman
"Jika kau tidak dapat membelanjakannya, uang hanyalah tumpukan kertas yang tak berharga." Ya, jika yang berkata adalah tokoh miskin yang tidak memiliki banyak uang, tentu orang akan mudah mencibirnya.Â
Namun, sebagaimana kita tahu, tokoh di balik topeng dan jubah kelelawar yang menjadi pahlawan di kota Gotham tersebut adalah Bruce Wayne yang dengan kekayaannya bahkan ia dapat membeli apa saja. Tentu, ia memang hanyalah tokoh fiktif dalam komik ataupun film. Namun, bukan karenanya pula kita dapat mengabaikannya begitu saja.
Hampir dalam sepanjang hidup semua orang, uang sangat besar peranannya. Untuk dapat berwisata, orang harus memiliki uang. Untuk pergi beribadah haji atau umroh--bagi umat Islam di negeri ini, pun harus memiliki uang yang cukup banyak. Bahkan untuk sekedar buang air kecil di perjalanan, orang harus memiliki uang.
Uang memang hampir menjadi segalanya. Karenanya, banyak orang juga yang berjuang mati-matian, bahkan menempuh jalan apa saja, untuk mendapatkan uang, demi meneruskan kehidupannya. Mereka yang menjadi penjahat, maling, begal, koruptor, banyak yang termotivasi oleh uang.
Uang memang sangat berpengaruh dalam kehidupan kita. Terutama jika kita tinggal di kota yang hampir segala kebutuhan dan pemenuhan hajat hidup harus ditebus dengan uang.
Di desa di mana mungkin banyak kebutuhan hidup sehari-hari dapat dipenuhi tanpa adanya uang--misalnya untuk makan sudah tersedia bahannya dari sawah dan kebun, air tersedia gratis, masak tidak perlu membeli gas, toh uang masih tetap diperlukan. Setidaknya untuk membayar tagihan listrik, bpjs kesehatan, atau membeli pakaian.
Pada Akhirnya, Uang Bukanlah yang Utama
Saya pribadi masih menganggap bahwa uang itu penting, pun di masa pandemi sekarang ini. Dengan memiliki uang yang cukup di tangan, orang akan cenderung merasa nyaman. Orang akan enjoy tetap tinggal di rumah.Â
Dapat terus membeli kuota internet untuk tetap berkomunikasi dengan keluarga dan teman-temannya yang jauh ataupun untuk sekedar berselancar di internet, bersosial-media, menyibak kejenuhan. Dapat tetap membeli makan, membeli masker, membeli vitamin, membeli cemilan.
Namun, pada akhirnya, uang memang bukanlah yang utama. Uang bukanlah segala-galanya. Pada satu titik ketika tidak ada--barang atau kebutuhan--lagi yang dapat dibeli dengan uang, karena memang ketidaktersediaannya, karena memang sudah tidak ada lagi yang memproduksi ataupun menjualnya, karena memang kita sudah tidak dapat lagi membelinya, maka uang pun akan kehilangan harganya. Uang tak bisa lagi kita belanjakan. Uang tak ada artinya lagi bagi kita.
Ketika semua tempat wisata ditutup, kemana lagi kita akan berlibur. Ketika semua rumah makan ditutup, semua pasar ditutup, toko-toko, supermarket, kemana lagi kita akan membeli makanan dan bahan kebutuhan kita.
Kita bahkan tidak bisa membeli nyawa dengan uang. Ketika penyakit sudah memvonis kita untuk hanya menunggu waktu kematian kita, uang bukan lagi segalanya. Kita tidak bisa membayar dokter untuk memastikan bahwa kita tidak akan mati.
Maka lebih utama daripada--memiliki--uang, di masa pandemi sekarang ini, adalah memastikan bahwa uang yang kita miliki masih akan tetap ada harganya. Dan untuk memastikannya, maka harus dipastikan juga ada hal yang tersedia dan dapat "dibeli" dengan uang.Â
Dan ketersediaan akan tetap berlangsung, jika situasi pun kondusif. Dan untuk menjaga agar situasi bisa kondusif, atau agar situasi cepat kondusif kembali, dibutuhkan kesadaran dan kewarasan kita bersama untuk menjaga diri, keluarga dan lingkungan, agar pandemi ini segera berakhir. Salam!
Baca juga artikel KBC-43 yang menarik lainnya yang berhubungan dengan pandemi corona hari ini:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H