Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wabah dan Bencana dalam Isyarat Para Pujangga

22 Maret 2020   08:00 Diperbarui: 22 Maret 2020   08:14 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanda-tanda zaman sebenarnya sudah banyak "diramalkan" dalam kitab-kitab suci atau sabda-sabda nabi, misalnya dalam Alqur'an dan Hadits bagi umat Islam. Tapi tentu hal ini bersifat ekslusif atau subyektif dalam arti (kemungkinan) kebenarannya hanya dapat diyakini atau dipahami oleh para pemeluk agamanya masing-masing.

Misalnya tentang zaman akhir (kiamat) yang akan ditandai dengan beberapa kejadian. Jauh-jauh hari, dalam agama Islam, kejadian-kejadian tersebut sudah "diramalkan" adanya. Disebutkan bahwa kiamat tidak akan terjadi sebelum terjadinya beberapa hal, seperti munculnya dukhan yaitu asap atau kabut tebal yang sangat panas sehingga membuat manusia kalang-kabut, munculnya Dajjal yang dikaruniai kemampuan yang luar biasa layaknya Iblis hingga banyak manusia dapat dikelabuhi dan diperdayainya dengan mudah, terbitnya matahari dari barat, keluarnya Ya'juj dan Ma'juj yaitu dua kelompok manusia yang saling bertikai dan membuat kerusakan yang sangat parah di muka bumi ini serta munculnya dabbah yaitu sejenis binatang besar yang melata yang dapat berbicara kepada manusia.

Namun demikian, dalam agama Islam, kapan terjadinya kiamat itu sendiri, tetap merupakan rahasia Ilahi, artinya bahwa Tuhan sajalah yang mengetahui kepastiannya.

Serat Kalatidha & Jangka Jayabaya

Selain dinukilkan dalam kitab-kitab suci agama, tanda-tanda zaman kerap juga diramalkan atau diisyaratkan oleh banyak orang. Dari mereka yang memang berprofesi sebagai peramal, filsuf, ilmuwan, hingga pujangga. Baik itu zaman yang berdekatan ataupun jauh ke depan.

Dunia mengenal Horacio Villegas, yang menasbihkan diri sebagai "utusan Tuhan" yang telah meramal pada tahun 2015 jika Donald Trump akan menjadi presiden Amerika Serikat sekarang ini. Mundur ke belakang, pada tahun 1898, Morgan Robertson menerbitkan novel berjudul The Wreck of the Titan (atau Futility). 14 tahun kemudian Morgan mulai menjadi buah bibir karen peristiwa yang dikisahkan pada novelnya tersebut mirip dengan sebuah peristiwa yang sedang terjadi yaitu tenggelamnya kapal Titanic. 

Jauh sebelumnya dunia juga mengenal Nostradamus yang telah menulis Les Prophties, sebuah kumpulan kuatrin (sajak 4 baris) yang pertama diterbitkan pada tahun 1555. Les Prophties kemudian dikenal juga sebagai buku ramalan masa depan karena beberapa hal yang tertulis di dalamnya, dianggap benar-benar terjadi, misalnya tentang bom atom, munculnya Hitler sebagai pemimpin di Eropa di benua barat yang berkuasa hingga ke benua timur, terbunuhnya presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, dan juga peristiwa 11 September 2001.

Dari dalam negeri sendiri, setidaknya kita mengenal Serat Kalatidha & Jangka Jayabaya. Serat Kalatidha ditulis oleh seorang pujangga yang hidup pada abad ke-18, Ranggawarsita, yang bahkan ditengarai dapat meramalkan kematiannya sendiri. Sementara Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya, digubah oleh Pangeran Wijil I dari Kadilangu, Demak pada abad sebelumnya.

Baik Serat Kalatidha maupun Jangka Jayabaya, sarat berisi ramalan-ramalan atau isyarat-isyarat tentang kejadian-kejadian masa depan. Atau setidaknya, apa yang diungkapkan di dalamnya, masih revelan dengan zaman sekarang.

Serat Kalatidha terdiri dari 12 bait tembang Sinom. Sinom merupakan jenis tembang atau puisi Jawa, Macapat. Selain Sinom, Macapat mempunyai beberapa jenis tembang lainnya seperti Maskumambang, Asmaradhana dan Dhandhanggula. (Jika Anda ingin mengetahui lebih jauh tentang apa itu Sinom atau Macapat dan jenis-jenisnya, silahkan klik dua tautan di bagian akhir tulisan ini).

Bagian Serat Kalatidha yang terkenal dan sering dikutip hingga kini, karena relevansinya yang dirasa masih cukup kuat dengan zaman sekarang, yaitu bagian ke-7, berikut ini:

amenangi zaman dan,
wuhaya ing pambudi,
mlu ngdan nora tahan,
yn tan mlu anglakoni,
boya keduman mlik,
kaliren wekasanipun,
ndilalah kersa Allah,
begja-begjaning kang lali,
luwih begja kang ling klawan waspada.

Mengalami zaman yang gila,
keadaan menjadi serba sulit,
ikut gila tidak tahan,
tapi jika tidak ikut melakukan,
tidak mendapatkan bagian,
akhirnya menderita kelaparan.
Sudah kehendak Allah,
betapun bahagianya orang yang lupa,
lebih bahagia mereka yang sadar dan waspada.

Serat Kalatidha bahkan ikut diabadikan pada proyek puisi dinding di Leiden, Belanda.

Zaman Kalabendu

Adapun Jangka Jayabaya, menggambarkan tentang tanda-tanda datangnya zaman Kalabendu yang banyak diartikan sebagai zaman kehancuran. Zaman Kalabendu akan ditandai dengan peristiwa-peristiwa berikut:

  • Lindu ping pitu sedino - Gempa bumi tujuh kali sehari
  • Lemah bengkah - Tanah pecah merekah
  • Manungsa pating galuruh, akeh kang nandang lara - Manusia berguguran, banyak yang ditimpa sakit
  • Pagebluk rupo-rupo - Wabah penyakit bermacam-macam
  • Mung setitik sing mari akeh-akehe pada mati - Hanya sedikit yang sembuh kebanyakan meninggal

Zaman Kalabendu sendiri akan terjadi ketika hal-hal lain sudah terjadi, di antaranya:

  • Akeh janji ora ditetepi - Banyak janji yang tidak ditepati
  • Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe - Banyak orang yang berani melanggar sumpahnya sendiri
  • Manungsa padha seneng nyalah - Orang-orang suka saling lempar kesalahan
  • Ora ngendahake hukum Hyang Widhi - Tak peduli akan hukum Yang Mahakuasa
  • Barang jahat diangkat-angkat, barang suci dibenci - Yang jahat dijunjung-junjung, yang suci justru dibenci
  • Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit, lali kamanungsan, lali kabecikan, lali sanak lali kadang - Banyak orang yang hanya mementingkan uang, lupa dengan kemanusiaan, lupa dengan kebaikan, lupa sanak-saudara
  • Akeh bapa lali anak - Banyak ayah yang lupa kepada anaknya
  • Akeh anak wani nglawan ibu, nantang bapa - Banyak anak yang berani melawan ibu, menantang ayah
  • Sedulur padha cidra - Sesama saudara saling bertikai
  • Akeh pangkat sing jahat lan ganjil - Banyak pejabat yang jahat dan ganjil
  • Akeh kelakuan sing ganjil - Banyak perbuatan yang ganjil
  • Wong apik-apik padha kapencil - Orang yang baik banyak yang tersisih
  • Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin, luwih utama ngapusi - Banyak orang bekerja baik-baik merasa malu, lebih mengutamakan menipu
  • Wegah nyambut gawe, kepingin urip mewah - Malas untuk bekerja, inginnya hidup mewah
  • Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka - Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka
  • Wong bener thenger-thenger, wong salah bungah - Orang yang benar termangu-mangu, orang yang salah bergembira
  • Wong apik ditampik-tampik, wong jahat munggah pangkat - Orang yang baik ditolak ditampik, orang yang jahat naik pangkat
  • Wong agung kasinggung, wong ala kapuja - Orang yang mulia dilecehkan, orang yang jahat dipuja-puja
  • Wong wadon ilang kawirangane, wong lanang ilang kaprawirane - Perempuan kehilangan rasa malunya, laki-laki kehilangan pamor kepemimpinannya
  • Akeh ibu padha ngedol anake - Banyak ibu menjual anaknya
  • Akeh wong wadon ngedol awake - Banyak perempuan menjual diri
  • Akeh wong ijol bebojo - Banyak orang bertukar suami/istri
  • Akeh wong ngedol ngelmu - Banyak orang memperdagangkan ilmu
  • Akeh wong ngaku-aku, njabane putih njerone dhadhu, ngakune suci, nanging sucine palsu - Banyak orang mengaku diri, di luar putih di dalam jingga, mengaku suci, tapi palsu belaka
  • Akeh bujuk akeh lojo - Banyak tipu banyak muslihat
  • Akeh udan salah mangsa - Banyak hujan salah musim
  • Agama akeh sing nantang - Agama banyak ditentang
  • Prikamanungsan saya ilang - Perikemanusiaan semakin hilang
  • Akeh laknat, akeh pengkianat - Banyak kutukan, banyak pengkhianat
  • Anak mangan bapak, sedulur mangan sedulur, kanca dadi mungsuh - Anak makan bapak, saudara makan saudara, kawan menjadi lawan
  • Guru disatru - Guru dimusuhi
  • Tangga padha curiga - Tetangga saling curiga
  • Kana-kene saya angkara murka, sing weruh kebubuhan, sing ora weruh ketutuh - Angkara murka semakin menjadi-jadi, yang tahu terkena beban, yang tak tahu disalahkan
  • Durjana saya sempurna - Kedurjanaan semakin merajalela
  • Akeh barang haram, akeh anak haram - Banyak barang haram, banyak anak haram
  • Wong golek pangan kaya gabah diinteri - Mencari rizki ibarat gabah ditampi
  • Ratu ora netepi janji, musna panguwasane - Penguasa ingkar janji, hilang wibawanya
  • Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan - Banyak orang mati lapar di samping makanan
  • Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara - Banyak orang mempunyai harta tapi hidup sengsara
  • Bandha dadi memala - Harta benda menjadi penyakit
  • Akeh wong mendem donga - Banyak orang mabuk doa
  • Akeh wong ijir, akeh wong cethil - Banyak orang kikir, banyak orang bakhil
  • Sing eman ora keduman, sing keduman ora eman - Yang hemat tidak mendapat bagian, yang mendapat bagian tidak berhemat
  • Akeh wong mbambung, akeh wong limbung - Banyak orang berulah dungu, banyak orang limbung


Demikianlah, dan terlepas dari percaya atau tidaknya kita kepada ramalan-ramalan, kepada isyarat-isyarat, belajar dari peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi, segala sesuatu memang berjalan atau terjadi selalu dimulai atau berkaitan dengan peristiwa-peristiwa lain sebelumnya. Tidak ada asap tanpa adanya api. Selalu ada kausalitas. Tinggal bagaimana kita bisa melihat dan mengaitkannya. Agar kita tidak mengulang kembali kekeliruan-kekeliruan.

Dalam situasi bencana sekarang ini, setidaknya kita bisa berupaya, agar wabah yang ada tidak semakin merebak dan segera dapat dihentikan. Salam!

Referensi:

Baca juga artikel KBC-43 menarik lainnya:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun