Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pembunuhan di Rue Morgue (Bag. 2)

16 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 17 Maret 2020   00:34 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita: Edgar Allan Poe

SAAT itu di Paris pada musim panas tahun 1840 saat aku bertemu August Dupin. Dia adalah seorang laki-laki muda menarik yang luarbiasa dengan pemikiran yang keras, kuat. Pikiran ini dapat, sepertinya, melihat jelas menembus tubuh  seseorang ke dalam batinnya, dan membaca pemikirannya yang paling dalam. Kadang dia tidak nampak hanya satu, melainkan dua orang---seorang yang dengan dingin mengumpulkan sesuatunya, dan seorang lagi yang dengan dingin pula memisahkannya.

            Suatu pagi, pada terik musim panas, Dupin menunjukkan padaku sekali lagi daya nalar khususnya. Kami baca di suratkabar tentang sebuah pembunuhan yang mengerikan. Seorang wanita tua dan anak perempuannya, yang tinggal sendirian di sebuah rumah tua di Rue Morgue, telah dibunuh pada tengah malam:

Paris, 7 Juli 1840. Pada dini hari tadi penduduk di bagian barat kota terbangun dari tidur mereka oleh jeritan-jeritan ketakutan, yang datang, sepertinya, dari sebuah rumah di jalan yang disebut Rue Morgue. Orang-orang yang menempati rumah itu adalah seorang wanita tua, Ny. L'Espanaye, dan anak perempuannya. Beberapa tetangga dan seorang polisi berlari menuju rumah itu, tapi saat mereka sampai jeritan-jeritan itu berhenti. Saat tak ada seorangpun yang menjawab panggilan mereka, mereka dobrak pintu. Saat mereka menyeruak masuk mereka dengar suara-suara, dua buah suara; itu sepertinya datang dari atas. Rombongan itu bersigegas dari kamar ke kamar, tapi mereka tidak menemukan apa-apa hingga mereka sampai ke lantai empat. Di sana mereka dapati sebuah pintu yang rapat tertutup,terkunci, dengan kuncinya ada di dalam. Segera mereka dobrak pintu itu, dan mereka lihat terbentang di depan mereka pemandangan berdarah yang menjijikan---pemandangan mengerikan!

Kamar itu begitu berantakan---kursi-kursi dan meja-meja yang patah berserakan di seluruh penjuru ruangan. Hanya ada sebuah ranjang tidur, dan dari sana segalanya berasal dan tersebar hingga ke tengah lantai. Ada darah di mana-mana, di atas lantai, di atas ranjang, pada tembok-tembok. Sebuah pisau tajam berlumuran darah tergeletak di atas lantai. Di depan tungku perapian banyak tercecer rambut beruban yang panjang, juga berdarah; sepertinya terjambak dari kepala manusia. Di atas lantai tergeletak empat butir emas, sebuah anting-anting, sebagiannya terbuat dari perak, dan dua buah tas berisi sejumlah besar uang emas. Pakaian-pakaian berceceran di ruangan. Sebuah kotak ditemukan di bawah seprai. Terbuka, dan berisi hanya beberapa surat dan dokumen.

            Tidak ada seorangpun di sana---atau begitulah nampaknya. Di atas tungku perapian mereka temukan mayat si anak gadis; terjulur masuk ke dalam lubang di mana asap keluar menuju langit. Mayat itu masih hangat. Ada darah di wajahnya, dan pada lehernya terdapat goresan-goresan hitam yang dalam yang sepertinya dibuat oleh jari-jari yang kuat. Goresan-goresan ini menunjukan betul bagaimana gadis itu dibunuh. 

            Setelah menyusuri tiap-tiap penjuru rumah tanpa menemukan apapun lagi, rombongan itu pergi keluar. Di belakang bangunan mereka temukan mayat wanita tua itu. Lehernya hampir-hampir putus, dan saat mereka mencoba mengangkatnya, kepalanya terlepas. 


Hari berikutnya suratkabar menyuguhkan kepada pambaca-pembacanya fakta-fakta baru berikut:

Pembunuhan di Rue Morgue---Paris, 8 Juli 1840. Polisi telah berbicara dengan beberapa penduduk mengenai pembunuhan mengerikan di rumah tua di Rue Morgue itu tapi tidak ada apapun yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan siapa pembunuh-pembunuhnya. 

            Pauline Dubourg, seorang tukang cuci wanita, mengatakan dia telah mengenal kedua mayat wanita itu selama lebih dari tiga tahun, dan telah telah mencucikan pakaian-pakaian mereka selama itu. Wanita tua itu dan anak perempuannya nampak begitu saling mencintai. Mereka selalu mengupahnya dengan baik. Dia tidak tahu darimana uang mereka berasal, katanya. Dia tidak pernah menjumpai siapapun di rumah itu. Hanya dua orang wanita itu yang tinggal di lantai empat.

            Pierre Moreau, seorang penjaga toko, mengatakan Ny. L`Espanaye telah membeli makanan di tokonya selama hampir empat tahun. Dia memiliki rumah dan telah menempatinya selama lebih dari enam tahun. Orang-orang mengatakan mereka punya uang. Dia tidak pernah melihat siapapun masuk kecuali wanita tua itu dan anak perempuannya, dan seorang dokter delapan atau sepuluh kali, mungkin.

            Beberapa orang lainnya, para tetangga, mengatakan hal yang sama. Hampir tidak ada orang yang pernah masuk ke dalam rumah itu dan Ny. L`Espanaye dan anaknya jarang terlihat.

            Jules Mignaud, seorang bankir, mengatakan Ny. L`Espanaye telah menabung di banknya, mulai delapan tahun yang lalu. Tiga hari sebelum kematiannya dia mengambil dari bank sejumlah besar uang, emas. Seorang petugas bank membawakannya ke rumahnya.

            Isidore Muset, seorang polisi, mengatakan dia bersama rombongan itu saat pertama kali memasuki rumah itu. Saat dia sedang menaiki tangga dia mendengar dua suara, satu lirih dan lemah, dan satu keras, tinggi dan sangat asing---suara seseorang yang pastinya bukan orang Prancis, suara orang asing. Orang Spanyol mungkin. Itu bukan suara wanita. Dia tidak dapat memahami apa yang dikatakan.  Tapi suara yang lirih,  suara yang lebih lemah, mengatakan, dalam bahasa Prancis, "Oh, Tuhan!"

            Alfonso Garcia, yang orang Spanyol dan tinggal di Rue Morgue, mengatakan dia memasuki rumah tapi tidak memasuki tangga; dia gugup dan takut akan terbunuh. Dia mendengar suara-suara itu. Dia yakin suara yang tinggi bukan suara orang Prancis. Mungkin itu bahasa Inggris; tapi dia tidak paham bahasa Inggris, karenanya dia tidak yakin.

            William Bird, orang asing yang lain, orang Inggris, mengatakan dia adalah satu dari orang-orang yang memasuki rumah. Dia telah tinggal di Paris selama dua tahun. Dia dengar suara-suara itu. Suara yang lirih itu suara orang Prancis, dia yakin, sebab dia dengar itu mengatakan, dalam bahasa Prancis, "Oh Tuhan!" Suara yang tinggi terlalu keras. Dia yakin itu bukan suara orang Inggris, bukan juga orang Prancis. Sepertinya itu suara orang Italia. Boleh jadi itu suara wanita. Dia tidak paham bahasa Italia.

            Tuan Alberto Montani, orang Italia, sedang keluar rumah saat terdengar teriakan-teriakan itu. Dia mengatakan itu berlangsung sekitar dua menit. Itu adalah suara-suara yang mencekam, panjang dan keras, mengerikan, menakutkan. Montani, yang berbicara bahasa Spanyol bukan bahasa Prancis, mengatakan dia juga mendengar dua suara. Dia pikir kedua suara itu berbahasa Prancis. Tapi dia tidak memahami apapun kata yang diucapkan.

            Orang-orang yang pertama kali memasuki rumah seluruhnya sepakat pintu kamar di mana mayat anak perempuan itu ditemukan terkunci dari dalam. Saat mereka mencapai pintu itu suasana lengang. Saat mereka mendobrak pintu itu mereka tidak melihat siapapun. Jendela-jendelanya tertutup dan terkunci rapat dari dalam. Tidak ada jejak seseorang telah keluar turun saat mereka naik. Mereka mengatakan lubang-lubang di atas tungku perapian terlalu kecil bagi siapapun untuk melarikan diri melaluinya. Memerlukan empat atau lima orang untuk mengeluarkan mayat anak gadis itu dari lubang atas tungku perapian. Penyisiran dengan teliti dilakukan ke seluruh penjuru rumah. Ada empat atau lima menit dari saat mereka dengar suara-suara itu. Sampai saat mereka dobrak pintu kamar itu.

            Paul Dumas, seorang dokter, mengatakan dia dipanggil untuk memeriksa mayat-mayat itu segera setelah ditemukan. Mereka dalam kondisi menakutkan, tercekik dan rusak parah. Keadaan seperti itu tidak mungkin diakibatkan oleh tangan seorang wanita, melainkan itu oleh tangan laki-laki yang sangat kuat. Anak gadis itu terlah terbunuh oleh cekikan kuat di sekeliling lehernya.

            Polisi tidak mendapatkan apapun lebih dari ini. Pembunuhan seaneh ini tidak pernah sebelumnya terjadi di Paris. Polisi tidak tahu dari mana memulai untuk mencari jawaban.

            Saat kami selesai membaca berita suratkabar tentang pembunuhan itu baik Dupin maupun diriku tidak berkata apapun untuk sejenak. Tapi aku dapat melihat di matanya tatapan dingin, yang mengatakan padaku pikirannya tengah sibuk bekerja. Saat dia menanyakan padaku apa yang aku pikirkan tentang semua ini, aku hanya dapat sepakat dengan seluruh orang Paris. Aku mengatakan padanya aku menganggapnya persoalan yang sangat sulit---sebuah misteri, yang tidak mungkin mendapatkan jawaban. Tidak, tidak, kata Dupin.

            "Tidak, aku kira kamu salah. Sebuah misteri itu, ya. Tapi harus ada jawaban. Mari kita pergi ke rumah itu dan melihat apa yang bisa kita lihat. Harus ada jawaban. Harus ada!" (bersambung ke bag. 3)

* dialihbahasakan dari The Murder in The Rue Morgue, sebuah cerita berseri dalam booklet antologi cerita Edgar Allan Poe: Storyteller yang diterbitkan oleh radio Voice of America 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun