Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerhana Hingga Satuan Detik: Mengapa Idul Fitri Masih Berbeda?

9 Maret 2016   12:37 Diperbarui: 9 Maret 2016   13:12 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="menuju saat gerhana pukul 07.21 - dok. pribadi"][/caption]

Pengantar :
Tulisan ini bukan tulisan tentang agama. Fenomena alam gerhana matahari tak disangkal dimaknai oleh tiap kelompok / komunitas dengan manfaat yang berbeda-beda. Tulisan ini hanya melihat fenomena tersebut dari sudut pandang orang awam. Bukan pakar.

Fokus orang hari ini tentu kepada gerhana matahari total. Sebuah fenomena yang mendebarkan tentu. Namun dengan penjelasan yang tak henti dari media cetak maupun audio-visual, banyak hal-hal yang aneh bahkan berbau takhayul masih dilakukan oleh banyak orang. Celakanya lagi banyak pula pelajaran “sesat” ini , waktu itu diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
“Umpetan nang longan!” , “Srengengene dipangan graha!” , “Ayo rame-rame kothekan ben raksasane muntahaken srengenge!”

Keakuratan ilmu falaq

          Ilmu falaq atau perbintangan yang dikembangkan oleh mereka yang sangat respect terhadap kebesaran Tuhan melalui perhitungan (hisab) pergerakan seluruh benda langit. Paling tidak sampai hari ini, ke-eksak-an (kepastian) Tuhan masih terbukti. Jikalau suatu saat perhitungan ilmu itu meleset (apalagi meleset jauh), bukan berarti Tuhan sudah tidak mampu mengatur alam. Yang mungkin adalah, alam telah rusak. Universum goncang. Tuhan membuat kepastian tentang hancurnya alam semesta. Urusan apakah nanti Tuhan akan menciptakan universum baru? Itu urusan Tuhan, yang sangat tidak terjangkau oleh pikiran manusia
          Perhitungan pergerakan benda-benda alam semacam matahari, bagi manusia merupakan sebuah alat. Sebuat alat yang sangat besar yang menjadikan seluruh aktivitas matahari mempengaruhi aktivitas manusia. Siang dan malam adalah salah satu dampak akitivitas matahari . Benar, menurut mata telanjang manusia, mataharilah yang rajib mengelilingi bumi. Mata telanjang tak melihat bahwa yang terjadi adalah bumi yang berputar pada porosnya, termasuk gerakan melingkar selama satu tahun sebagai sebuah periodisitas yang berulang, mengelilingi matahari.
          Produk ilmu falaq yang menelurkan kalender,perhitungan-perhitungan terhadap gerakan matahari dilakukan dengan sangat teliti hingga ke satuan derajat yang paling kecil. Hal ini dilakukan oleh para ahli perbintangan mulai ratusan tahun yang lalu.
Salah satu keakuratan ilmu falaq yang menjadi fakta, tentu perhitungan gerhana yang terjadi beberapa jam yang lalu. Terlepas dengan bantuan peralatan canggih semacam komputer, ketika akurasi itu masih ada, berarti kita masih meyakini kalau perhitungan itu bukan omong kosong. Dapat dipakai sebagai hujjah bagi siapapun yang mempercayainya. Masih bisa dipakai sebagai suluh dalam kehidupan di dunia ini.

Penerapan Dalam Islam

Beberapa manfaat produk ilmu falaq yang manfaatnya langsung dipakai oleh manusia (khususnya umat Islam) misalnya:


 1) Penentuan kiblat shalat umat Islam

Perhitungan yang dimunculkan dengan akurasi yang sangat besar dengan menampilkan bilangan yang sangat kecil. Satuan derajat hingga 1 (satu) derajat, satuan waktu hingga 1 (satu) detik. Ini yang menakjubkan bagi orang-orang yang mau berfikir. Artinya perjalanan matahari dan bumi (sebagai titik pangkalnya) dicatat dalam satuan waktu terkecil, untuk benda-benda yang sangat besar semacam matahari.

[caption caption="perhitunga n (hisab) - dlm catatab Markas kalender Semarang susunan Sayful Mujab,S,Hi bin Noor Ahmad SS"]

[/caption]
Kegunaan perhitungan di antaranya (lihat gambar) untuk menentukan posisi matahari ketika berada tepat di atas Ka’bah, dengan melihat bayangan benda di tempat masing-masing. Dengan informasi semacam ini maka beberapa hal dapat dilakukan oleh umat muslim pada tanggal 28 Mei 2016 di antaranya :
a. Bagi yang mau mendirikan musholla atau masjid, arahkan langsung posisi bangunan sejajar dengan bayangan benda.
b. Bagi yang masjid telah berdiri dengan posisi tidak sejajar dengan bayangan benda, maka takmir bisa memperbaiki posisi shof di dalam masjid.

Bahkan dalam urusan fiksi, pengarang novel Kyai Keramat-pun pernah tertarik masalah ini dan memunculkannya dalam novelnya . Ini cuplikannya :

[caption caption="dok. pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Kyai Keramat - Dok. Pribadi"]
[/caption]

Link Kyai Keramat Bab 1 : Ketika Kiblat Benar

 

2) Penentuan Awal tahun Hijriyyah, Iedul Fitri, dan lainnya

Secara logika (tapi mungkin pula logikanya orang bingung) jika produk hisab dalam ilmu falaq tadi secara fakta masih aktual hingga saat ini, mengapa masih ada orang yang tak mau mempergunakannya? Kata sebagian lagi, menggunakan tapi sepotong-sepotong. Mengapa tidak kaffah, secara total? Jika mau pakai hasil itu pakailah semuanya.
Contoh :
a. Kita mempercayai perhitungan bakal terjadinya gerhana matahari, dan ternyata tepat.
b. Kita mempercayai perhitungan bakal terjadinya gerhana bulan (ini yang sering), dan ternyata tepat.
c. (Mestinya) kita mempercayai perhitungan terjadinya tanggal 1 (satu) setiap bulan Hijriyyah-nya, tepat pula.
Orang awam akan berfikir, jika perhitungan gerhana sampai sedemikian tepatnya, mengapa masih ada pihak-pihak yang serng tidak menyepakati terjadinya tanggal 1 Syawal? Jika semua sepakat dengan hisab, maka “pemandangan tidak sedap” yang sering terjadi akan hilang. Tak akan lagi pertanyaan orang, sambil berdebar-debar dengan bertanya dalam hati : “Lebaran tahun ini bareng nggak ya?”. ***

 

Majalengka, 09 Maret 2016

Keterangan bahasa asing / Jawa :

1. “Umpetan nang longan!” = Sembunyi di kolong!

2. “Srengengene dipangan graha!” = Mataharinya dimakan graha! (Graha = gerhana, Bhs. Jawa)

3. “Ayo rame-rame kothekan ben raksasane muntahaken srengenge!” = Ayo rame-rame membuat suara rame (dengan memukul lesung) agar raksasanya memuntahkan matahari!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun