Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen : Rendezvous, Gunung Ciremai

27 Februari 2016   22:08 Diperbarui: 9 April 2016   23:59 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku ingin punya rumah dekat gunung itu Yu. Mau ikut?"

"Nggak ah, jauh."

"Kalau dekat mau ikut?"

"Nggak ah! Ngomong apa sih!"
“Yaudah, yaudaah.... gini ... ntar, di Purbalingga naiknya lewat jalur timur. Dari kabupaten Purbalingga, kita ke arah utara, ntar kita naik dari Pos Bambangan. Pos pertama itu, kalau di sini Pos Berod.”
“Purbalingga? Aku punya guru asalnya dari Purbalingga lho!”
“Di SMA sini?”
“Iya, guru matematika.”
“Guru matematika? Dekat gunung Slamet, suka muncak nggak?”
“Enggak! Ih kayaknya boro-boro naik gunung, ke bukit Paralayang juga kayanya juga nggak kuat!”
“Hahaaa! Hei, jangan ngomongin gurumu, ntar kuwalat.”
“Tapi respect beliau ke anak-anak yang suka muncak cukup bagus lho. Pernah lho, pak guruku ini dikirimin salam dari Ciremai.”

[caption caption="puncak ciremai - dok bayu"]

[/caption]

“Oooo …. Jadi begitu ya?”
“Kayaknya beliau nggak punya waktu untuk muncak. Sukanya nulis karangan. Katanya sih dikirimkan ke kompasiana atau apa itu. Nah sekarang kayaknya malah lagi kewalahan nulis cerpen request dari murid-muridnya yang manja.”
Cerpen request?”
“Iya, itu seperti Erika yang anggota Glatik, itu pernah jadi artis cerpen lho.”
“Wuaaaahh…. kamu nggak request Yu?”
“Nggak tahu ah, ntar kisahnya tentang apa sih ya? Repot kan?”
“Kisah kita berdua saja Yu.”
“Kita siapa maksudnya?”
“Kita, aku dan kamu , Ayu dan Ramaa hahaaa…..!”
Ayuuuuuuuuuu! Kak Ramaaaaaaa!
Dari kejauhan Herlin dan Erika berteriak bersamaan memanggil Ayu dan Rama yang semakin tampak akrab. Keduanya menoleh, kemudian mengibas-ngibaskan pantatnya yang kotor oleh pasir. Keduanya siap untuk kembali turun gunung.
Trekking pole-nya Kak!” kata Ayu sambil menyodorkannya ke Rama. Rama tersenyum menggeleng.
“Untuk Ayu saja.”
“Aku yang kayu saja!”
“Untuk kenang-kenangan buat Ayu. Ntar kalau Ayu sudah jadi orang tua, dipajang di dinding ruang tamu!”
“Iiihhhh norak!”
“Norak apaan? Trekking pole ini bagus lho, unik kalau dipajang di dinding. Apalagi dikasih pigura. Cakep! Yang nggak bagus dipasang di dinding kan cover bag, sepatu gunung, tenda  …. ituuuu…..”
“Bener buat Ayu Kak?”
“Iya. Simpan ya?”
“Waaahhh terima kasih Kak.” kata Ayu pelan. Hatinya sangat senang.
“Simpan ya …. “
“Iya, iyaaa…..”
“Nyimpannya sampai ke hati juga boleh….”
“Iiiiihhh….. “
Perlahan gadis itu berbalik badan. Ranselnya diturunkan. Ia tampak seperti mengeluarkan sesuatu. Ransel kembali dinaikkan ke punggung.
Sambil membalikkan badan, tangan Ayu berhenti tepat di depan dada Rama.
Trek!
Rama terkejut. Sebuah pisau lipat merk Krisbow dengan tombol kecil pembuka telah tersorong dengan ujung runcing di dada Rama.
“Apa-apaan Yu?” roman muka Rama pias.
“Untuk Kak Rama …..” kata Ayu sambil membalikkan pisau lipat. Tangan gadis itu memegang bagian logam, gagangnya disodorkan ke Rama.
“Ooooh ….. Ayuuuuu… ayuu .. kirain kamu mau bunuh aku ….. “
“Ah kakak mah bisa saja. Jelek ah kalimatnya!”
“Lebih jelek kelakuan Ayu tadi, masak membuka pisau lipat di depan dada orang.”
“Heheee…..”
“Kaget tahu!”
“Iya, maaaaffff…. maaaffff….”
“Hhhhh .... inilah kelemahanku, kalau Ayu sudah ngomong minta maaf, aku suka luluh Yu. Kayak kemarin waktu Ayu memanggil aku hantu!”
“Heheheee…. Iya, maaff…. Kak….”
“Hmh…”
“Kak…..”
“Apa?”
“Simpan pisau ini buat kenang-kenangan ya….”
“Beneran nih?”
“Iya bener kak. Simpan ya Kak, kenang-kenangan dari aku, nanti kalau kakak sudah berkeluarga, pasang di dinding ruang tamu. Kayak trekking pole yang dari kakak.”
“Uuuuh… Yu , kakak jadi sedih rasanya… membayangkan nanti. Maksudnya kalau aku ingat Ayu, lihat saja pisau ini ya?”
“Heheee.... iya .... tapi….., ada tapinya…. “
“Tapi apa?”
“Tapi jangan bilang sama istri kakak kalau pisau itu dari Ayu.”
“Hahahaa.... Ayu ngajak aku selingkuh perasaan ya? Suruh nyimpan rahasia indah kepada istri ya? Kenapa?”
“Aaaahh…… nggak ahhhh…… jadi baper niiiih…… mau nangis….. “ kata Ayu tak bisa menahan tawanya.
Gadis itu tertawa sambil memalingkan muka. Beberapa saat kemudian gadis itu mendahului turun dari puncak Ciremai dengan membawa Trekking pole pemberian Rama. Melihat Ayu turun dengan tawa yang ditahan, Rama hanya menggeleng-gelengkan kepala. Ayu… aaah…. terima kasih pisau Krisbow ini, gumam Rama. Rama mencium pisau itu tanpa sepengetahuan Ayu.
Beberapa saat kemudian Rama menuruni puncak Ciremai menyusul tekan-teman lainnya.
***
Sore di sebuah rumah asri bercat hijau.
Rumah itu berada sebelah timur jalan raya Bojongsari Purbalingga, tepat menghadap ke arah barat. Dari teras yang nyaman itu pandangan akan langsung tertuju kepada kemegahan gunung Slamet. Posisi rumah itu memang sengaja dipilih, sebab penghuninya seorang yang respek terhadap gunung. Bahkan ada yanag pernah mendakinya.
“Mamaah…. maaahhhh….. Edel minta pisau itu tuuuh! Yang di sana….” tiba-tiba dari teras seorang gadis kecil umur sekitar tiga tahunan berteriak sambil menarik tangan ibunya.
“Pisau yang mana?”
“Yang di sini niiih … ah mamah sih!” gadis itu menarik lengan ibunya hingga mau tak mau ibu itu mengikti kemauan anaknya.
Anak kecil itu ternyata membawa ibunya hingga ke ruang tamu, kemudian tangannya menunjuk-nunjuk. Ayahnya yang sedang asyik membaca ikut memperhatikan yang baru datang.
“Edel minta apa sayang?” tanya ayahnya.
“Itu pisau yang di atas Yaah, Edel mau main masak-masakan dengan rumput di depan.”
“Edel sayaaang …. nggak boleh main pisau dulu ya. Nanti kalau Edel sudah besar, sudah masuk SD, baru boleh. Tajam pisau itu …..”
“Main yang lain saja dulu ya?”
“Iya deh Mah ….. daah Mamah… daaah Papaaah!” kata gadis kecil itu berlari ke luar rumah kembali bergabung dengan beberapa teman di halaman.
Sepeninggal gadis kecil bernama Putri Edelweiss, kedua orang tua gadis kecil itu berpandangan. Sang suami menunjuk ke arah pisau yang dipasang dalam pigura berukir. Istrinya tersenyum.
“Mah, duduk dekat sini ...... " kata suaminya sambil tertawa.

"Ih, romantis kayaknya niiih"

"Enggak romantis. Ini malah tentang rahasia Mah..."

"Rahasia? Rahasia apa?"

"Hari ini kayaknya ada rahasia yang sudah lama Papah simpan… tapi Mamah nggak boleh marah.”
“Ya tergantung kasusnya laaahhh…..”
“Dulu sebenarnya ….. sebenarnya pisau itu hadiah dari teman baru Papah waktu naik ke gunung Ciremai.”
“Ooooo…… “
“Marah kan?”
“Enggak, lanjutkan Pah, aku siap nyubit niiih!”
“Gadis itu berpesan gini, Simpan ya Kak, kenang-kenangan dari aku, nanti kalau kakak sudah berkeluarga, pasang di dinding ruang tamu, tapi jangan bilang sama istri kakak kalau pisau itu dari aku.”
“Dia bilang begitu?”
“Iya.”
“Wah ….. jadi Papah memendam rahasia ini ya?”
“Iya, maafkan Papah ya Mah.”
“Papah menyimpan rahasia? Biaaar! Memangnya Papah saja yang punya rahasia?”

"Mamah menyimpan rahasia juga? Wah maaf ya Maaah. Rahasia mamah apaan sih?"
“Dulu ketika di puncak Ciremai ada juga yang ngasih kenang-kenangan.”
“Di puncak Ciremai ngasih kenang-kenangan? Romantis banget?”
“Ya iya laahhhh….. dia bilang gini Pah, untuk kenang-kenangan Yu. Ntar kalau Ayu sudah jadi orang tua, dipajang di dinding ruang tamu.”
“Apa kenang-kenangannya Mah?”
Trekking pole, itu yang dipajang di dinding…. hihiiii. …… “
Laki-laki itu tersenyum. Istrinya mendekat duduk di dekatnya. Bibir wanita itu tersenyum. Ia tatap mata suaminya hingga lama. Perlahan suaminya memegang jemari istrinya.
“Terima kasih sudah menyimpan kenang-kenangan dariku Mah…..... kaukah yang namanya Ayu Nuramalia?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun