Warna Oktober 2013 - Gelar 1000 Angklung (Buatan Siswa Sendiri)
Â
Oktober tahun 2014 Smansa Majalengka menggelar acara lomba penulisan cerpen dan interaksi langsung antara siswa dengan praktisi kepenulisan. Siapa yang tidak kenal dengan kompasianer kahot semacam Mas Thamrin Sonata dan Kang Rifki Feriandi. Nah dua tokoh kompasianer kahot inilah yang sengaja kami datangkan dari Jakarta untuk berbagi pengalaman bermanfaat tentang menulis, trik dan tips menulis. Motivasi untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi kepenulisan para siswa ini semakin lengkap ketika Kang Rifki Feriandi memamerkan bukunya Cara Narsis Bisa Nulis. Benar-benar para siswa mabuk kepayang, dengan berebut ingin memiliki buku Kang Rifki tersebut. Manfaat yang kami rasakan, termasuk motivasi yang tidak langsung waktu itu adalah Kang Rifki Feriandi menyumbangkan sekitar 25 buku untuk perpustakaan dan kelompok ekstrakurikuler Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) Smansa Majalengka.
Dua kompasianer kahot Mas Thamrin Sonata dan Kang Rifki Feriandi pada acara Semarak Bulan Bahasa di SMA Negeri 1 Majalengka ( Warna Oktober 2014)
Tahun 2015 kali ini kami memutuskan untuk mewarnai Oktober dengan menggelar acara selama 2 (dua) hari. Hari Rabu 21 Oktober 2015 diselenggarakan lomba Pagelaran Baca Puisi Kolosal dan Lomba Sinopsis Cerpen. Di hari Kamis 22 Oktober 2015 kami melengkapinya dengan dua acara yakni Seminar dan Apresiasi Film Pendek Majelengka, serta Workshop ke-Photografi-an.
Tema yang kami turunkan cukup berat yakni Mengukir Sastra Dalam Goresan Tinta Emas. Kami sendiri juga terperangah (dan juga malu) , tapi akhirnya kami putuskan tetap memakai tema ini. Alasannya : Sesuatu yang besar dimulai dari mimpi-mimpi yang besar, bahkan mimpi yang teramat besar.
Dua hari para siswa tidak melangsungkan Kegeiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas itu pasti. Namun jangan lupakan bahwa acara-acara yang kami kemas selama dua hari dalam rangka memeriahkan bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa adalah kemasan lain bentuk KBM. KBM tidak harus di kelas. Dalam peringatan bulan bahasa model tersebut, mata pelajaran sejarah tersirat, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan tersirat, mata pelajaran prakarya mata pelajaran untuk urusan property, mata pelajaran Bahasa Indonesia apalagi, dan masih banyak implementasi makna dan amanat kurikulum yang masuk ke dalam kegiatan yang tentunya tidak tersekat-sekat lagi, tetapi silih kait, saling mengisi, saling mengumpan, saling menarik hingga menjadi sebuah harmoni yang dapat menjadi bahan pelajaran, terutama olah diri, olah rasa, dan tentunya pendidikan karakter.
Semisal Lomba Pagelaran Puisi Kolosal. Konsep datangnya dari penggiat sastra dalam ektrakurikuler SSSI yang berkoordinasi dengan pengurus OSIS. Jadilah sebuah sajian kompetisi antar kelas yang sangat kreatif, motivatif, dan tentu sangat menghibur. Model ini sebenarnya mengadopsi musikalisasi puisi ditambah dengan teatrikal. Kata kolosal sendiri didekatkan maknanya kepada kuantitas peserta. Tiap kelas barangkali hampir separo ikut terjun berpartisipasi dalam tim. Misalnya 6 orang membaca puisi, empat menjadi pengiring musik, sekitar 10–15 menjadi peserta gelaran teatrikal. Praktis, pegelaran ini memang membangun makna kebersaman dan kekompakan antar peserta dalam kelas. Bisa dibayangkan, sekolah kami sebanyak 35 kelas, yang diwajibkan berpartisipasi adalah 21 kelas, terdiri dari kelas X dan XI, berapa lama waktu yang dibutuhkan? Benar-benar ada warna Okober di sana.