[caption id="attachment_367202" align="aligncenter" width="630" caption="Aqil, Amalia, dan Satria saat peluncuran buku di Gramedia PIM (foto: Yoyok Sumantri)"][/caption]
Bermula dari seorang bocah laki-laki bernama Aqil, terciptalah berbagai kreativitas seni. Begitu kira-kira pengantar sebuah pertunjukan yang merupakan bagian dari rangkaian acara peluncuran buku dan program Wonderful Life di Goethe Haus, Jakarta pada 21 Mei 2015 lalu. Pertunjukan malam itu dibuka dengan penampilan The Indonesia Children Choir dalam format sembilan penyanyi putri yang dipimpin Jay Wijayanto yang membawakan beberapa lagu. Lalu penonton juga dihibur tarian yang sangat menarik untuk mengantarkan peluncuran buku secara resmi yang secara simbolis dilakukan dengan panandatanganan dari bentuk buku yang besar oleh Amalia dan Aqil Prabowo sebagai penulis.
[caption id="attachment_367204" align="aligncenter" width="600" caption="Penampilan TICC saat buka acara. (Foto: pribadi) "]
Acara yang juga dipandu oleh Jay Wijayanto malam itu terasa akrab kekeluargaan karena memang dihadiri oleh keluarga besar penulis dan juga kerabat serta pihak-pihak yang menyokong dan mendukung program yang akan berlangsung mengikuti terbitnya buku ini, termasuk Atiqah Hasiholan yang akan berperan dalam film dan Rama Suprapto yang akan menggarap pertunjukan musikal yang terinspirasi dari buku ini. Para penonton umum pun segera menjadi bagian dari keluarga besar karena merasakan atmosfer yang sama dalam sebuah kebersamaan.
[caption id="attachment_367205" align="aligncenter" width="600" caption="Peluncuran buku Wonderful Life. (foto: pribadi)"]
Kembali pada Aqil sebagai inspirator. Aqil sepintas seperti anak usia 10 tahun lainnya, senang bermain dan bercanda, tetapi tidak ada yang mengira dia memiliki keistimewaan, yaitu disleksia. Disleksia, menurut wikipedia, adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun ... termasuk kesulitan dalam penerapan disiplin ilmu fonologi, kemampuan bahasa/pemahaman verbal.
Aqil adalah salah satu penyandang disleksia yang beruntung karena orangtuanya segera menyadari dan memberi penanganan yang semestinya. Dalam kasus umum, anak disleksia akan dianggap anak yang malas bahkan bodoh karena terlambat dalam hal kemampuan baca tulis sehingga memengaruhi pencapaian nilai-nilai akademis di sekolah. Standar umum yang berlaku di masyarakat untuk kepandaian dan kepintaran adalah nilai matematika, sains dan pelajaran lain yang di atas rata-rata. Sementara itu sebetulnya ada anak-anak istimewa lain yang memiliki kepandaian di bidang lain yang tentu saja memerlukan perlakuan berbeda.
[caption id="attachment_367237" align="aligncenter" width="614" caption="Aqil, anak yang memiliki bakat istimewa itu. (Foto: Amalia)"]
Amalia Prabowo, ibu Aqil, pada awalnya juga menerapkan standar umum kepandaian pada putranya. Apalagi dia sendiri dibesarkan dari keluarga mapan berpendidikan yang menuntut nilai-nilai akademis tinggi sebagai patokan keberhasilan. Sebagai anak pertama Aqil kecil dipersiapkan dan dipersenjatai dengan berbagai bekal untuk menghadapi dunia dewasa yang menuntut persaingan seperti buku-buku ensiklopedia, belajar di sekolah terbaik, dan les berbagai berbagai bidang pelajaran. Akan tetapi, semua itu serasa tidak berguna bagi Aqil jika ditolok dan ditilik dengan ukuran nilai akademis.
Setelah melalui tes psikologi dan mendapati Aqil adalah penyandang disleksia, kita bisa membayangkan perasaan seorang ibu yang telah mengenyam pendidikan hingga S3 dan memiliki jabatan tinggi di dunia bisnis periklanan ini. Dunia yang selama ini diyakini Amalia bisa digenggam dengan bekal akademis yang cukup di bangku sekolah ternyata tidak sepenuhnya benar.
Melalui buku bertajuk Wonderful Life, Amalia berbagi pengalaman dan perasaan dalam menangani Aqil sebagai penyandang disleksia. Dalam buku yang sebetulnya merupakan kolaborasi ibu dan anak ini kita bisa melihat bakat istimewa yang akhirnya ditemukan dimiliki Aqil, yaitu menggambar. Gambar-gambar Aqil yang dibuat sejak ia berusia 7 tahun yang sebetulnya bermula sebagai bagian dari terapinya menunjukkan karakter khas sebagai karya seni. Di buku ini kita akan membaca kehidupan Amalia yang mungkin akan terasa sangat personal, tetapi ada banyak hal yang bisa kita petik dari perjalanan hidup orangtua tunggal yang membesarkan dua orang putra yang salah satunya disleksia ini. Kita akan merasakan betapa Yang Mahakuasa mampu membolak-balikkan perasaan seorang anak manusia yang merasa selama ini telah mencapai puncak kehidupan.
Dalam paket buku yang terdiri dari dua buku ini juga kita bisa menikmati gambar-gambar Aqil yang sudah dipamerkan dalam berbagai kesempatan, termasuk sebuah pameran fenomenal di tengah hutan yang diadakan beberapa waktu lalu. Setelah membaca buku ini kita juga akan merasakan hal yang sama yang dirasakan Amalia saat ini sebagai ibu dari putra yang memilik bakat istimewa, sikap optimis dan bahagia dalam menjalankan amanah membesarkan putra-putri kita
Buku Wonderful Life yang diterbitkan KPG ini juga yang akhirnya menginspirasi pembuatan film dan pertunjukan musikal yang tidak lama lagi akan bisa kita nikmati. Semua kreativitas seni ini, selain sebagai hiburan juga akan menjadi media pembelajaran kita semua agar waspada terhadap potensi dan keistimewaan yang disematkan oleh Sang Pemilik Hidup pada putra-putri kita agar kita tidak salah menyalurkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H